Hinata's side story from 'MINE'
- - -
Ketika kedua mataku membuka, sosok yang pertama kali tertangkap pandangan mata adalah sosok ayahku. Raut wajah yang biasanya tegas, kini tampak dipenuhi cemas.Sungguh, aku masih belum paham apa yang terjadi sekarang. Kenapa bisa aku terbaring di sini? Kepalaku terasa begitu pusing, pula tubuhku terasa begitu kaku, bahkan untuk menggerakkan kaki pun rasanya tak mampu.
Belum terjawab semua pertanyaan dalam anganku, kulihat ayahku semakin mendekat. Tangan kanannya yang telah dipenuhi keriput membelai rambutku hangat. "Bagaimana kondisimu, Nak?"
"A-aku ... di mana?" Aku benar-benar masih belum mengerti. Aku hanya mampu mengerutkan dahi seraya memindai tempat ini, tanpa menjawab pertanyaan ayahku.
Tembok bercat putih tampak mendominasi ruangan, pula bau obat perlahan memasuki indera penciuman. Ah, sepertinya aku mulai paham sekarang.
"Kau berada di rumah sakit. Kau baru saja melahirkan, ingat?"
Melahirkan?
Sungguh, hal yang terjadi saat ini terasa begitu familier. Bagai adegan reka ulang, seakan aku pernah merasakannya di masa lalu.
Tunggu dulu, jika benar aku baru saja melahirkan, lalu di mana anakku?
Secara spontan aku menengok ke kiri dan ke kanan, mencari box bayi yang biasanya berada di sisi ranjang.
Namun, aku tidak menemukannya di mana pun. Dengan panik, kutatap kembali wajah ayahku. "Bayiku ... mana bayiku, Tousan?"
"I'm here, Mama."
Tubuhku menegang sempurna mendengarnya. Suara itu ... suara maskulin itu terasa begitu akrab di telinga. Menghantarkan degupan jantungku kian bertalu dalam rongga dada. Dan ... air mataku mengalir begitu saja kala kedua mataku menangkap sosoknya.
"Naruto-kun?"
"Aku pulang, Sayang." Suara itu semakin jelas terdengar kala langkah kakinya semakin mendekat. Sedangkan tangisanku semakin hebat.
Aku merindukan sosok itu, sangat. Sosok yang kini terlihat menggendong bayi berbalutkan bedong biru cerah, secerah tatapan matanya, secerah senyumannya. Senyuman teduh yang rasanya sudah lama sekali tak kudapatkan dari dirinya.
"I-ini ... ini benar-benar kau?" Aku berucap tak percaya ketika kedua mataku melihat presensinya. Sedangkan dirinya semakin melebarkan senyuman, tangan kanannya yang bebas mengusap pelan ubun-ubunku. Membuatku sekali lagi menangis tergugu.
"Tentu saja ini aku. Kenapa terkejut begitu, hm?" Ia bertanya dengan senyuman yang tak sirna.
Tentu saja aku sangat terkejut. Perpisahan kami tiga tahun lalu berakhir buruk, aku masih sangat mengingat hari itu. Hari di mana aku membatalkan pernikahan yang sudah di depan mata, yang sejujurnya sangat kusesali pernah memutuskannya.
Hari itu ia begitu murka padaku, hingga aku mengira ia sudah membenciku, menghapus segala kenangan beserta janji setia yang pernah terucap berdua hingga tiada sisa.
Dan ... melihat sosoknya hari ini, di sini, terasa bagaikan fatamorgana. Tiada tatapan benci, tiada kalimat kasar. Seakan pertengkaran di masa silam tak pernah terjadi.
"A-aku bahagia. Sampai rasanya seperti mimpi. K-kau benar-benar ada di sini. Kukira ... kukira kau---"
"Ssttt ... aku tidak mungkin bisa membencimu, Hinata. Terlebih setelah adanya dia di antara kita." Ia memotong ucapanku, seakan sangat tahu kelanjutan perkataanku. Jari telunjuk besarnya ia daratkan di depan kedua belah bibirku. Membungkam mulutku. "Lihat, kau seorang ibu sekarang. Dan aku sebenarnya masih tidak percaya jika aku benar-benar telah menjadi seorang ayah dari bayi yang sangat tampan ini. Astaga, dia sangat mirip denganku." Ia terkekeh merdu ketika kembali menatapi wajah bayi dalam gendongannya, bayi kami, buah dari rasa cinta yang telah kami pupuk sejak lama sekali.
"Karena kau ayahnya, Naruto-kun."
Ia tersenyum bangga, lantas mencium pipi tembam putra kami dengan memejam mata. "Sangat terlihat dengan jelas, bukan?"
Aku hanya mengangguk, membenarkan. Ya Tuhan ... bahagia sekali hatiku sekarang.
"Sebenarnya aku baru beberapa jam lalu sampai, Sayang. Aku sengaja mengambil penerbangan tercepat dari Ottawa ke Narita. Aku sudah sangat ingin bertemu anak kita. Terlebih dirimu." Ia membisikkan kata terakhir darinya sembari mengecup keningku lama.
Dan aku hanya bisa menangis, lidahku terasa kelu. Tak sepatah kata pun mampu terucap. Air mata haruku semakin mengalir deras.
"Maafkan aku yang tidak sempat mendampingi proses kelahiran putra kita."
Aku hanya menggeleng kecil, meraih tangan kirinya yang bebas, menyentuhkannya di pipiku dengan senyuman. "Hanya dengan melihatmu di sini saja sudah lebih dari cukup, Naruto-kun."
"Terima kasih sudah berjuang, aku mencintaimu."
Tuhan ... jika ini hanya mimpi, maka jangan pernah bangunkan aku ... biarkan aku tetap berada di sini, bersama Narutoku yang mencintaiku.
"Aku juga mencint---" ucapanku terputus ketika kurasakan ciuman hangat priaku berubah ringan. Ketika kubuka Kedua mata, sosok Naruto raib tiada bersisa. Wajah tampan itu berubah menjadi wajah salinannya yang begitu mirip dengan dirinya; Bolt, putraku tercinta. Pria kecilku tampak tersenyum ceria, mirip sekali dengan senyum papanya.
Jadi, ternyata benar ... semua itu hanyalah mimpi semata.
Aku tersenyum pedih tanpa sadar, karena kenyataan yang terjadi justru berbanding lurus dengan impian. Kau bukan lagi milikku sekarang.
Naruto-kun, cintaku padamu tidak pernah berubah, dari awal hingga saat ini, bahkan mungkin hingga akhir batas usiaku nanti.
Andai waktu itu aku bersikap egois dan memilih menikah denganmu, apakah detik ini kita telah hidup bahagia? Ataukah mungkin kita telah memiliki Bolt lainnya?
"Mama? Celamat pagi~" ucapan dengan nada riang Bolt kembali membawaku pada dunia nyata.
Aku menghapus kasar air mata lantas memejamkan erat kedua mata, memeluk putraku satu-satunya. "Selamat pagi jagoannya Mama, Mama mencintaimu."
***
Oneshot kali ini masih ada hubungannya dengan cerita ongoing saya yang berjudul 'MINE' yah... sengaja saya taruh di sini karena ini hanya side story😁
Gaje kah?
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOT NaruHina
De TodoKumpulan oneshot manis, asem, asin ... ramai rasanya :D All characters belong to Masashi Kishimoto Cover by HaiRif