.
Sesuai dengan alibi apapun itu yang aku ucapkan pada Kak Jimin soal 'kenapa kita jarang bertemu di sekolah', esok harinya, lalu keesokan harinya, dan keesokan harinya lagi, fakta empiris itu tidak terjadi.
Selalu ada waktu di mana kami saling berpapasan dan hanya melayangkan sapaan sambil lalu yang terkesan tidak penting—walau memang sukses membuat hatiku gunjang-ganjing tidak karuan.
Seperti saat ini, pelajaran kimia mengharuskan kami berpindah ruangan menuju lab yang tepat berada di sebelah tangga menuju kelas tingkat, sembari Jungkook bercerita jika kemarin malam dia lagi-lagi bertengkar dengan kakak kandungnya—Kak Seokjin soal pemilihan menu makan malam, curhatan Jungkook terpotong oleh kedatangan Kak Jimin dan Kak Yoongi yang memakai seragam lengkap dengan blazer hitamnya.
"Pindah ruangan ya? Pelajaran apa?"
"Kimia, kita mau praktek" Jungkook yang jawab.
"Kak Yoongi sama Kak Jimin mau ke mana? Rapi sekali" itu Jungkook lagi yang bertanya.
Tidak segera menjawab, Kak Yoongi hanya mengerling pada Kak jimin lalu mengalihkan pertanyaan Jungkook dengan memberi tepukan pelan pada pucuk kepalanya.
"Nanti tunggu kakak kalau mau pulang,"
Kemudian mereka berlalu tanpa mengucapkan kalimat perpisahan.
"Kak Jimin pasti memaksa Kak Yoongi untuk turun ke bawah!"
Apa sih
Pikiran nyeleneh macam apa lagi yang ada di dalam otak kecilnya itu?.
"Untuk apa dia lakukan itu?"
Jungkook menatapku horor, "kamu tidak peka!"
Kemudian aku ditinggal sendirian. Sepertinya ngambek. Dia tidak melanjutkan curhatannya soal Kak Seokjin bahkan hingga pulang sekolah.
+++
Ini aneh.Biasanya jika Kak Yoongi menawarkan pulang bersama pada Jungkook, itu artinya aku pun akan ikut terseret ke dalam mobil mereka. Tapi, saat kakiku terhenti di lapangan tandus dengan jarak empat ruko dari sekolah—tempat yang kerap anak-anak sulap sebagai tempat parkir kalau membawa kendaraan beroda empat, aku hanya menemukan kekosongan.
Irisku bergulir, kembali memeriksa.
Tidak ada mobil Kak Yoongi.
Hanya ada sepeda motor yang terparkir dipojokan. Nyaris tidak terlihat sebab terhalangi oleh rumput-rumput ilalang yang cukup tinggi.
"Sendiri saja?"
Terkutuklah.
Aku berbalik, padahal tidak perlu repot untuk tahu tepat siapa yang barusan bertanya. Sepasang iris gelapnya sudah khatam aku pandangi—rrr dari layar ponsel, dan wangi-wangi menyengat khas parfum maskulin pria yang menguar di sekelilingnya tanpa sadar sudah membuat hidungku terbiasa.
Sialan.
Di antara ratusan murid di sekolah, kenapa harus dia yang muncul?!.
"Sedang apa di sini?" Tanyanya lagi. Setengah melirik ke arahku setengahnya lagi sibuk memakai sarung tangan hitam ke tangannya.
"Awalnya akan pulang dengan Jungkook, tapi dia sudah pergi"
"Dia meninggalkanmu?"
"Ya, dan itu aneh"
Kak Jimin tampaknya sudah selesai berurusan dengan si sarung tangan, kini matanya hanya terfokus padaku.
Tolong, sibukkan dirimu saja. Aku tidak kuat dipandangi oleh orang tampan.
KAMU SEDANG MEMBACA
bukan cinta adalah ilusi
Fiksi PenggemarAku berniat untuk pergi, tidak mau mengambil resiko dipergoki oleh orang lain-apalagi jika orang itu adalah Jiminnya sendiri. Saat aku mengangkat wajah, hendak berbalik kembali ke kelas, mata kami bertemu. Seperkian detik, hanya seperti itu. Hingga...