Aku Taehyung.Seorang pria.
Kelas dua Sekolah Menengah Atas.
Bisa dibilang, aku ini bukan anak emas yang biasa para guru banggakan saat upacara bendera, aku hanya anak biasa-yang kebetulan saja lahir dari keluarga yang kata Jungkook--temanku sejak kecil, merupakan keluarga yang tidak akan habis hartanya walau satu negara inipun dihadiahkan untukku.
"orang-orangnya goblog kayak kita, pasti murah tae!"
Dia memang seorang bajingan kecil.
Kehidupanku sebagai anak baru gede alias remaja tidak terlalu hingar bingar seperti yang aku bayangkan waktu kecil. Namun aku cukup menikmatinya. Jungkook biasanya yang bertanggung jawab atas hal ini, dia kerap mengajakku ke tempat baru; mengeksploitasi diri dengan mencoba banyak hal.
Aku tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya, karena sepertinya dia benar-benar menikmati masa muda ini.
"Tae, aku pergi dulu"
"Kemana?"
"Ketemu my baby Yoongi lah"
Bahkan dia sudah punya pacar.
"Mau ikut nggak?" Aku menatap ke penjuru kelas; sepi, kosong, dan hampa.
"Nggak ah, nanti jadi nyamuk"
Jungkook mengangkat sebelah alisnya lantas berucap menggoda, "bisa aja ada kak jimin, kan yoongi sama kak jimin sering bareng"
Aku bersumpah jika dia tidak berada di ambang pintu kelas, melainkan di sini, dekat denganku, aku sudah memberinya pukulan keras.
Bisa-bisanya dia menggodaku seperti itu!.
"Payah ah, digituin dikit aja udah merah"
Melihat aku yang mengangkat tempat pensil sembari melotot garang ia segera berlari secepat kilat.
Dasar bajingan kecil
Yah, salah satu tanda bahwa aku menikmati masa remaja ini adalah dengan menaruh hati pada seseorang.
Seseorang dengan surai hitam yang terkadang acak-acakan sebab tertiup angin kencang saat bermain futsal di jam pelajaran olahraga.
Seseorang dengan senyum manis sekaligus menawan yang kentara sekali tampannya.
Seseorang dengan lipatan mata nyaris seperti malaikat.
Seseorang yang aku kagumi.
Yang sayangnya, seseorang yang tidak dapat aku miliki.
**
Aku masih ingat sekali saat aku seperti anjing kecil yang hilang dan tengah mencari keberadaan Jungkook di tengah lautan manusia pada acara Pekan Kreativitas Siswa yang asik melompat-lompat mengikuti alunan musik.
Aku masih ingat sekali saat seseorang menarik tanganku kemudian menuntunku keluar dari kerumunan kacau itu. Aku tidak mengenali orang itu, namun saat ia berbalik-aku menahan nafas. TAMPAN. Oh astaga, aku tidak dapat menahan diriku.
Ia terkejut melihat wajahku, sama seperti aku yang terkejut mengagumi--tolong coret, menatap wajah yang-uhuk-tampan-uhuk-nya.
"ah maaf, saya salah orang, badan kamu kecil kayak teman saya"
Aku masih ingat sekali aku bergetar gugup. Sialan, suaranya benar-benar seksi, nyaris aku merasa excites akan hal itu.
Lupakan soal dia yang mengatakan bahwa aku kecil.
Sungguh, jika aku mengingatnya lagi, pipiku benar-benar akan terasa sangat panas.
"iya nggak apa-apa kak,"
Padahal kami tidak terlalu jauh dari kerumunan orang-orang hilang kesadaran yang masih asyik melompat-lompat di sana, namun entah mengapa suasana yang aku rasakan terasa sedikit menusuk.
Kurasa ini sebab canggung.
"nama kamu siapa?"
Aku tidak memprediksi hal itu, jadi aku menjawab pelan, "Taehyung, kak"
Aku masih ingat sekali ketika ia melebarkan senyumnya sembari menatap ke arahku, dan dengan suara seksi brengseknya itu ia menawarkan diri, "mau cari bareng-bareng?"
Taehyung Abridan telah mati terjatuh.
Terjatuh pada pesona kakak kelas tampan.
**
Kini aku tengah memandangnya.
Memandang siapa?
Si Jimin sialan itu.
Aku tidak menggemari pelajaran sejarah, terlalu banyak huruf dalam buku. Jadi aku izin untuk pergi ke kamar mandi dan pada akhirnya membelokkan diri ke lapang outdoor sekolah sebab hari ini jadwal pelajaran olahraga kelasnya Kak Jimin.
Aku tentu memandangnya dari jauh, aku tidak mau mengambil resiko ketahuan oleh guru, atau teman-temannya, ataupun jiminnya sendiri.
Astaga.
Kenapa dia sangat tampan walau hanya duduk diam tidak berguna di pinggir lapangan futsal yang tengah berlangsung pertandingan panas?.
"Oh lagi jadi penggemar beratnya jimin toh"
Aku terkejut tiba-tiba mendengar bisikan di sebelah kanan telingaku.
Dan double kill sebab yang berada di hadapanku kini adalah Yoongi-pacar Jungkook sekaligus sohibnya Jimin.
"Kenapa nggak disamperin jiminnya?"
Pertanyaan retorik.
Kan, sudah jelas jawabannya-
"Aku ke sini bukan buat ketemu kak jimin kok"
Kebohongan demi kebaikan itu akan dimaafkan dosanya oleh tuhan. Itu kata Jungkook saat menghasutku untuk menyelundupkan contekan pada pelajaran Biologi.
"Oh ya? Terus ngapain kamu jongkok di semak-semak sambil fokus banget liatin ke lapangan?"
Oh ayolah kak Yoongi tidak asik. Apa perlu membeberkan sedetail itu?.
Pembaca tidak perlu tahu keadaanku yang memalukan ini.
"Tadi hp aku jatoh kak, aku lagi cari"
Teruslah berbohong Taehyung, dan hidungmu akan sepanjang pinokio. Itu kata Jungkook juga, saat ia memergokiku makan ice-cream ketika hidungku tengah meler dan keningku masih terpasang handuk penurun panas.
"Udah ketemu?"
"Udah kok!"
Kak Yoongi tampaknya sangsi dengan jawabanku, namun ia tetap melangkah kembali ke teman-temannya setelah memberiku tepukan pelan di bahu.
Nyaris saja aku ketahuan.
Puja kulit kerang ajaib.
Aku berniat untuk pergi, tidak mau mengambil resiko dipergoki oleh orang lain-apalagi jika orang itu adalah Jiminnya sendiri. Saat aku mengangkat wajah, hendak berbalik kembali ke kelas, mata kami bertemu.
Seperkian detik, hanya seperti itu. Hingga dia melebarkan sentumannya sesaat sebelum masuk ke lapangan untuk bermain.
"Tae! Astaga aku nyari kamu kemana-mana, dimarahin sama Bu Hesti loh"
"Heh! Kok ngelamun sih?!"
"YA AMPUN TAE KAMU MIMISAN!"
Memalukan sekali diri ini, tuhan.
++++++
Halo semuanya! Ini bukan karya pertama aku, tapi aku masih ngerasa degdegan setiap nulis):
Aku harap kalian suka ya sama ceritanya!
Tolong kasih aku masukan baik saran maupun kritik--kritik yang membangun ya bukan kritik sampah yang cuman bisa bacot doang🐒
Hehe
Kalau gitu, terus enjoy!!!!!🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
bukan cinta adalah ilusi
FanfictionAku berniat untuk pergi, tidak mau mengambil resiko dipergoki oleh orang lain-apalagi jika orang itu adalah Jiminnya sendiri. Saat aku mengangkat wajah, hendak berbalik kembali ke kelas, mata kami bertemu. Seperkian detik, hanya seperti itu. Hingga...