BAGIAN 3

219 14 0
                                    

"Terima kasih atas kemurahan hatimu, Ki Jembor!" ucap Rangga.
"Tapi aku masih kurang. Bolehkah minta sedikit lagi?"
Bersamaan dengan itu, Rangga mengibaskan tangannya. Seketika itu cawan melayang ke arah Ki Jembor.
Wuuut!
Ki Jembor terkejut. Cawan itu bergerak cepat dan terasa dihempaskan oleh tenaga dalam tinggi. Dalam kegugupannya, dia tidak mampu menangkap. Yang bisa dilakukannya hanya menepis, membuat cawan itu pecah terhantam tangannya!
Prak!
Wajah Ki Jembor tampak merah, menahan malu. Matanya langsung melirik sekilas pada Rangga, lalu berpaling kepada anak buahnya. Tak ada seorang pun yang berani buka suara. Malah, anak buahnya yang berdiri dibelakang, buru-buru memberikan cawan pengganti.
"Ah, sayang sekali. Akibat kelalaianku, maka cawanmu pecah. Maafkan kekurangajaranku, Ki Jembor!" kata Rangga merasa bersalah.
"Tidak apa...," sahut Ki Jembor, sedikit gugup.
"Hm.... Lebih baik kita minum bersama! Mari, Rangga!" seru salah seorang anak buah Ki Jembor seraya menuang arak dan mengajak yang lainnya untuk minum bersama.
Sementara, anak buah Ki Jembor yang lain segera menyediakan cawan bagi Rangga, lalu menuangkan arak ke dalamnya. Rangga tersenyum sambil menunggu yang lain minum bersama. Bagaimanapun, dia tidak pernah mempercayai mereka seorang pun!
"Hehehe...! Ayo, mari kita minum, Rangga!" ajak Ki Jembor seraya menenggak isi cawannya.
Anak buah Ki Jembor yang lainnya mengikuti. Rangga sendiri sebenarnya sudah menangkap gelagat tak baik. Namun dia ikut pula menenggak arak.
"Tambah lagi, Rangga!" ujar anak buah Ki Jembor yang berada di dekatnya, seraya mengisi cawan yang berada dalam genggaman Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm, kurasa cukup. Aku tidak biasa mabuk..."
"Hahaha...! Arak ini tidak akan memabukkan, bila secawan atau dua cawan!" timpal Ki Jembor.
Yang lain ikut menanggapi. Sehingga mau tidak mau, Rangga terpaksa menenggak kembali isi cawan dalam genggamannya. Apalagi ketika yang lain menenggak arak tanpa ragu-ragu dari guci yang sama.
Namun ketika mereka hendak mengisi cawan untuk yang ketiga kali, Rangga menahannya.
"Kurasa sudah cukup, bila sekadar untuk menghilangkan rasa haus...."
"Hahaha...! Arak ini amat langka. Jadi, sayang sekali bila kau mencicipinya sedikit. Minumlah sepuasmu! Aku masih punya persediaan banyak!" sahut Ki Jembor.
"Betul, Rangga! Kenapa ragu? Ki Jembor amat pemurah. Jadi jangan disia-siakan kesempatan ini!" timpal seorang anak buah Ki Jembor.
Rangga tidak langsung menjawab. Dan mendadak saja dia mengerjap-ngerjapkan matanya, seperti orang mabuk. Ki Jembor sendiri melihat pemuda itu seperti menderita pening yang hebat.
"Kenapa, Rangga? Apa yang kau rasa?" tanya Ki Jembor.
"Entahlah... Pandanganku seperti mengabur...," sahut Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti sadar, kalau arak yang disuguhkan mengandung suatu racun jahat. Kalau toh yang lain minum dari guci yang sama, pasti mereka telah minum obat pemunah yang sebelumnya. Tapi biar bagaimanapun, Rangga sejak dulu telah kebal racun. Sejak di Lembah Bangkai dulu, Pendekar Rajawali Sakti sering makan jamur yang membuat tubuhnya kebal racun. Dan karena ingin tahu apa yang akan dilakukan Ki Jembor selanjutnya, Rangga terpaksa berpura-pura, seolah dirinya kini telah teracuni.
"Oh! Kepalaku... sakit sekali...," keluh Pendekar Rajawali Sakti, seraya bangkit berdiri dan memijit-mijit keningnya.
"Mungkin kau terlalu lelah, Rangga. Sebaiknya, istirahatlah dulu. Anak buahku akan menunjukkan tempatmu...!" ujar Ki Jembor.
"Mungkin juga...."
Dua orang anak buah Ki Jembor mengapit dan membawa Rangga kesuatu tempat. Seperti kerbau dicucuk hidungnya, Pendekar Rajawali Sakti menuruti saja.

***

Byur!
"Ohhh...!" Seember air disiramkan ke muka Rangga. Pendekar Rajawali Sakti pura-pura gelagapan, Sementara kedua tangan dan kakinya telah terikat kuat pada dinding dibelakangnya.
"Siram lagi!" perintah satu suara.
Lalu seember kecil lainnya mengguyur wajah Rangga. Pemuda itu kembali pura-pura gelagapan. Padahal, dia telah memindahkan pernapasannya keperut, Pendekar Rajawali Sakti berusaha mengerjap-ngerjapkan mata. Beberapa orang kini telah berdiri di depan Rangga.
"Kau sudah sadar, Rangga?" tanya sebuah suara.
"Ki Jembor...," kata Rangga, pura-pura.
"Hahaha...! Benar! Ternyata kau telah sadar rupanya...!"
Rangga kembali mengerjap-ngerjapkan mata. Tampak Ki Jembor mondar-mandir di depannya. Di belakang orang itu berdiri lima orang anak buahnya. Mereka adalah yang tadi ikut dalam perjamuan.
"Ki Jembor, apa maksudmu dengan semua ini?" tanya Rangga, terus bersandiwara, seraya melirik kedua tangan dan kakinya yang dirantai.
"Sekadar penjagaan saja."
"Penjagaan apa? Aku tidak bermaksud buruk padamu. Kenapa kau perlakukan aku begini?" sesal Pendekar Rajawali Sakti
"Itu persoalan mudah. Ada hal penting yang ingin kutanyakan padamu. Yaitu, maukah kau bekerja padaku?"
Rangga tersenyum. "Jadi, hanya untuk itukah kau menawanku?"
"Hahaha...! Ketahuilah. Aku tidak suka penolakan. Semua yang kuinginkan dari seseorang harus terpenuhi. Atau..., orang itu harus mati!"
Wajah Ki Jembor tampak terlipat geram, setelah semula tertawa girang. Sekadar menunjukkan pada pemuda itu, kalau dia bersungguh-sungguh dengan kata-katanya.
"Tapi, tidak perlu dengan cara begini. Kau bisa memintaku dengan secara baik-baik..."
"Huh! Kenapa aku harus memintamu? Itu hanya basa-basi saja. Sebab, apa pun jawabanmu kau harus bekerja dan menuruti perintahku. Atau, barangkali kau sudah bosan hidup?!" dengus Ki Jembor geram seraya mendekatkan wajahnya.
"Bagaimana kalau aku menolak?"
"Kau telah mendengarnya. Dan keputusanku tidak bisa ditawar-tawar lagi!" sahut Ki Jembor, seraya membelakangi tawanannya.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?"
"Kulihat, kepandaianmu hebat. Sehingga orang sepertimu pantas menjadi anak buahku"
Rangga tersenyum kecil. "Kepandaianku tidak seberapa dibandingkan denganmu atau semua anak buahmu. Kau telah memiliki mereka. Dan kukira, mereka bukanlah orang-orang bodoh. Sebab bila bodoh, kau tidak mungkin menjadikan mereka anak buah. Jumlah mereka telah cukup banyak. Dan dengan bertambahnya aku, tidak akan membuat kekuatanmu goyah. Aku hanya orang biasa...."
Ki Jembor berbalik. Dan wajahnya jelas terlihat tidak senang mendengar jawaban pemuda itu.
"Kau pandai bersilat lidah. Tapi, aku tidak peduli. Kau boleh jawab tawaranku, atau terima kematianmu. Dan aku tidak memberi pilihan, selain dari itu!" sahut Ki Jembor menegaskan.
"Kenapa aku musti ragu? Bila benar kau amat menginginkan aku bekerja untukmu, tentu saja dengan senang hati kuterima!" sahut Rangga, dengan wajah gembira.
"Bagus! Kau telah menyelamatkan dirimu. Tapi, bukan berarti aku bisa percaya begitu saja. Kau harus membuktikan kesetiaanmu padaku."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, aku tidak percaya kalau kau mau menjadi anak buahku. Oleh sebab itu, kau harus membuatku percaya," jelas Ki Jembor.
"Hm? Bagaimana caranya agar aku bisa membuatmu percaya?"
Ki Jembor memberi isyarat. Tak lama, seorang anak buahnya mendekat, membawa sebuah cawan berisi arak. Ki Jembor mengambil, lalu mengamati isi cawan itu. Kemudian matanya memandang Rangga sambil tersenyum-senyum.
"Arak ini telah kububuhi racun ganas yang mematikan. Namun kerjanya lama sekali. Dia akan menggerogoti isi tubuh perlahan-lahan. Hanya aku yang memiliki obatnya. Nah! Kau harus meminumnya. Dalam waktu satu bulan, kau harus membuktikan kesetiaanmu padaku. Sebab bila tidak, maka kau akan mati percuma. Tidak ada seorang pun yang bisa menyembuhkan dari racunku ini!" jelas Ki Jembor.
"Ki Jembor! Bila kau melumpuhkan semua tenagaku dengan racunmu, maka untuk apa lagi kau menginginkanku bekerja denganmu? Bukankah pekerjaan yang kau berikan padaku membutuhkan tenaga?"
"Hahaha...! Tidak semudah itu, Rangga," kata Ki Jembor, disertai tawa terbahak.
"Lalu apa yang harus kulakukan lagi?"
"Minum ini!" sahut Ki Jembor, mengangsurkan cawan arak di tangannya.
Rangga terdiam. Disadari, dia tidak akan terpengaruh oleh racun itu. Tapi penjagaan di sini terlalu ketat. Dan bila Pendekar Rajawali Sakti berusaha melepaskan diri secara paksa, maka akan celakalah dirinya. Dan Rangga berniat mengatur siasat. Dia menunggu saat-saat yang tepat, untuk membebaskan diri. Ditengah-tengah Rangga sedang mengatur siasat, mendadak.
"Kebakaran! Kebakaran...!" Terdengar teriakan keras dari arah luar rumah ini.
"Apa?!" Ki Jembor tampak kaget. Dia segera melompat keluar, diikuti anak buahnya yang lain.
"Hei?! Kau jaga di sini!" teriak laki-laki berkumis itu memerintah pada seorang anak buahnya.
"Beres, Ki!"
Ki Jembor dan yang lainnya baru saja keluar dari ruangan ini, mendadak sesosok tubuh melayang dari wuwungan.
"He, siapa kau?!" bentak anak buah Ki Jembor yang berada di sini.
Di hadapan orang itu berdiri sesosok tubuh berselubung kain hitam, mengenakan penutup muka. Seketika anak buah Ki Jembor mencabut golok, langsung menyerang orang bertopeng ini. Orang bertopeng itu berkelit kesamping. Lalu tangannya mengibaskan, menghantam pergelangan anak buah Ki Jembor.
Wut! Plak!
Golok di tangan anak buah Ki Jembor terlepas. Sementara orang bertopeng itu sudah berbalik. Lalu sebelah kakinya menyodok ke dada.
Des!
"Aaakh!" Anak buah Ki Jembor mengeluh kesakitan begitu kaki orang bertopeng bersarang telak di dadanya. Tubuhnya terbanting keras menghantam dinding, dan jatuh ke lantai dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sementara saat terjadi pertarungan, Rangga berusaha melepaskan rantai besi yang mengikat kedua tangan dan kakinya.
Tring! Tring!
"Siapa kau?" tanya Rangga, begitu ikatan pada tangan dan kakinya terlepas.
Orang bertopeng itu hanya memandangi Rangga dengan takjub, namun tidak menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti. "Mari ikut aku, Kisanak!" ajak orang bertopeng itu. Mereka kemudian berkelebat, berusaha keluar dari rumah ini.
"Hei, siapa kalian?!" Seorang anak buah Ki Jembor memergoki mereka. Orang bertopeng itu menoleh. Dan tahu-tahu, dari sebelah tangannya melesat beberapa batang jarum halus ke arah anak buah Ki Jembor.
Wer!
"Aaa...!" Tanpa mempedulikan anak buah Ki Jembor yang terjungkal dan sekarat orang bertopeng itu terus berlari bersama Pendekar Rajawali Sakti melewati pagar samping. Mereka terus berusaha menjauh dari tempat ini.
"He, siapa itu?! Berhenti...!" teriak seseorang.
"Kurang ajar! Hentikan dia!" timpal yang lain.
"Tawanan kita kabur! Kejar! Hentikan mereka!" teriak yang lain pula.
Lebih dari dua puluh orang anak buah Ki Jembor berlompatan mengejar orang bertopeng yang berlari bersama tawanan mereka.
Namun Rangga yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat sempurna, tidak kehabisan akal. Segera dicekalnya tangan orang bertopeng itu. Lalu tubuhnya berkelebat sangat cepat ke arah selatan. Di malam yang gelap ini, Rangga pun mengerahkan aji 'Tatar Netra'. Sehingga mereka dengan leluasa dapat berlari di malam yang gelap begini. Dan kini para pengejarnya telah tertinggal jauh, tanpa dapat mengejar lagi.

***

153. Pendekar Rajawali Sakti : Pemuas Nafsu IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang