Semua anak buah Ki Jembor terdiam. Tak seorang pun yang berani bertindak, melihat majikannya terancam.
"Perintahkan mereka untuk membuang senjatanya!" dengus Rangga, memerintah.
"Bu... buang senjata kalian...!" teriak Ki Jembor dengan suara tercekat di tenggorokan.
"Sekarang, jawab pertanyaanku! Kau bekerja untuk Nyai Dukun Sirah, bukan?"
"I..., iya...!"
"Tahu, apa yang dilakukannya?"
"Tidak..., tidak!"
Rangga mendekatkan mata golok itu ke leher Ki Jembor. Sehingga membuat wajah Ki Jembor yang pucat, semakin putih saja.
"Eee...!" seru Ki Jembor gugup, makin gemetar.
"Aku tidak segan-segan membunuhmu. Maka jawab pertanyaanku dengan jujur!"
"Eh! Ba..., baik..."
"Nah! Kau tahu, apa yang dilakukan majikanmu?"
"Ta..., tahu..."
Baru saja Ki Jembor menyahut, mendadak Rangga menendang golok milik Ki Jembor yang tadi terlepas dari genggaman. Senjata itu seketika melayang, melewati beberapa anak buah Ki Jembor. Dan...
Crab!
"Aaa...!"
Golok itu menancap persis di punggung salah seorang anak buah Ki Jembor yang berusaha kabur diam-diam. Orang itu tersungkur disertai pekik kesakitan. Dia tewas setelah menggelepar beberapa saat kemudian.
"Jangan coba-coba kabur dariku!" dengus Rangga sinis. Pendekar Rajawali Sakti kemudian memerintahkan mereka agar berkumpul semua di ruangan ini, dan menutup pintu rapat-rapat.
"Kalian tidak akan selamat meski keluar sekalipun. Sebab seorang kawanku tengah meyakinkan penduduk kalau kalian tidak punya kekuasaan apa apa sejak saat ini!" lanjut Rangga.
"Kau tidak bisa menakut-nakuti kami...!" dengus salah seorang anak buah Ki Jembor.
Mendengar itu, Ki Jembor tersentak kaget. Matanya kontan mendelik garang penuh amarah. Dia khawatir, kata-kata itu akan membuat Rangga marah. Dan dengan demikian, golok yang menempel di lehernya akan... bret! Ki Jembor menelan ludah, kelakutan.
"Kadung, jangan macam-macam kau!" sentak Ki Jembor.
"Kenapa? Apakah kau takut mati, Ki Jembor? Dia tidak akan berani melakukannya. Huh! Dan memandang rendah pada Nyai Dukun Sirah. Bila hari ini dia menang, maka dalam waktu singkat anak buah Nyai Dukun Sirah akan membuat perhitungan. Dia akan mati tanpa ampun!" sahut pemuda bernama Kadung lebih berani. Sama sekali tidak dipedulikan bentakan Ki Jembor. Dia hendak membentak lebih keras, namun....
"Diam kau!" Rangga telah mendahului dengan satu bentakan keras.
Rangga memandang Kadung, lalu tersenyum kecil. "Hebat! Seharusnya kau yang pantas memimpin mereka. Bukan si tolol ini. Kau berani dan sedikit sombong. Jadi kalau aku menawan kalian, Nyai Dukun Sirah akan ke sini?"
"Huh! Dia memiliki seribu mata dan telinga! Dia akan tahu kejadian yang menimpa anak buahnya!"
"Kapan kira-kira dia akan ke sini?"
"Untuk membereskanmu, dia tidak perlu turun tangan sendiri. Seorang anak buahnya yang lain telah cukup!"
Rangga tersenyum. Di luar, mulai terdengar suara ribut dan teriakan-teriakan bersemangat. Pendekar Rajawali Sakti mengintip dari jendela. Tampak sekitar tiga puluh orang penduduk desa ini berkumpul di halaman depan sambil mengacung-acungkan senjata apa adanya.
"Masuklah...!" sahut Rangga ketika pintu diketuk dari luar.
Badin muncul di ambang pintu. Dan dia tersenyum sinis melihat anak buah Ki Jembor. "Aku telah berhasil mengumpulkan penduduk seperti rencanamu. Semula, mereka tidak percaya. Namun melihat bukti ini, mungkin semangat mereka akan semakin menggebu." ujar Badin.
Rangga tersenyum, memuji dalam hati pekerjaan kawannya. "Carikan tali. Dan bawa beberapa orang pemuda ke sini. Lalu, ikat mereka!" lanjut Rangga.***
"Heaaa...!"
Terdengar teriakan membahana dari kejauhan membuat para penduduk Desa Dukuh Barus terkejut. Dua orang penunggang kuda melarikan tunggangannya dengan cepat. Para penduduk cepat menyingkir. Begitu berada dihalaman depan salah seorang langsung melompat, hendak membebaskan Ki Jembor.
"Yeaaa...!"
"Hup!"
Namun Rangga tidak membiarkannya begitu saja. Tubuhnya cepat bergerak, langsung memapak orang itu sebelum membebaskan Ki Jembor.
Plak! Plak!
"Uhhh...!"
Sosok yang baru muncul itu terpental kebelakang. Namun keseimbangan tubuhnya masih mampu diatur. Dia berdiri tegak, pada jarak lima langkah dari Rangga yang telah lebih dulu menjejakkan kakinya.
Kini Pendekar Rajawali Sakti bisa melihat jelas, siapa orang yang baru muncul. Dia adalah seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Rambutnya panjang tidak terurus. Kumisnya tebal. Tubuhnya besar dan kekar. Tampangnya tampak galak. Apalagi dengan sebuah gada berduri yang tergantung di pinggang.
"Heh?! Jadi kaukah yang bernama Pendekar Rajawali Sakti?!" geram orang itu seraya memelintir ujung kumisnya.
"Benar. Hm... Jadi, Ki Jembor sempat mengirim utusan untuk membawamu ke sini?" sahut Rangga sinis.
"Aku Gajah Seta! Dan kawanku Rompang Wiguna! Kisanak! Kuminta kau melepaskan Ki Jembor dan yang lainnya," ujar Gajah Seta.
Sementara itu orang yang bernama Rompang Wiguna segera turun dari punggung kudanya. Segera didekati Gajah Seta. Orang yang bertubuh kurus ini berwajah lonjong. Sorot matanya tajam. Sikapnya angkuh, seperti memandang rendah Pendekar Rajawali Sakti.
"Membebaskan mereka? Kisanak! Tidak perlu repot-repot. Biar nanti aku yang akan melakukannya. Pergilah kalian menghadap Nyai Dukun Sirah. Sampaikan permohonanku agar dia menghentikan sepak terjangnya yang menyengsarakan rakyat," sahut Rangga sambil tersenyum kecil.
"Huh! Kau kira semudah itu?! Aku masih memandangmu. Dan jangan sampai kami bertindak kasar padamu!" dengus Gajah Seta geram.
Orang bernama Gajah Seta ini agaknya pemarah dan tidak sabaran. Seketika sikapnya langsung garang, dan wajahnya berkerut menahan amarah.
"Hm... Kalau begitu, biarlah aku sendiri yang akan memintanya pada Nyai Dukun Sirah," sahut Rangga enteng.
"Hahaha...! Kau kira Nyai Dukun Sirah akan mengabulkan keinginanmu? Dia akan memenggal kepalamu, begitu kau memperkenalkan diri!" sahut Rompang Wiguna tertawa mengejek.
"Begitukah? Hm Kukira Nyai Dukun Sirah seorang yang mau mendengar keluhan orang lain...."
"Huh, jangan mimpi! Meski kau paksa sekalipun, dia tidak sudi menuruti keinginanmu!" dengus Rompang Wiguna.
"Hm... Menurut kalian, cara apa yang harus kugunakan untuk membujuknya? Eh! Aku ada akal! Barangkali bila aku ke sana membawa kepala kalian berdua, dia tentu akan mendengarkan kata-kataku!" seru Pendekar Rajawali Sakti dengan wajah berseri.
Bukan main geramnya Gajah Seta dan Rompang Wiguna mendengar kata-kata Pendekar Rajawali Sakti. Jelas, pemuda ini menganggap sebelah mata dan sama sekali tidak mempedulikan keberadaan mereka di sini. Gajah Seta tidak bisa menahan diri lagi. Langsung dia melompat menerjang.
"Monyet buduk! Kurobek mulutmu yang lancang itu...!"
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti memiringkan sedikit tubuhnya. Sehingga senjata Gajah Seta yang mengancam batok kepalanya luput dari sasaran. Kemudian tubuhnya berkelebat kesamping kiri. Sehingga, laki-laki berkumis melintang itu sulit menyambar tubuhnya.
Gajah Seta kemudian mengibaskan kepalan kiri untuk menghantam pinggang Rangga. Namun Pendekar Rajawali Sakti telah melompat ke belakang untuk mengecohnya. Dan itu semakin membuat Gajah Seta geram saja.
"Jahanam! Kuremukkan tubuhmu, Setan...!" maki Gajah Seta semakin geram.
"Silakan saja, Kisanak. Jangan malu-malu!" balas Rangga.
"Kurang ajar! Hiiih!" Gajah Seta tampak semakin geram saja. Serangannya segera diperhebat, namun tidak juga mampu mendesak. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti dengan gerakan lincah dan indah mampu menghindari setiap serangannya.
"Hiiih!"
Rangga mendengus dingin. Setelah membaca jurus Gajah Seta, Pendekar Rajawali Sakti mulai balas menyerang. Sambil membungkuk untuk menghindari sambaran senjata, tubuhnya menyusup ke samping seraya menyorongkan lutut kanan, persis menghantam ke perut.
Duk!
"Uhhh...!" Gajah Seta mengeluh tertahan. Tubuhnya kontan terdorong ke belakang. Belum sempat dia berbuat apa-apa, ujung kaki kanan Pendekar Rajawali Sakti terus menyodok dagu.
Tak!
"Aaargkh...!"
Kembali Gajah Seta mengeluh dengan suara keras. Sebuah giginya rontok. Dari mulutnya tampak menetes darah segar. Tubuh besar itu limbung ke belakang. Namun sebelum ambruk, Rangga menotoknya hingga tidak berdaya. Maka Gajah Seta ambruk seperti batang pohon besar.
"Jahanam! Lepaskan totokanmu Akan kuremukkan tubuhmu! Lepaskan!" teriak Gajah Seta geram.
Namun Rangga sama sekali tidak mempedulikannya. Dia memberi isyarat pada Badin yang sejak tadi melongo dengan wajah takjub.
"Ikat dia...!"
"Kurang ajar! Kau kira bisa berbuat semaumu di depanku, he!?" Rompang Wiguna mendengus geram.
Kaki tangan Nyai Dukun Sirah ini mencabut pedang. Langsung dia melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti.
Srang!
"Yeaaa...!" Dengan suara menggelegar penuh amarah meluap, Rompang Wiguna menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Segenap kemampuannya langsung dikerahkan.
Wut! Wut!
"Hup!" Pendekar Rajawali Sakti melejit ke belakang dengan satu lompatan ringan. Lalu disambarnya sebilah golok milik anak buah Ki Jembor yang terletak di lantai beranda depan. Kemudian sebelum lawan sempat mengejarnya, Pendekar Rajawali Sakti telah kembali menyambut serangan.
"Biarlah kupergunakan golok ini. Hitung-hitung menghormatimu sebagai kawan mereka...!" kata Rangga seraya tersenyum mengejek.
"Huh! Aku tidak peduli senjata yang kau pakai! Yang jelas, hari ini kau harus mampus di tanganku!" dengus Rompang Wiguna semakin geram saja melihat tingkah pemuda itu.
Satu sama lain bergerak gesit saling menangkis dan balas menyerang. Tidak seperti tadi, maka kali ini Rangga betul-betul mengamuk. Golok di tangannya berkali-kali mengancam, membuat Rompang Wiguna mengeluh tertahan. Tangannya kesemutan setiap kali terjadi benturan senjata. Bahkan telapak tangannya mulai terkelupas. Namun begitu, sedikit pun dia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Pedangnya terus berkelebat memapak serangan.
"Hiiih!"
Trang!
Kali ini golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti berkelebat lebih cepat. Dan ini membuat pedang di tangan laki-laki itu terlepas dari genggaman. Rompang Wiguna cepat melompat ke belakang untuk menghindar tebasan golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Bet! Set!
Namun Rangga bukannya menyambar dengan golok di tangannya, melainkan melepaskan satu tendangan keras ke arah dada. Cepat-cepat Rompang Wiguna melompat ke samping kanan. Sayang, saat itulah golok ditangan Rangga melesat.
Sret!
"Uhhh...!"
Rompang Wiguna melompat ke atas untuk menghindari terjangan senjata itu. Namun tak urung pahanya terserempet. Dia mengeluh tertahan. Dan sebelum menyadari sesuatu, Pendekar Rajawali Sakti telah menerjang lewat totokannya.
Tuk! Tuk!
"Aaah...!" Rompang Wiguna kontan jatuh terjerembab, tidak mampu bangkit. Seluruh tubuhnya terasa kaku untuk digerakkan.
"Kurang ajar! Jahanam licik, lepaskan totokan ini! Kalau benar jantan, maka kau tidak akan berbuat begini. Aku masih mampu bertarung denganmu sampai seribu jurus!" bentak Rompang Wiguna geram.
"Hm.... Kalau aku mau, bisa kupecahkan kepalamu! Dan bila kau katakan mampu menandingiku sampai seribu jurus, kau tidak akan terbaring di sini. Kau hanya besar mulut!" sahut Rangga, mengejek.
Rompang Wiguna terus memaki-maki. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak mempedulikannya.
"Tolong ikat dia seperti yang lainnya!" seru Rangga pada Badin.
Badin bekerja cepat. Dibantu yang lain, mereka mengikat Rompang Wiguna.
"Sekarang apa yang kita lakukan?" tanya Badin setelah menyelesaikan tugasnya.
"Menunggu Nyai Dukun Sirah...."
Badin terdiam dengan wajah gelisah.
"Kenapa? Apakah kau ragu?"
"Rangga! Kau mungkin hebat. Tapi, Nyai Dukun Sirah tidak bisa dibuat main-main. Orang itu tak waras. Dan kau bisa celaka karena urusan ini...," ujar Badin, lesu.
"Tidak usah khawatir. Mungkin saja dia hebat. Tapi segala kejahatan harus ditumpas. Dan kejahatan itu ada didepan mataku. Meski harus mati, aku akan merasa puas," sahut Rangga mantap.
Badin tersenyum kecut mendengar jawaban pemuda itu. "Aku jadi merasa malu...," ujar Badin lirih.
"Sudahlah? Tidak perlu merasa begitu. Lebih baik kita kerjakan rencana selanjutnya!"
"Eh! Bila ingin agar Nyai Dukun Sirah ke sini, kenapa tidak mengutus salah seorang dari mereka saja?"
"Bagus! Akhirnya kau punya usul juga! Tapi tidak perlu...."
"Kenapa?"
"Nyai Dukun Sirah akan kehilangan kedua orang anak buahnya. Maka dia akan menyusulnya ke sini," sahut Rangga enteng.
"Apakah kau yakin?"
"Bukankah mereka begitu yakin kalau Nyai Dukun Sirah punya seribu mata dan telinga? Dia pasti akan mendengar. Dan mungkin juga melihat...," sahut Rangga, lalu beranjak ke beranda rumah iru.
Badin mengikuti dari belakang.
"Lalu, apa rencanamu terhadap mereka?" tunjuk Badin pada tawanan mereka.
"Panggil semua pemuda di desa ini, untuk bersiap mempertahankan desa. Kita akan menghadapi Nyai Dukun Sirah!"
"Lalu akan kita apakan mereka?"
"Apakah kau punya usul?"
"Entahlah. Yang jelas, mereka tidak akan kita biarkan berkeliaran..."
Badin segera mengajak beberapa orang pemuda untuk membantu mempertahankan desa ini.***
KAMU SEDANG MEMBACA
153. Pendekar Rajawali Sakti : Pemuas Nafsu Iblis
ActionSerial ke 153. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.