"Namaku Rangga. Siapa namamu, Kisanak?" tanya Pendekar Rajawali Sakti ketika mereka berdua telah tiba di rumah yang ditunjuk orang bertopeng itu.
"Aku..., Badin," sahut orang bertopeng itu, dengan perasaan enggan.
"Terima kasih atas bantuanmu," ucap Pendekar Rajawali Sakti.
Orang bertopeng itu diam saja.
"Badin..."
"Ya."
"Ini rumahmu?"
"Hanya untuk sementara ..."
"Untuk sementara? Lalu, di mana rumahmu yang sesungguhnya?"
Badin tidak menyahut. Buru-buru dia masuk ke dalam sebuah ruangan. Dan dia kembali membawa cangkir dari bumbung bambu yang berisi air minum.
"Minumlah. Mungkin kau haus. .!"
Rangga menerima dan menenggak isinya sampai ludes. Rangga melirik dan memperhatikan wajah di balik topeng. Usianya tidak jauh berbeda dengannya.
"Sebenarnya apa yang terjadi di desa ini, Badin. Kulihat orang-orang enggan menampakkan diri. Dan yang kulihat di luaran hanya orang telengas saja.
Badin tersenyum pahit. Lalu wajahnya menerawang seperti hendak menembus atap gubuk ini. "Sebuah malapetaka telah terjadi di desa ini. Dan aku kini adalah jadi seorang pengecut," sahut Badin, menyesali diri sendiri.
"Apa maksudmu?"
Badin tidak menyahut. Malah bibirnya tersenyum pahit seperti tadi.
"Apakah kau kenal Ki Jembor?" tanya Rangga berusaha mengalihkan perhatian.
"Dia hanya salah seorang kaki tangan Nyai Dukun Sirah, orang yang membuat malapetaka di desa ini."
"Nyai Dukun Sirah? Siapa dia?"
"Dukun wanita sakti yang menguasai beberapa desa, termasuk desa ini," sahut Badin, datar.
"Menguasai beberapa desa? Hm, hebat sekali!"
"Dia bahkan membuat repot Kanjeng Adipati..."
"Luar biasa! Apa sebenarnya yang diinginkan wanita itu?"
"Dia ingin menjadi raja!"
"Perbuatan ini sungguh nekat! Wanita itu terlalu gegabah!"
Badin tersenyum mendengar tanggapan pemuda itu. "Apakah kau sungguh tidak tahu?"
"Apa?"
"Nyai Dukun Sirah tidak seceroboh yang kau duga"
"Hm, lalu...?"
"Kawasan Kadipaten Sanggriang sepertinya mendapat ancaman Nyai Dukun Sirah. Sang Adipati sendiri tak mampu berbuat apa-apa. Nyai Dukun Sirah telah membangun angkatan perang. Dan setiap saat, selalu mendesak kekuasaan Adipati Rapaksa," jelas Badin.
"Apakah Adipati Rapaksa tidak meminta bantuan pada kerajaan?"
"Tidak bisa. Sebab, semua tempat di seluruh kadipaten ini berada dalam jangkauan Nyai Dukun Sirah. Apalagi, perempuan tua itu memiliki seribu telinga. Mata-matanya tersebar di mana-mana. Pernah beberapa kali Adipati Rapaksa mengirim utusan rahasia kepada kerajaan. Namun tidak seorang pun yang pernah kembali. Diduga, mereka binasa atau ditawan Nyai Dukun Sirah..." lanjut Badin.
"Hm, ternyata kekuatan Nyai Dukun Sirah tidak bisa dianggap main-main!" desah Rangga.
Badin terdiam. Wajahnya muram seperti saat bercerita.
"Apakah Nyai Dukun Sirah menyengsarakan rakyat?"
"Ya! Rakyat merasa tertekan sekali. Mereka memungut pajak semaunya Dan anak buahnya sering berbuat keonaran. Banyak di antara penduduk desa berusaha kabur dan pindah ke desa lain. Namun tidak semuanya selamat. Nyai Dukun Sirah tidak kenal ampun. Semua orang yang membangkang dijatuhi hukuman mati.
"Apakah tidak ada rakyat yang memberontak?"
"Tidak. Mereka tidak berani melawan..."
"Para pemudanya?"
Badin terdiam. Kepalanya tertunduk. Lalu pandangannya dibuang ke tempat lain. Tidak terasa, malam telah berlalu. Dan subuh mulai datang ketika dari kejauhan terdengar kokok ayam jantan bersahutan. Namun keduanya masih terdiam.
Rangga mulai merasa yakin kalau Badin menyimpan satu rahasia terhadapnya. Wajah pemuda itu tampak suram, menyiratkan kesedihan yang dalam di hatinya. Perasaan putus asa dan nelangsa.
"Selama ini apa yang kau lakukan...?" tanya Rangga hati-hati.
"Tidak ada apa-apa..."
"Apakah keluargamu ada yang menjadi korban kekejaman mereka?"
Badin kembali terdiam.
"Kau ingin menuntut balas terhadap mereka? Aku bersedia membantumu," lanjut Rangga, merasa yakin kalau kesedihan yang dirasa Badin pasti berkaitan dengan ulah Nyai Dukun Sirah.
Badin menoleh dengan wajah suram. "Apa maksudmu?"
"Kalau benar apa yang kau katakan, maka Nyai Dukun Sirah bukanlah orang baik-baik. Dia penindas. Dan orang seperti dia harus dilenyapkan dari muka bumi. Nah! Bila kau berpikiran sama, maka aku bersedia membantumu," sahut Rangga menegaskan.
"Nyai Dukun Sirah hebat, dan sakti. Kita hanya berdua. Mana mungkin bisa melawannya..."
"Apakah tidak terpikir untuk menggerakkan semangat rakyat dalam melawan Nyai Dukun Sirah? Lagi pula, kita punya dukungan. Yaitu, dari sang adipati sendiri!"
Badin menghela napas. Berat.
"Kenapa? Kau tidak setuju?" desak Rangga.
"Aku terlalu pengecut untuk berbuat seperti itu...," sahut Badin lirih.
"Kenapa? Semua orang mampu melakukannya bila dalam dirinya ada sedikit semangat untuk membela kaum lemah!"
"Tidak! Tidak...!" bentak Badin keras. Pemuda itu bangkit, lalu menghantam dinding didekatnya hingga jebol. Kemudian kakinya melangkah lebar keluar.
Rangga segera menyusul dan menghadang di depannya. "Ada apa, Sobat? Apakah kau tidak ingin berbuat sesuatu bagi desa atau orang-orangmu?" tanya Rangga mencoba memompa semangat Badin.
"Aku tidak mampu! Aku tidak bisa...! Jangan halangi. Aku harus pergi! Aku sendiri pengecut..!"
Badin kembali berteriak. Dan dengan kasar, ditepisnya tangan Rangga. Lalu dia berlari kencang, kemana saja kakinya melangkah. Namun baru saja sepuluh tindak melangkah, mendadak beberapa sosok tubuh menghadang.
"Berhenti...!" bentak salah seorang penghadang.
"Setan alas! Minggir kalian...!" balas Badin, langsung mengayunkan kepalan tangan pada orang yang berada di dekatnya.
Wut!
Sodokan Badin ditangkis dengan sigap oleh orang itu.
Plak!
Namun Badin langsung berputar. Kemudian sebelah kakinya tepat menghantam dada.
Des!
Orang itu mengeluh kesakitan dan terhuyung-huyung ke belakang sambil mendekap dada.
"Kurang ajar! Pasti kau orang bertopeng yang membuat kekacauan, sehingga tawanan kita lari!" bentak yang lain geram.
Seketika lima orang serentak menyerang Badin.
"Heaaa...!"
Badin terkesiap, saat golok-golok lawan menyambar ke arahnya. Dia melompat ke belakang, sambil menangkis beberapa hantaman serta tendangan lawan.
Plak! Plak!
Dan seketika itu pula, Badin mencabut golok yang terselip di pinggang.
Trang!
Empat senjata para pengeroyok berhasil ditangkis Badin. Namun wajahnya berkerut seperti menahan beban berat. Lawan-lawannya ini agaknya bukanlah orang sembarangan. Tenaga dalam mereka kuat. Bahkan berada di atasnya. Sehingga pemuda itu terus meringis setiap kali senjatanya beradu. Bahkan telapak tangannya mulai terkelupas. Dan beberapa kali golok ditangannya nyaris terpental. Namun begitu, dia masih mampu bertahan dengan semangat menyala-nyala.
"Heaaa!"
Pada saat itu, Rangga datang membantu. Dia melompat melenting tinggi. Setelah berputaran diudara, Pendekar Rajawali Sakti menyerang salah seorang lawan.
Orang itu langsung menyambut Rangga dengan sabetan golok. Namun Rangga berkelit lincah. Bahkan tangan kanannya cepat menangkap pergelangan tangan lawan. Pada saat yang bersamaan, seorang lawan yang lain menyergap dari belakang.
"Hiiih!"
Rangga mencengkeram tangan lawan yang kemudian ditariknya ke belakang. Pada saat yang sama, tubuhnya membungkuk dan maju kedepan. Lalu....
Wut! Bres!
"Aaa...!" Golok itu meluncur ke belakang, dan menancap di jantung lawan yang berada di belakang Rangga. Terdengar jeritan panjang. Dan orang itu ambruk beberapa saat, sambil mendekap dada kirinya yang mengucurkan darah segar.
Sementara lawan Rangga yang tangannya masih dicengkeram tersentak kaget. Namun Rangga tidak mempedulikannya. Ditekuknya lengan orang itu hingga terdengar tulang berderak patah.
Krak!
Rangga tidak berhenti sampai di situ, tangan kanannya cepat bergerak.
Des!
"Aaa...!"
Kembali terdengar jeritan panjang. Dan tubuh orang itu kontan terjungkal. Begitu mencium tanah, tubuhnya menggelepar beberapa saat, lalu diam tidak bergerak.
"Yeaaa!"
Pada saat itu juga dua lawan lain melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti dengan kalap. Kematian dua orang kawan mereka, membuat amarah pengeroyok itu semakin berkobar.
Bet! Bet!
"Uts...!"
Dua golok berkelebat menyambar Rangga. Namun dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', Pendekar Rajawali Sakti menghindarinya lewat gerakan-gerakan manis yang sulit ditebak.
Tap! Wut!
Salah seorang membabat leher. Secepat itu pula Pendekar Rajawali Sakti membungkuk. Lalu tubuhnya dengan cepat, menangkap pergelangan salah seorang lawan dengan tangan kiri. Dan secepat itu pula, tangan kanannya menghantam dada.
Des!
"Aaakkh...!"
Orang itu menjerit kesakitan. Dan ketika seorang lagi menyerang, Rangga menyorongkan lawan yang dicengkeramnya, ke arah orang yang menyerangnya.
"Heh?!"
Bles!
"Aaa...!"
Bukan main terkejutnya lawan yang tengah menyerang Rangga. Goloknya ternyata menembus kawannya sendiri. Dan tahu-tahu, Pendekar Rajawali Sakti mengangkat orang yang dibuatnya sebagai tameng. Seketika Rangga melompat keatas sambil mengangkat orang yang masih dicengkeramnya. Dan seketika itu pula orang itu dihantamkan pada kawannya yang masih terpaku. Lalu...
Prok!
Aaakh....!"
Kedua kepalan mereka saling berbenturan hingga terdengar bunyi berderak. Keduanya kembali memekik. Darah kontan mengucur deras dari batok kepala mereka. Keduanya ambruk dan tewas seketika itu pula.
Tiga orang lawan yang tersisa sangat terkejut melihat sepak terjang Pendekar Rajawali Sakti yang pernah mereka tawan. Bahkan salah seorang yang tengah mengeroyok Badin, berusaha kabur dari tempat ini.
Rangga menendang salah satu golok lawanyang tergeletak di tanah. Seketika golok itu meluncur deras dan tepat menancap di punggung orang yang berusaha kabur.
Creb!
"Aaa...!" Orang itu memekik, langsung tersungkur ke depan.
Melihat tidak ada lagi kesempatan untuk kabur, dua orang yang tersisa menghentikan perlawanan. Mereka segera membuang golok masing-masing pertanda menyerah.
Pendekar Rajawali Sakti mendekati mereka dengan tatapan dingin.
"Kalian tahu? Aku tidak biasa berbuat kejam seperti tadi, kecuali bagi orang-orang yang berbuat jahat terhadapku. Seharusnya kalian berdua kubunuh!" ancam Rangga dingin.
"Oh, ampun! Ampuni kami, Tuan Pendekar..!" ratap mereka serentak seraya berlutut.
Sepak terjang Rangga barusan membuat mereka bergidik ngeri. Pemuda itu bertindak tidak kepalang tanggung. Bahkan dengan mudah membinasakan kawan-kawannya.
"Kuampuni kalian. Kembalilah. Dan katakan pada majikanmu, Pendekar Rajawali Sakti tidak akan tutup mata melihat kekejaman!" kata Rangga tegas.
"Eeeh! Ba..., baik..."
"Cepat pergi!" bentak Rangga.
Tanpa menoleh lagi kedua orang itu langsung kabur dengan terbirit-birit. Sementara itu Badin masih terpaku di tempatnya. Dia tidak percaya, pemuda itu mampu membereskan lawan dalam waktu singkat. Tapi hal yang membuatnya kaget adalah, ketika Rangga menyebutkan siapa dirinya yang sebenarnya.
"Pendekar Rajawali Sakti...?" gumam Badin saat Rangga tersenyum memandangnya.***
KAMU SEDANG MEMBACA
153. Pendekar Rajawali Sakti : Pemuas Nafsu Iblis
AcciónSerial ke 153. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.