Megan melambaikan tangan kanan nya kearah pria yang dimaksud. Kebetulan pria itu selesai memesan pesanannya dengan pelayan didepannya “Dave, kemari lah.”
DAVE? What the… ah tidak! Tidak mungkin itu Dave mantan ku, yang bernama Dave kan banyak.
Pria yang dipanggil pun menoleh kearah Megan. Astaga ternyata benar! Itu Dave Colditz! Pria itu berjalan menghampiri kami bertiga sementara aku hanya menunduk. Aku bingung harus bagaimana. Aha! lebih baik aku berpura-pura saja tidak mengenal nya.
“Niall, kenalkan ini Dave, pacarku.”ucap Megan lalu Niall menyodorkan tangannya ke Dave. Dave menyambut tangan Niall dengan ramah.
“Oh ya Niall, aku juga ingin berkenalan dengan temanmu.” Megan melirik ke arahku. Lantas aku menaikkan kepalaku. Duh, sekarang mengapa mataku tertuju kepada Dave? Dengan cepat aku memalingkan wajahku kearah Megan.
“Megan, kenalkan ini Tiffany dan Tiffany, ini Megan, dia tetanggaku.” Aku membalas tangan Megan yang sudah terlebih dulu menyodorkan tangannya ke arakhu. Aku juga membalas senyum ramahnya Megan walaupun didalam hati aku masih belum percaya kalau Dave sudah menemukan penggantiku.
Aku mencoba tenang dan tidak melirik ke Dave. “Oh ya, Tiffany, ini Dave ia pacarku.” Yah, kali ini aku harus melirik ke arahnya. Kulihat Megan berusaha menarik pelan tangan Dave untuk menyodorkan tangan ke arahku.
“Ha-hai…uh, a-aku Dave.” Tanpa kau beritahu, aku juga tahu namamu, Dave.
“I-iya, aku Tiffany.” Ah,kenapa aku mengatakan ini terbata-bata seperti Dave?
Setelah perkenalan kami, seperti yang kuduga Niall mengajak Megan dan Dave bergabung dengan kami. Jujur, aku sangat menghindari berkontak mata dengan Dave. Maka aku mencoba mencari kesibukan sendiri dengan berpurua-pura melanjutkan tugas yang Niall kerjakan padahal aku membuka Twitter ku. Dave juga sedang asyik dengan ponsel nya. Dia masih saja tidak berubah… Melihatnya begini, aku jadi ingat saat kami mengakhiri hubungan kami di taman.
“Dave,Tiff, kenapa kalian diam saja?” Suara Megan yang terdengar sok ramah memecahkan lamunanku.
Aku segera berpura-pura kembali mengetik. Aku melirik Megan, Niall, dan Dave secara bergantian “Aku sedang mengerjakan tugas.” jawabku acuh. Sedangkan Dave masih asik dengan ponsel nya tidak menggubris perkataan Megan.
Aku merasa canggung diantara mereka selama ber jam-jam karena ada Dave di depanku. Kurasa Dave juga merasakannya. Tak terasa matahari mulai tenggelam dan kebetulan tugas yang kami kerjakan sudah selesai. Kurasa aku bisa punya alasan untuk pulang.
Aku menutup Laptopku dan menaruhnya di tas “Aku pulang duluan ya. Sudah sore, bye!” Aku membalikkan badan menuju pintu keluar tanpa memperdulikan jawaban dari mereka. Kuharap salah satu dari mereka tidak ada yang mencegah ku. Tapi memang tidak ada yang mencegah ku. Lantas aku menyebrang jalan menuju halte yang kebetulan sudah ada bus yang berada disitu. Dengan cepat aku menaikinya.
***
Suasana taman di kampus hari ini sangat ramai. Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu-lalang, ada yang sedang mengobrol dengan teman nya dan ada juga yang sedang…uh bermesraan dengan pacar nya. Sementara aku hanya duduk sendirian di bawah pohon sambil memakan burger sedang menunggu jam kelas ku dimulai, yeah forever alone. Tadinya ada Alex yang menemaniku disini tetapi tiba-tiba Harry datang dan mengajak nya ke Ruang Seni. Tentu saja Alex lebih memilih bersama Harry ketimbang bersama ku. Kurasa Alex sudah mulai bosan berteman dengan ku.
“Tiffany? Tiffany Alvord?” mendengar ada yang memanggil namaku, aku pun langsung berhenti mengunyah lalu menengok ke arah sumber suara “Bolehkah aku duduk disini?” lanjutnya lagi.
“Ya tentu. Ngomong-ngomong kau siapa?” tanyaku kepada laki-laki yang barusan memanggilku. Ia duduk disebelah ku.
“Aku Tanner Patrick, kau bisa memanggilku Tanner.”
“Oh Tanner…oke. Aku Tif--“
“Aku sudah tau nama mu Tiffany Alvord.” Huh? Jadi ia stalker?
Aku masih menatapnya dengan bingung dan ia hanya menaikkan alis nya. “Darimana kau tahu namaku?” tanyaku.
Tanner terkekeh pelan “Aku melihat video mu di Youtube, suara mu bagus sekali.”
Oh ternyata ia melihat video ku, kukira ia stalker yang ingin memata-matai ku haha kau terlalu percaya diri Tiff. “Terimakasih.” Aku tersenyum kepadanya, ia hanya membalas senyumanku. Sekarang aku dan Tanner sama-sama diam. Aku masih asyik memakan burger ku dan Tanner juga sedang asyik melihat-lihat sekeliling. Aku tidak suka situasi seperti ini, Awkward Moment.
“Uh…Tanner, aku tidak pernah melihat mu disini. Kau masuk jurusan apa?” ucapku mencoba menarik perhatian nya.
“Aku jurusan Ekonomi.” Balasnya kemudian ia tersenyum tipis. Oh… ia jurusan Ekonomi, pantas aku tidak pernah melihatnya. Karena ruang kelas Ekonomi terletak di belakang kampus. Aku hanya membalas senyuman nya lalu memakan burgerku kembali. Aku bingung harus mengatakan apa. Mungkin karena kami baru saja kenal, jadi kami sama-sama canggung.
“Tiffany, aku ingin mengatakan sesuatu.”
Ucapannya membuatku menoleh ke arahnya “Apa yang kau ingin katakan?”
“Uh…apakah…apakah kau…arghh susah sekali mengatakannya,” Ia menggaruk kepalanya seperti orang kebingungan. Apa yang ingin ia katakan sehingga ia seperti itu? Aku hanya menatapnya berharap ia melanjutkan perkataan nya. “Tiffany, apakah kau mau….”
A/n
Haihaihaii:) maaf ya pendek chapternya.-. lagi ngestuck nih huhu... ohiya,nambah lagi ya cast nya, Tanner Patrick as himself on mulmed.
I know cerita ini gaje bgt(?) tapi bisa kan vomments?._. vote doang juga gapapa kok asalkan ninggalin jejak hehe^^
miranda&kanya
KAMU SEDANG MEMBACA
Blank Space
FanfictionGot a long list of ex-lovers, they'll tell you I'm insane. But I've got a blank space baby and I'll write your name. Tak peduli seberapa banyak nama yang sudah terukir di hati, tetap ada tempat kosong untuk menuliskannya lagi. ©2014 by mirandaarun...