30. Ruang Teater

879 118 20
                                    

"Bolehkah aku menyerah pada semesta jika hidupku seakan tidak berguna?"

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'3.6.5'

"Kakang Rama, apakah Kakang benar-benar cinta kepadaku?"

"Tentu saja, aku akan melakukan apa pun untukmu."

Kala menghembuskan napasnya, pandangannya masih terfokus pada pertunjukan teater di hadapannya. Namun, tidak dengan pikirannya. Sejujurnya ia tidak suka menyaksikan pertunjukan teater seperti ini namun para guru mewajibkan semua murid Dalaksa Art School untuk menyaksikan pertunjukan ini sebagai bentuk dukungan terhadap anak seni teater.

Kala menolehkan kepalanya ke arah kelas Atlan berada. Ia menghela napasnya lagi ketika melihat Clatira menyandarkan kepalanya pada bahu Atlan dan laki-laki itu tidak menolaknya sama sekali.

"Padahal emang masih suka tapi sok-sok-an bilang enggak." Kala menggerutu di dalam hatinya kemudian arah pandangnya kembali lagi pada panggung cukup besar. Ia bahkan tidak tahu sebenarnya orang-orang di sana sedang melakukan apa karena menurutnya sangat membosankan. Bukannya ia tidak menghargai seni hanya saja mereka kurang berhasil membawa penonton larut ke dalam ceritanya.

Buktinya, banyak siswa-siswi Dalaksa Art School yang sibuk sendiri bahkan tak jarang dari mereka yang terus menguap, padahal biasanya anak seni teater selalu berhasil menampilkan drama yang bagus tapi tidak dengan hari ini.

Kala mendongakkan kepalanya ketika tangannya tiba-tiba saja ditarik oleh seseorang.

"Ikut gue!"

Kala ingin menahannya namun tenaga Rezvan lebih kuat sehingga ia hanya bisa mengikuti langkah kaki Rezvan yang lebar.

"Masuk!" Rezvan mendorong tubuh Kala untuk masuk ke dalam mobil dan setelahnya ia langsung menutup pintunya dengan kencang, Kala tidak tahu kemana Rezvan akan membawanya di saat kegiatan sekolah masih dilaksanakan.

"Mas Atlan ini mau kemana lagi coba?!" Pak Budiman—satpam di Dalaksa Art School berteriak ketika Atlan berlari hingga keluar dari area sekolah namun tidak lama setelah itu ia kembali.

"Pak, liat Kala sama Rezvan nggak?"

"Liat, tadi Mas Rezvan bawa Neng Kala pake mobilnya."

"Kenapa Bapak biarin?! Bapak 'kan tahu kalo Rezvan selama ini nggak suka sama Kala!"

"Atuh gimana, Mas. Naik mobilnya cepet banget kalo saya hadang nanti saya ditabrak lagi. Mati dong saya, bayangin aja gimana nanti Mas kalo saya sampe ke tabrak? Gimana nasib anak istri saya? Emangnya Mas Atlan mau gantiin saya buat mencari nafkah?"

Atlan menghembuskan napasnya kemudian memilih untuk mengambil motornya. Ia melaju dengan kecepatan di atas rata-rata dan tidak mempedulikan teriakan satpam di sekolahnya.

3.6.5 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang