"I got you girl"
Aku terpaku. Jantungku rasanya akan keluar dari tempatnya. Aku melihat mata itu dengan seringai yang seolah akan menerkamku kapan saja.
"Baiklah Ray. Mari kita bicarakan ini baik-baik. Aku tidak akan lari lagi". Aku mencoba untuk bernegosiasi atas nasibku. Laki-laki ini sulit ditebak. Aku tidak tahu apa saja yang bisa dia lakukan padaku.
"Apa aku terlihat ingin berbicara baik-baik denganmu. Tidak setelah kau berani menyentuh wajahku".
Dapat ku simpulkan dia benar-benar menyimpan dendam padaku.
"Okey, I'm sorry. Tapi aku bukan orang gila yang akan menampar orang tanpa alasan. Jika kau bisa menjaga ucapanmu aku tidak-"
"Jadi kau ingin minta maaf atau masih ingin play victim?". Katanya memotong ucapanku.
Akhirnya dengan wajah yang sangat memelas dan sebal. "I'm sorry, itu salahku sepenuhnya salahku. Bahkan kau tidak salah sedikitpun semuanya salahku telah menamparmu. Sekali lagi maafkan aku".
Tidak ada pilihan lain sebelum aku mati di tangannya aku harus menuruti permintaannya walaupun jika bisa jujur ini sangat melukai harga diriku.
"Seharusnya dari awal kau menyatakan itu tanpa membuang waktuku". Kata laki-laki itu lalu pergi masuk ke dalam kelas.
Aku yang masih tercengang dengan responnya hanya mampu berdiri di depan pintu kelas. Serius, hanya itu ? Selama 2 hari ini aku menjadi seperti kriminal yang lari darinya dan dia ternyata hanya ingin mendengarkan kata maaf dariku.
Maksudku, ya aku lega dia tidak berbuat aneh-aneh denganku tapi ekspetasiku setidaknya dia akan membuliku atau menjadikanku budaknya untuk membalas dendamnya seperti didalam cerita novel yang selalu ku baca.
Tapi dia hanya ingin kata "MAAF". Seharusnya dia bilang dari awal jadi aku tidak perlu lari seperti orang yang sudah melakukan pembunuhan.
Mulai sekarang aku harus berhenti membaca novel-novel yang dapat mempengaruhi jalan pikiranku.
----------------------------
Kali ini aku menunggu Emily didepan gerbang sekolah yang baru 3 hari ku tempati ini. Aku benar-benar harus bertemu dengan Emily untuk menceritakan kejadian tadi padanya.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya aku melihatnya dari berjalan kearahku sambil melambai. Sepertinya dia sudah berhasil melewati masa terpuruknya.
"Wow, lihat siapa yang menungguku". Sindirnya.
Memang aku selalu pergi kesekolah bersamanya tapi jika pulang aku selalu pulang dahulu tanpa menunggunya. Alasannya sederhana, aku lupa atau aku ingin lari dari Ray.
"Ayo pulang, ada yang ingin kuceritakan padamu".
Tanpa basa basi aku langsung menarik tangannya sambil berjalan beriringan. Aku menceritakan semua kejadian pagi tadi tanpa kurang sedikit pun.
"Dia memang seperti itu, aneh". Respon Emily ku setujui.
"Apa dia memang seperti itu, selalu menakutkan orang" tanyaku penasaran.
"Dia mungkin tidak bermaksud menakutimu tapi ini mengenai harga diri. Kau sudah menamparnya dan tidak ada lain yang pantas untuk kau lakukan selain minta maaf dan mengakui kesalahanmu". Kata Emily.
"Apa kau membelanya sekarang ?".
"Tidak, aku sudah menyukainya cukup lama jadi aku tahu bagaimana otak orang-orang sepertinya bekerja".
"Baiklah, apapun yang aku katakan akan salah di mata orang yang sedang mabuk cinta". Candaku sambil kami masih berjalan menuju kerumah.
"Aku rasa aku akan berhenti menyukainya". Raut wajah Emily seolah tidak mendukung apa yang baru saja ia ucapkan.
"Emily, rasa suka itu wajar kau bisa menyukainya itu hakmu karna itu perasaanmu. Yang tidak bisa kau lakukan adalah memaksakan perasaannya. Aku pernah menyukai beberapa laki-laki dimasa laluku tapi percayalah perasaan itu tidak akan bertahan lama semuanya akan hilang seiring dengan berjalannya waktu"
Aku benar-benar berharap apa yang coba kusampaikan dapat diterima oleh Emily, Dia sepupuku juga orang paling dekat denganku saat ini. Aku tidak ingin dia menjadi pecundang hanya karna spesies yang dipanggil "CINTA".
"Berhentilah bersekolah dan jadilah dokter cinta". Kata Emily sambil tertawa. Dia mungkin bercanda tapi aku tahu dia mengerti ucapanku. Mungkin saja dia tidak ingin membahas ini terlalu jauh.
"Kau benar, aku harus berhenti sekolah" Kataku sambil tertawa yang disambut oleh Emily.
Dari sekolah ke rumah mengambil waktu setidaknya 15 menit jika berjalan kaki. Sebenarnya bisa naik bis tapi aku memilih untuk berjalan saja karna Emily juga selalu berjalan. Cuaca hari ini juga tidak terlalu panas walaupun sedang musim semi. Sempurna untuk pejalan kaki seperti kami yang lebih banyak bercanda dari berjalan.
--------------------------
Sebelum tidur aku biasanya akan membaca beberapa novel anggap saja sebagai penghantar tidur. Tapi malam ini aku menerima pesan dari nomor yang belum ada dikontakku. Pada awalnya aku berniat untuk mengabaikan pesannya tapi ternyata ada panggilan masuk. Daripada aku harus menjawab panggilan itu aku memutuskan untuk membalas saja pesannya.
"Who?". Balasku singkat
"Its me, Aiden".Tidak pernah terpikirkan olehku jika anymous itu ternyata adalah Aiden. Aku cukup kaget. Terserah jika ada yang bilang aku terlalu percaya diri tapi berdasarkan pengalamanku ini adalah langkah pendekatan yang dilakukan Aiden kepadaku.
"Oh, ternyata kau". Balasku lagi
Aku memang begini sejak dulu bahkan sebelum aku masih Melati jika ada yang laki-laki mendekatiku, Aku akan berlagak tidak peduli dan itu akan membuat mereka semakin penasaran denganku.
"Maaf menghubungimu larut malam. Aku meminta nomormu dari Anna"
"Its okey"
"Apa kau belum mengantuk".Ini mulai membuatku jenuh. Pertanyaan yang mainstream. Jika aku mengantuk aku akan tidur dan tidak membalas pesanmu. Tapi dikarnakan Aiden cukup tampan akan ku layani saja kali ini.
"Belum, aku sedang membaca buku".
Aku tidak akan menyebut itu novel hanya buku agar itu terlihat keren. Seolah aku adalah gadis pintar yang gemar membaca buku-buku sejarah atau rumus-rumus.
"Apa kau suka membaca ?"
Sekali lagi pertanyaan bodoh. Aku tidak akan membaca jika aku tidak menyukainya. Sekali lagi ia gagal mencapai ekspetasiku tapi sekali lagi wajah tampan dan senyum candu itu menyelamatkannya.
"Ya, aku suka"
"Aku juga menyukainya"
"Membaca ?"
"Tidak, aku menyukaimu".WHAT THE-
-------------------------------
PLEASE VOTE AND COMMENT
THANK YOU :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasmine
أدب المراهقينBunga Jasmin, cukup sederhana.Tidak memiliki warna lain dibalik warna putihnya. Pada matahari ia hidup pada angin ia menyapa. Andai hidupku sesederhana dan sesuci Jasmine. Pasti bukan ini jalan yang ku susuri. Ini mengenai aku dan takdirku. Dan tent...