Chapter 1

531 58 10
                                    

Alarm ponselnya berbunyi nyaring di atas nakas, memaksa seorang lelaki mungil bernama Mark Lee, yg masih bergelung nyaman di bawah selimut, meraih malas-malas benda pipih persegi panjang itu lalu mematikan bunyinya. Sesaat ia mengucek kedua matanya, bisa merasakan sebuah beban yang melingkar di pinggangnya.

Mark berbalik dan menemukan wajah lelaki bernama Lee Taeyong masih merapatkan matanya tertidur. Jelas ini masih terlalu pagi bagi lelaki itu membuat saat dirinya memeluk tubuh mungil Mark terlihat sangat lucu.

"Morning, sayang," Mark mengecup singkat bibir kekasihnya itu, yang sedikit terganggu.
"Morning, baby," suara serak Taeyong terdengar meski belum membuka matanya sempurna.
"Aku harus bersiap-siap."

Tampak Taeyong mengangguk sedikit lalu melepaskan lengannya di pinggang ramping Mark. Dengan segera, lelaki mungil itu turun dari tempat tidur dan langsung berlari ke kamar mandi.

Waktu memang masih pukul lima lewat tiga puluh menit pagi. Biasanya Mark pun tidak pernah bangun sepagi ini. Dia akan bangun saat Taeyong sudah terlebih dahulu bangun dan menyiapkan sarapan karena akan berangkat bekerja. Keduanya memang sudah dua tahun tinggal bersama di sebuah apartemen sederhana.

Taeyong adalah seorang chef di sebuah restoran Perancis di kawasan Mapo-gu, sementara Mark baru saja lulus dari Universitas Yonsei jurusan jurnalistik dan belum mendapatkan pekerjaan. Kebetulan pagi ini dia menerima panggilan wawancara di salah satu tempat dimana dua minggu lalu dia mengirimkan lamaran.

Usai menghabiskan waktu setengah jam mandi dan bersiap-siap, Mark melihat Taeyong sedang duduk di sandaran tempat tidur.

"Kau mau ku buatkan sarapan dulu, baby?" tanya lelaki bersurai hitam itu. Jelas sekali disini Mark tidak bisa memasak sehingga urusan dapur menjadi tanggung jawab Taeyong.
"Tidak usah. Aku bisa membeli sarapan di stasiun sekalian berangkat," jawab Mark mengikatkan tali di sepatu vantopel hitamnya, "kembalilah tidur, kau baru saja pulang jam satu tadi malam, bukan, hyung?"
"Setidaknya aku ingin mengucapkan kalimat penyemangat untuk kekasihku dulu," ucap Taeyong, membuat Mark terkekeh.

Mark merapikan rambut cokelatnya seadanya di depan cermin, kemudian menghampiri Taeyong dan kembali mendaratkan bibirnya di bibir kekasihnya itu.

"Semoga berhasil, baby," kata Taeyong.
"Terima kasih, sayang. Sampai jumpa," kata Mark, berbalik dan berjalan ke arah pintu depan.

Aktifitas orang-orang yang hendak melakukan kegiatan masing-masing tampaknya sudah bergeliat pagi ini. Jelas saja, ini tepat hari Senin pula, sebagai kota tersibuk di negeri ini, Seoul tentu pusat dari segala kegiatan. Jalan raya mulai dipadati kendaraan pribadi dan umum. Mark memilih menggunakan kereta bawah tanah atau MRT untuk menuju ke tujuannya.

Sesampainya di salah satu stasiun terdekat, tak lupa ia membeli roti isi berukuran besar dan kopi dengan cup di salah satu kios. Dengan sedikit tergesa dan berdesak-desakan memasuki kereta yang muncul, ia berhati-hati agar makan paginya itu tidak berakhir di lantai kompartemen dan terinjak massa.

Tepat setelah keretanya berhenti di kawasan Gangnam-gu, Mark turun bersama puluhan orang lainnya dari kereta. Jelas sekali semua orang tampak terburu-buru menuju tujuannya. Namun Mark dengan santai menaiki tangga dan menghabiskan sisa roti isinya dengan tenang, lalu menenggak kopinya sampai tak bersisa saat sampai di puncak tangga.

Sepanjang jalanan Gangnam-gu, yang berjajar gedung-gedung menjulang tinggi di samping kanan dan kiri, Mark memerhatikan setiap orang yang berlalu-lalang di trotoar. Yang menjadi perhatiannya, berragam tipe pakaian yang mereka kenakan menampakkan keanggunan dan kewibawaan yang luar biasa sekali. Baik lelaki maupun perempuan nampak saling beradu kelihaian mereka dalam berpakaian dari ujung rambut hingga ujung kaki, tentu tak lupa brand yang mereka gunakan. Penampilan wajar yang bisa kau temukan di kawasan bisnis seperti Gangnam-gu ini.

The Devil in Dolce & GabbanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang