FFTL-CHAPTER 03

1 0 0
                                    

***

Dua orang laki-laki dan perempuan sedang berdiri tegak sambil mengangkat tangan kanannya. Mereka mengangkat kepalanya ke arah atas yaitu sang bendera merah putih. Ah ... sepertinya kalian sudah tau bukan? Ya, mereka sedang menjalani hukuman. Karena, telat hanya 5 menit. Ini bukan sekali. Tapi sudah kesekalian kalinya.

"Zi, udah mulai panas nih," bisik seorang perempuan, yang tak lain adalah Ana.

"Sama, gue juga. Masa iya kita kabur? Noh, masih diliatin Pak Agam dari tadi." Ziano pun sama, dia berbicara sambil berbisik.

"JANGAN NGOBROL KALIAN!" teriak Pak Agam yang sudah kesal dengan kedua orang itu. Heran, tidak ada kapoknya sudah sering di hukum masih saja telat. Pikir Pak Agam.

Pak agam Abdilah, dia dikenal sebagai guru killer yang sangat cinta akan kedisiplinan. Sekalipun ada murid yang tidak memakai sabuk atau atribut sekolah pasti akan kena hukuman. Dasar Pak Agam ini berlebihan.

"Kan, lo sih Za," tuduh Ziano menyalahkan.

"Kok lo nyalahin gue?" Ana berucap dengan mencebikan bibirnya.

"Ya, lo lah lama. Bangun juga kesiangan. Jadi telat lagi, dihukum lagi, panas-panasan lagi."

"Ya ... lo tau gue lah, Zi, udah biasa juga, 'kan?"

"DIAM!" Pak Agam berteriak lagi melihat kedua orang itu masih mengobrol.

***

"Es kelapa 2 bu," pesan Ziano kepada ibu kantin.

Setelah selesai melaksanakan hukuman nya sampai jam istirahat, mereka segera pergi ke kantin.

"Eh, kalian telat lagi?" Renald datang bersama reki dan derio. Lalu duduk.

"Iya, nih si Ezaa kesiangan bangun nya," jawab Ziano melirik Ana. Yang sedang fokus meminum es kelapa tanpa menghiraukan ucapan-ucapan orang di sekelilingnya.

"Sekarang pelajaran bu sumi, 'kan? Deg-degan gue ngeliat hasil ulangan minggu kemaren," ucap Renald was-was.

"Gue mah santai santai aja," kata Reki santai.

"Yeu, lo mah sih gak aneh pasti setiap ulangan nilai lo paling kecil," ucap Ziano menjitak kening Reki.

"Liat noh, yang pinter mah biasa aje," ujar Ana melirik ke arah derio.

"Iya lah, dia mah pasti ketebak nilai nya paling gede," sahut Renald menimpali.

"Eh, Za gimana kalo kita lomba, yuk?" ajak Ziano.

"Lomba apaan?" tanya Ana, ikut penasaran.

"Siapa yang nilai nya paling kecil harus neraktir, dan jalan-jalan, setuju?"

"Oke! Siapa takut."

Bel pun sudah berbunyi mereka segera memasuki kelas.

"Selamat siang anak anak," sapa bu sumi. Yang di jawab 'SIANG BUU' oleh semua murid.

"Hari ini ibu membagikan ulangan kemarin, ya. Silahkan lihat yang nilai nya kecil harus rajin lagi belajar nya jangan malas-malasan," nasehat bu sumi sambil membagikan kertas ulangan nya.

"Yes!" seru Ana saat melihat kertas ulangan Ziano. Ternyata nilai Ziano lebih kecil dari pada dirinya. Ana berhasil mendapat nilai 90 dan Ziano 85. Hanya berbeda 5 angka. Tetapi tetap saja kan Ana lebih besar?

"Pokoknya lo harus neraktir sama ngajak gue jalan-jalan," ujar Ana kesenangan.

"Nyesel gue ngajakin lo taruhan," jawab Ziano lesu. Dia sebenarnya sengaja mengajak Ezaa taruhan. Sepertinya, sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama sahabatnya itu. Bisa saja ia mengajak Ezaa tapi Ziano terlalu gengsi.

Setelah itu, mereka belajar sampai jam pulang sekolah.

"Yuk!" ajak Ana menarik lengan Ziano.

"Sabar napa, Za?" tanya Ziano yang sedang membereskan buku-buku nya lalu memasukkannya ke dalam tas.

"Yeay!" Ana berseru di dalam mobil dan kepala nya keluar jendela mobil Ziano. Iya hari ini Zian membawa mobil. Karena, motornya masih di bengkel. Motornya sih sudah dibenarkan. Tapi Zian malas mengambil motornya.

"Za, jangan gitu nanti kepala lo ke tebas mobil lain," peringat Zian penuh dengan rasa khawatir.

"Ya udah, gini aja," ucap Ana sambil menjatuhkan kepalanya di paha Zian. Sekarang terbalik, kakinya  yang berada di luar jendela. Dasar Ana ini!

"Sinting emang lo, Na, nggak kepala, nggak kaki, sama aja."

"Bodo amat."

"Mau kemana?" tanya Ziano, dengan pandangan masih fokus ke arah jalan.

"Kemana aja terserah lo."

"Ke caffe biasa?"

"Okey."

Mereka pun sampai di caffe biasa tempat mereka nongki-nongki.

"Ah, penuh lagi Za gak ada tempat lagi gimana, dong?" tanya Ziano.

"Nunggu orang-orang keluar aja," jawab Ana santai.

"Lama, ke taman aja, ya? Beli _ice cream_."

" Ice cream? Boleh tuh, yuk!" balas Ana semangat. Ana baru ngeh di taman kota ada yang jual ice cream yang sangat enak. Menurutnya.

"Dari tadi aja gak usah ke caffe."

"Dih, orang lo yang ngajakin ke kaffe."

"Iya iya cewek maha benar," cibir Ziano. Yang hanya ditanggapi kekehan oleh Ana. Mereka lalu pergi menuju Taman Kota.

***

"Zi, beliin sono, gue nunggu di sini," suruh Ana yang sudah tidak sabar memakan ice cream.

"Sabar Za baru juga nyampe," jawab Zian yang menutup pintu mobil.

"Buruan! Cepet!"

"Bang ice creamnya dua."

"Ini A," ujar si abang sambil memberikan dua Cone ice cream ini jika memanggil orang dia selalu manggi Aa. Itupun kalau laki-laki. Sedangkan  perempuan di panggil nyi. Mungkin abang ini orang sunda.

"Ini uangnya," sodor Zian.

"Iya, makasih."

"Nih." Zian menyodorkan ice cream kepada Ana yang sedang duduk di kursi taman.

"Makasih," jawab Ana senang.

Mereka menghabiskan waktu di taman itu sampai maghrib. Banyak yang mereka lakukan di sana. Bermain dengan anak kecil, main gelembung sabun, dan berlari-larian. Sekarang mereka menuju jalan pulang. Di mobil, Ana tertidur sagat pulas. Sepertinya dia kecapean.

"Za," panggil Ziano. Tapi tidak ada sahutan.

"Za," panggil nya lagi, dan masih tidak ada sahutan.

"Na, lo kok-- eh si curut malah tidur."

"Gemesshh deh kalo lagi tidur," ucap Zian sambil mengelus rambut Ana.

'Andai dulu kita gak berjanji buat tidak saling mencintai. Mungkin sekarang kita pacaran Za.'  Ziano membatin.

From Friends to Lovers✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang