Rana menyibak selimut tebal yang menyelimuti tubuhnya. Namun, ketika ia akan bangun badannya tertahan oleh sebuah tangan yang memeluknya erat. Di awal-awal pernikahan Rana memang terasa agak canggung dengan posisi seperti ini tetapi lambat laun ia terbiasa. Ia menghembuskan nafas kasar. Cakra adalah manusia paling susah bangun menurut Rana.
"Kak, bangun! Sudah mau subuh,"ujar Rana berusaha membangunkan suaminya itu.
Lelaki itu masih memejamkan mata dan dengkuran halus pun masih terdengar. Ia mencoba membangunkannya dengan menggoyang-goyangkan badan suaminya itu dan memanggil namanya. Namun, semua usahanya nihil, sang suami masih setia dengan alam mimpi.
Dengan putus asa akhirnya Rana akhirnya mencoba cara terakhir, mencabut bulu kaki suaminya itu. Ia terkikik geli ketika akan melakukannya. Sebelah tangannya mencoba meraba-raba kaki suaminya yang melingkari tubuhnya. Ia mencubit beberapa bulu kaki pria itu dan mencabutnya kasar.
"AW, SAKIT DEK!" mata Cakra membulat seketika merasakan sakit di kakinya.
Rana yang mendapi tangan Cakra berpindah segera memanfaatkan kesempatan itu untuk menjauh dari kungkungan suaminya itu.
"Wleek, sukurin. Salah kakak nggak bisa dibangunin nggak bisa," ucap gadis itu sambil menjulurkan lidahnya seakan mengejek suaminya itu.
"Nasib...nasib, punya istri masih bocah begini banget. Jahilnya minta ampun," gerutunya pada diri sendiri.
"Enak aja! Aku sudah dewasa ya kak! Sadar diri dong, kakak juga jahil pake banget" elak Rana tidak terima.
"Sudah dewasa ya? Sini buktiin,"ujar Cakra jahil sambil tertawa-tawa pelan.
Rana langsung berdiri dari ranjang itu dan menimpuk Cakra dengan bantal yang ada di dekatnya, "DASAR MESUM!"
Rana yang malu segera berjalan menuju kamar mandi di kamar mereka. Tak memedulikan Cakra yang menertawakan dirinya. Entah kenapa Cakra suka sekali menggoda istrinya itu.
"Loh, Dek mau kemana? Katanya mau buktiin kalau sudah dewasa?" ujar Cakra masih sambil tertawa terpingkal-pingkal. Pertanyaan itu pun tak digubris oleh Rana yang buru-buru mengambil handuk.
***
Rana masih ingin menghindar dari Cakra. Ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan menuju dapur. Terlihat Wina yang sudah siap sedia di dapur dibantu Mbak Ira dan Bi Min yang merupakan asisten rumah tangganya. Rasa penasarannya yang cukup tinggi akhirnya membuat Rana melangkahkan kakinya semakin mendekat.
"Masak apa, Mah?" tanya Rana penasaran.
"Mau buat opor ayam sama cake. Ayo sini bantuin mama," jawab Wina sekaligus memerintah pada Rana.
"Kok pagi-pagi udah buat cake, Ma? Ini opornya porsinya juga kok lebih banyak?"
"Kamu nggak tau hari ini hari apa, Na?" tanya Wina sambil menatap menantunya itu.
Rana berusaha mengingat-ingat. Mengais memori yang ada di kepalanya. Namun, rasanya sulit sekali atau memang dia tak tau tentang hari ini.
"Hari Rabu, Ma."
"Iya hari Rabu sekaligus ulang tahunnya Cakra. Diam dulu ya kalau Mama bikin Cake buat dia," ujar Wina dengan sumringah.
"Nanti rencananya mau bikin surprise kecil-kecilan buat Cakra," tambah Wina.
Rana hanya mengangguk-angguk sambil melanjutkan pekerjaannya, memotong bawang. Kali ini ia bertugas memotong bawang karena hanya itu yang belum dikerjakan oleh Mbak Ira dan Bi Min. Walaupun matanya perih, Ia berusaha mencoba melakukan pekerjaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[IM]PERFECT FATE - UNPUBLISHED SEBAGIAN
General FictionKirana, a girl with complicated mind. She has been hurt too many times. She looks strong enough to face her fate. But, if you look closer she's dying. Fate doesn't care about her plans. She's mentally exhausted. Cakra, a charming guy with myster...