"Tante, kalau mau beli stationery di sini dimana ya?" tanya Rana sambil menghampiri Tante Wina dan duduk di sampingnya.
"Aduh, tante kurang tau. Coba deh nanti tante tanya Cakra," balas Tante Wina.
"Cak, turun dulu ke sini!" teriak Tante Wina kepada Cakra yang sedang berada di lantai 2.
"Apasih, Ma? Masih pagi juga, ngantuk," balas Cakra.
"Kamu tuh ya, di rumah kerjaannya tidur terus. Kayak nggak pernah tidur aja," ucap Tante Wina menyindir putranya.
Dengan sedikit terpaksa, lelaki itu menuruni tangga dan mengambil posisi duduk di samping mamanya di depan tv.
"Bangun, Cak. Bangun!" perintah Tante Wina melihat Cakra yang tiba-tiba menyender di bahu mamanya. Lelaki dewasa itu terlihat kekanakan sekali jika di dekat mamanya. Sepertinya memang benar, sedewasa apapun seorang anak ia akan bertingkah manja pada mamanya di waktu tertentu.
"Ngantuk mah, rumah sakit rame banget. Baru pulang subuh tadi," balasnya.
"Yaudah nanti siang anterin Rana cari stationery, sana-sana balik kamar lagi kalau mau tidur," ucap Tante Wina sambil mendorong Cakra pelan.
Rana mengamati interaksi kedua orang itu. Sungguh keluarga yang hangat. Batinnya bergejolak, terkadang ia iri akan interaksi keluarga yang sempurna. Terkadang, takdir memang sejahat itu kepadanya. Ia termenung untuk beberapa saat kembali merindukan keluarganya yang lengkap.
"Rana, mau cari apa sih?" tanya Tante Wina penasran.
"Mau cari sketch book sama drawing pen, Te. Kemarin punyaku ilang di bandara," jawab Rana.
"Oh, suka banget ya gambar?" tanya Tante Wina penasaran.
"Iya, Te. Udah hobi dari dulu," jawab Rana.
"Wah, kebalikan dong sama Cakra. Dia kalau disuruh gambar hasilnya selalu abstrak," ujar Tante Wina disertai kekehan tawa.
***
Dua insan itu berada di dalam mobil membelah jalanan Kota Surabaya. Rana yang tidak tahu jalanan kota ini hanya mengikuti saja tanpa tahu akan dibawa kemana. Keheningan tak dapat terelakkan diantara dua insan ini. Tak ada satupun yang berniat memulai percakapan.
Kemarin Cakra hanya menyapa Rana sekedarnya. Interaksi di antara dua manusia itu terasa sangat canggung. Sepertinya mereka tipe yang sama, lama beradaptasi dengan orang baru. Namun, tiba-tiba mobil Cakra berbelok menuju panti asuhan yang kemarin mereka sambangi.
"Ke panti dulu, ya? Mau cek keadaan Ezra," ujar Cakra yang sepertinya mengerti raut penasaran Rana.
Rana hanya mengangguk dan mengikuti Cakra ke dalam panti. Ia hanya mengekor kemanapun Cakra pergi. Sesampai di sebuah ruangan khusus bayi, mereka disambut suasana tangisan beberapa bayi dan para pengasuh yang tampak agak kewalahan.
"Demamnya udah turun dari kemarin, Mas," ujar seorang pengasuh yang berdiri di samping box bayi itu.
"Syukurlah, masih muntah-muntah nggak, Bu Lin?" tanya Cakra balik kepada pengasuh itu. Cakra terlihat sangat sayang pada bayi itu. Ia seperti sangat terbiasa menimang bayi itu.
"Nggak, Mas. Kayaknya emang kangen aja sama Mas Cakra. Lama sih nggak kesini," goda pengasuh itu sambil tersenyum kepada Cakra.
"Hahaha, Bu Lin bisa aja deh," ujar Cakra sambil terkekeh.
"Yaudah ya Bu Lin, saya mau nganterin Rana dulu ya," ucap Cakra sambil meletakkan Ezra kembali ke box bayi seperti semula.
Setelah meletakkan Ezra ke box bayi, tiba-tiba tangisan bayi itu terdengar kencang. Seperti tak ingin melepaskan diri dari Cakra. Bu Lin, sang pengasuh, langsung mencoba menggendong bayi itu. Namun, bayi itu tak mau terdiam. Kian lama kian keras. Cakra dan Rana masih disitu dan memperhatikan bayi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[IM]PERFECT FATE - UNPUBLISHED SEBAGIAN
Fiction généraleKirana, a girl with complicated mind. She has been hurt too many times. She looks strong enough to face her fate. But, if you look closer she's dying. Fate doesn't care about her plans. She's mentally exhausted. Cakra, a charming guy with myster...