Yusra tidak menyangka akan duduk di mobil ini. Bersama seseorang yang baru dia kenal lewat media sosial. Gadis itu mengembuskan napas lelah. Pandangannya tertuju ke luar jendela.
Perjalanannya cukup menguras tenaga. Dia berangkat pukul tujuh pagi dan baru mendarat di Jakarta pukul delapan malam. Molor dua jam dari jadwal semula. Pesawat yang dia tumpangi sempat delay saat transit di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.
Untunglah ketika keluar dari pintu kedatangan Bandara Soekarno Hatta, Yusra tidak perlu menunggu lama. Sejak meninggalkan rumah, Raza telah memintanya untuk berbagi lokasi secara real-time. Jadi, mereka dapat terhindar dari drama cari-mencari. Sebetulnya, Yusra agak sungkan. Betapa tidak, waktu pemuda itu habis sia-sia karenanya.
Tentu Yusra langsung meminta maaf dan hanya dibalas senyuman kalem. Raza bahkan sigap mengambil alih barang bawaannya yang tak seberapa. Mereka pun menjauhi kawasan bandara.
Suasana terasa semakin kikuk karena Raza sama sekali belum buka mulut sedari tadi. Yusra hendak mengajaknya bicara, tapi dia tampak fokus menyetir. Apa jangan-jangan pemuda ini marah?
Yusra menghela napas, lagi. Entah sudah berapa kali dia melakukannya dalam tempo singkat. Kemacetan lalu-lintas membuatnya sesak. Ditambah gerah dan lapar. Kondisi yang sempurna untuk mengamuk.
"Hah …."
Apa sebaiknya dia tidur? Rasanya kurang sopan. Mana boleh Raza dibiarkan menyetir, sedangkan dia cari posisi nyaman. Meskipun tidak turut membantu, tapi minimal Yusra harus tahu diri.
Yusra mengusap wajah. Terasa amat lengket dan berminyak. Entah seperti apa penampilannya sekarang. Dia sudah tak peduli lagi. Bahkan, terhadap bunyi perutnya sendiri.
"Hah …."
Yusra menegakkan punggung saat mobil berbelok ke arah restoran ayam cepat saji favorit sejuta umat. Mobil terpakir dengan sempurna. Serta-merta membuatnya menoleh ke kanan.
Raza melepaskan safety belt. Yusra masih mencerna apa yang sedang terjadi. Otaknya mendadak lambat karena ditimpuk perut keroncongan.
"Mau saya bantu lepaskan?"
"Hah?"
"Safety belt."
"Tidak perlu!" jawabnya terlalu cepat. Dia buru-buru melepas sabuk pengamannya sendiri, tapi gagal. Yusra mengumpat dalam hati. Kenapa benda sialan ini mendadak macet? Bikin lama!
"Permisi. Maaf, ya." Tahu-tahu, Raza sudah beringsut ke arahnya.
Yusra sontak menahan napas. Kenapa jadi mirip adegan film roman picisan begini?! Kenapa pula jantungnya berdebar cepat?
Dia lantas berdehem cukup keras. Jangan sampai lanjut tatap-tatapan, batinnya. Itu menggelikan dan tidak masuk akal! Tidak cukup sepuluh detik, Raza langsung menjauh. Yusra pun dapat bernapas lega.
"Setelah Anda kenyang, kita lanjutkan perjalanan."
Yusra memicing. Itu semacam sindiran, 'kan? Iya, 'kan? Astaga! Pemuda ini tengah mengejeknya!
Raza menahan senyum. Kemudian turun dari mobil.
Apa maksudnya, hah?!
Yusra menarik napas panjang, lalu mengembuskannya keras-keras. Benar, manusia harus makan agar tetap hidup! Tanpa menunda lagi, Yusra bergegas menyusul Raza.
Pemuda itu tiba-tiba berhenti. Menoleh ke belakang.
"Apa?" tanya Yusra menahan dongkol.
Sial, pemuda itu tidak menyahut. Hanya terus-terusan memandanginya. Kenapa, sih?! Bikin orang salah tingkah!

KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pemangku Kegagalan | ✔
Spirituelles[Chapter lengkap] [17+] Bijaklah memilih bacaan. Yumna dan Yusra, kembar identik, tapi beda frekuensi. Jika Yusra adalah lambang keberuntungan, Yumna mungkin sebaliknya. Intinya satu, mereka rival. _ Siapa bilang usaha tidak akan mengkhianati hasil...