R

882 86 0
                                    

Ada kalanya perkuliahan akan terasa begitu berat. Mungkin salahnya sendiri karena menjatuhkan pilihan pada arsitektur.

Ah, tidak. Salahkan kakaknya.

Seo Johnny si arsitek terkenal.

Pekerjaan sang kakak terdengar begitu keren di telinga. Begitu pula lembar-lembar sketsa gedung rancangannya.

Menjalaninya sendiri membuat Mark cukup paham.

Alasan di balik kantung mata yang menghiasi wajah Johnny setiap kali kakaknya itu kembali ke rumah untuk menghabiskan waktu liburannya.

Mark diharuskan untuk tetap membuka mata di jam tidurnya.

Beruntung, semasa sekolah menengah atas dulu ada perihal yang memaksanya untuk tidur dini hari.

Jadi semua ini tidak terasa seberat seharusnya.

Ia duduk. Menyalakan televisi dengan volume teratas guna menemaninya bertugas.

Kali ini saja.

Ia tidak peduli pada reaksi para tetangga.

Keluarga Thompson kemungkinan besar akan memaklumi. Mereka seringkali mampir untuk membawakan makanan dan sudah paham betul bagaimana kondisi Mark.

Changbin, pemuda asal Korea yang tinggal di sisi kirinya, mungkin akan datang membawa amarah esok pagi.

Biarlah.

Ia tetap bekerja. Tenggelam dalam suara reporter di televisi yang bercampur dengan isi benaknya sendiri.

Sampai ponselnya berdering nyaring.

Meramaikan ruangan dengan alunan lagu milik Maroon 5.

"Halo?" jawabnya malas.

"Hei. Ini Hendery."

"Aku tahu. Aku sempat melihat caller ID nya tadi."

"Oh."

"Oh apa? Aku sedang mengerjakan tugas."

"Wah, sama denganku!"

"Hendery...jangan mulai."

"Aku bercanda," tawa khas sahabatnya terdengar di seberang sana, "Aku akan mampir dan menarikmu keluar besok pagi."

"Kau gila? Sekarang pun sudah pagi."

"Pagi yang pagi, maksudku. Pukul 11?"

"Itu siang."

"Sulit sekali berbicara denganmu, Mark. Intinya aku ingin kau sudah siap saat aku datang ya."

"Iya iya. Dasar cerewet."

"Aku tidak ce—"

Panggilan Mark putus secara sepihak. Bisa meledak kepalanya jika harus mendengarkan ocehan Hendery lagi.

"Nah, Mark. Ayo selesaikan ini."




























Bagai didatangi malaikat pencabut nyawa, Mark benar-benar membanting pintunya saat Hendery muncul.

Mengundang keributan tak perlu dari bibir sahabatnya.

Mrs. Thompson bahkan sampai ikut mengetuk pintu dan menasehatinya panjang lebar tentang 'Tidak Boleh Meninggalkan Kekasihmu di Luar'.

Hendery melotot, begitu juga dirinya.

Mereka berakhir di sebuah restoran kecil di dekat bioskop. Menikmati brunch mereka di sana setelah cacing di perut Mark berdemo.

"Perutmu menakjubkan ya. Aku belum pernah lapar sampai bersuara begitu."

"Diamlah," rasanya ia ingin mengubur diri dalam-dalam, "Aku belum makan sejak kemarin."

"Ck. Kebiasaan."

"Kau ingin ke mana setelah ini?"

"Toko baju? Bukankah kakakmu sebentar lagi berulang tahun?"

Mark mengernyit. Benarkah?

Benar. Johnny sebentar lagi berulang tahun. Bagaimana bisa Hendery lebih tahu daripada dirinya?

"Johnny Hyung memintaku untuk mengingatkanmu."

Oh. Pantas.

Destinasi selanjutnya ditentukan. Mark ingin memilih hadiah ulang tahunnya secara asal.

Tapi ada Hendery di sana. Mengomel dalam seribu bahasa dan mengembalikan barang-barang yang ia anggap tidak bermutu.

Butuh waktu hampir satu jam sampai akhirnya sebuah tas belanja bertengger nyaman di genggaman.

"Hendery, karaoke?"

"Boleh."

Dering ponsel milik Hendery mengudara tepat sebelum Mark memilih lagu yang ingin ia nyanyikan.

"Sebentar. Adikku menelepon."

"Angkat saja."

"Halo."

"...."

"Aku juga merindukanmu, Sunshine."

Obrolan Hendery selanjutnya menjadi samar. Kepala Mark sibuk memutar kembali memori yang ia simpan baik-baik.

"Nah! Untuk merayakan ulang tahun fullsun kita satu-satunya, hari ini kita akan menyanyikan You are My Sunshine!"

"Tidaaaakk!"

"Jangan begitu. Aku malu."

"Hyung ini nojam sekali ya!"



Ctak


"Aw! Untuk apa itu?"

"Kau melamun, Mark. Jadi memilih lagunya atau tidak?"

"Jadi. Ayo temani aku nyanyikan lagu ini."

"Baby by Justin Bieber? Yang benar saja, Mark!"










Home [NCT Dream]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang