||•17. Tentang Lirga •||

1.8K 303 43
                                    

"Jika niatmu hanya untuk singgah, tapi mengapa kamu memperlakukanku layaknya rumah?"

~Zara Aletha Meira

Disaat mereka tengah asik dengan pemikiran masing-masing, Reyga kembali membuka suaranya.

"Ra, kalo gue mau bikin hidup lo jadi lebih berwarna bareng gue, boleh, gak?"

Zara tak berkutik. Antara kesal dan ragu. Maksud Reyga, dalam artian apa?

"Ma-maksud, lo?" tanya Zara.

"Gue mau lo jadi pacar gue," ucap Reyga to the point membuat Zara tersentak.

Mereka terdiam lama. Zara tak kunjung membuka suaranya.

"Ra, kok diem?" tanya Reyga.

"Gak semudah itu, Rey. Lo mending ga usah punya niat gitu. Kalo bukan karena berdasarkan rasa dihati lo. Gue tau lo cuma kasian. Dan kalaupun lo bilang lo suka sama gue, gak semudah itu buat gue percaya."

Kalimat Zara barusan malah membuat Reyga tersenyum tipis. Andai Zara tau, niatnya lebih buruk dari itu. Yaitu cuma sekedar bahan taruhan dan pembalasan dendam. Tidak Reyga, jangan kasian. Perempuan ini bahkan dulunya tidak pernah merasa kasian pada orang yang pernah dia sakiti.

Reyga kembali membuka suara. "Ra, tapi gue mau minta satu hal aja," ujar Reyga menatap Zara. Reyga masih mengumpulkan niat dan tetap bersikeras ingin meluluhkan hati seorang Zara nantinya.

Zara menaikkan sebelah alisnya. "Apa?"

"Jangan cuek dan ketusin gue lagi," ucap Reyga membuat Zara memainkan kukunya ragu.

"Uhmm, o-oke."

"Janji?" Reyga mengajukan kelingkingnya.

"Hmm, iya-iya ...," ujarnya dan mengaitkan kelingking mungilnya pada kelingking besar Reyga.

Reyga tersenyum. "Thanks, Aletha. Boleh 'kan? Gue panggil lo Aletha, biar beda dari yang lain."

Zara yang mulanya menunduk, langsung mendongak menatap laki-laki itu. Bagai disambar petir, Zara tak menyangka dengan apa yang baru saja dilontarkan oleh Reyga. Terkejut? Sangat. Zara yang tadinya melembut tiba-tiba merasa sangat emosi. "GAK USAH SEBUT GUE PAKE NAMA ITU!" refleksnya. Reyga tersentak kaget. Sesaat tersadar karena ia telah membentak Reyga, ia meremas rambutnya seperti orang yang sedang frustasi.

Reyga langsung khawatir. "Ra ... lo kenapa? Kenapa tiba-tiba berubah? Tadi, lo barusan aja janji ga marah-marah lagi sama gue."

Zara menunduk. Namun, dengan cepat Reyga mengangkat dagu Zara agar mendongak dan menatap kearahnya. "Maaf ... tapi, please. Jangan pernah panggil gue gitu lagi," mohon Zara dengan air mata yang luruh dipipinya.

"Lo kenapa, Zara?" batin Reyga.

"Tapi, kenapa? Kenapa lo segitu ga suka nya gue manggil lo dengan nama itu? Kenapa lo semarah itu tadinya? Kenapa?" tanya Reyga, membuat Zara menggigit bibir bawahnya.

"Rey ...," panggil Zara.

"Hmm? Apa yang bikin lo marah? Cerita aja sama gue, gue bakal dengerin semua cerita lo sore ini. Mumpung nunggu sunset bentar lagi," tawar Reyga.

Zara menggeleng. "Gak, biarin aja gue pendam. Gak semua hal harus diceritain."

"Coba percaya sama gue, lebih terbuka sama gue, gue bakal bantu, apapun itu masalah lo, apalagi masalah itu adalah hal yang buat lo sedih," ucap Reyga. Jujur, saat Zara menatap di kedua manik mata Laki-laki itu. Desiran aneh mengalir didarah Zara.

Behind This Happines [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang