7. Langit

8.9K 1.1K 219
                                    

Happy Reading
***

"Gue gak ikut pulang, kalian duluan aja." ujar Thea saat mereka sudah berada di parkiran.

"Lo mau kemana?" tanya Mars, dia menatap adiknya dengan tatapan ingin tau.

"Gak kemana-mana, disini doang." jawabnya, Thea melepas ikat rambutnya. "Gue di halte, kalian berdua pulang duluan aja. Gue janji kok, sore udah pulang."

"Yakin? Perlu gue jemput nanti?" tanya Mars yang mendapatkan gelengan.

"Gue bisa pulang sendiri, mending kalian pulang dan kasih alasan apapun ke Mama." Thea tersenyum, dia melambaikan tangannya lalu berjalan meninggalkan kedua saudaranya.

Thea berjalan santai menuju halte yang tidak jauh dari sekolahnya, dia duduk di kursi bersama dengan murid lain yang tengah menunggu angkutan umum. Thea meyenderkan punggungnya, lalu tangannya mengambil ponsel miliknya. Kembali membaca pesan dari Langit.

Sebuah airpods Thea ambil lalu menyumpalkannya ke kedua telinganya. Menikmati musik yang ia putar acak.

Di banding menjaga jarak, Thea dan Langit memiliki hubungan yang baik. Mereka sering bertukar pesan walaupun pesan mereka di dominasi dengan pelajaran matematika.

Tidak masalah sebenarnya, siapa yang tau pdkt itu berasal dari pelajaran matematika.

Sebuah mobil berhenti di depannya, Thea bangkit. Berjalan santai meninggalkan murid lain yang menatapnya dengan tatapan bingung. Mereka semua tau siapa pemilik mobil itu, guru magang yang wajahnya kelewat tampan. Ada hubungan apa dengan keduanya? Kira-kira begitulah pertanyaan di otak murid lain.

Thea membuka pintu mobil lalu dia masuk. Dia tersenyum kearah Langit tidak lupa menutup pintunya kembali.

"Kau yakin ingin mengeceknya?" tanya Langit, dia menjalankan mobilnya.

Thea mengangguk, "Iya."

Mendengar jawaban singkat Thea membuat Langit meliriknya. "Kamu takut?"

Thea menoleh, dia melepas satu airpods nya. Senyuman tipis dia berikan, "Sebenarnya yang Thea takutin reaksi Mama Papa."

"Kau takut mereka marah?" tanya Langit lagi.

"Thea gak takut mereka marah, cuman Thea takut kalau mereka akan kecewa." Thea menautkan jari-jarinya, "Semalem, kata Papa Thea gak boleh nikah karena sebuah ya 'kecelakaan' tapi, mau gimana lagi kalau ini jadi?"

Langit tau perasaan Thea sekarang, gadis itu tidaklah sesantai yang dia pikirkan. Thea sebenarnya merasa khawatir, siapa yang akan tenang saja jika hamil di luar nikah bahkan saat gadis itu masih menginjak bangku sekolah.

Mobil Langit berhenti di sebuah rumah sakit, rumah sakit yang berbeda dari Papa nya bekerja. Langit menoleh menatap Thea yang wajahnya terlihat biasa saja walaupun terlihat sedikit kecemasan di kedua matanya.

Lamgit mengangkat sebelah tangannya, meletakkannya di atas kepala lalu mengusapnya perlahan. "Jangan cemas, aku bersamamu."

Thea mengerjap pelan, dia menatap Langit yang tersenyum kearahnya. Langit mengambil hoodie yang ia letakkan di kursi belakang lalu memberikannya ke Thea.

BAD LUCK? (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang