Forget...

4.1K 271 2
                                    

Aku tidak menyangka kalau Theo lah yang menolong Feby di toilet. Benar – benar hati penolong. Dan yang lebih aku tidak sangka lagi, Feby yang menjadi orang yang dimintai keterangan tentang kejadian kemarin hari itu.

          Aku sih tidak perduli dengan begituan. Aku lebih memilih bersikap cuek, karena aku memang cuek. Lebih baik mendengarkan lagu dari handphone ku untuk menghilangkan suara ricuhnya para murid dikelas ini karena kejadian kemarin.

Kring kring kring

Lonceng istirahat berbunyi, untung saja. Karena aku sudah sangat lapar. Aku segera bergegas ke Café agar tidak mengantri terlalu lama. Seketika aku melewati lorong, badan ku didorong ke arah dinding oleh seseorang yang pastinya aku kenal dan sangat aku benci di kehidupanku.

“Woi bocah hati besi! Mau kemana?!”

“Sebegitu penting aku harus jawab pertanyaan bodoh mu itu?!”

“Dasar bocah aneh! Lihat saja suatu saat, kau akan menderita! Haha!”

‘Mungkin kau yang akan menderita ketika neraka bocor didalam otak bodoh mu itu’

 

          M Raditya Ardianto, murid yang pintar tetapi sebenarnya tidak pintar. Dia selalu melakukan kecurangan di setiap ujian. Dan aku punya bukti apabila suatu saat aku benar – benar tidak bisa menahan amarah ku.

          Saat aku sudah didepan Café, ternyata sudah ramai sekali. Niat ku untuk makan di Café menjadi hilang karena malas mengantri.

          Lebih baik aku ke atap sekolah karena lebih nyaman. Dan aku pun segera ke atap gedung sekolah. Tempat ternyaman ke 2 di muka bumi yang tandus ini setelah kamar ku.

          Saat aku tiba di tempat ini, aku melihat sosok manusia yang sepertinya aku kenal dari dulu.

“Yoo! Masih ingat aku kan?” tanyanya dengan wajah senyum.

“Gak, aku gak kenal.”

“Sedihnya!”

“Apasih mau mu?”

          Ni Kadek Anatasya, satu – satunya sahabat ku. Salah. Dia yang menganggapku sebagai sahabatnya, aku hanya menganggapnya sebagai orang yang kuketahui saja. Hanya itu.

“Kamu dengar kan berita akhir – akhir ini?”

“Emang kenapa?”

“Aku penasaran siapa yang membunuh 2 siswa sekolah ini.”

“Aku yang membunuh mereka berdua.” Jawabku dengan wajah datar.

“Haha. Lucu banget candaan mu.”

“Ya terserah kamu mau percaya apa tidak.”

“Iya iya. Aku duluan ya ada tugas soalnya. Bye!” 

Murder la 1: Terror in Mathematics [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang