Plan tak mau ke Thailand. Ia sudah merasa nyaman tinggal di Finlandia. Semua temannya ada di sini sebab secara praktis, Plan memang tumbuh di negara yang terkenal akan sistem pendidikannya yang paling baik ini.
Di Thailand, Plan tak punya siapapun, kecuali para pelayannya dan asisten rumah tangga yang setia, Phi Pae. Perusahaan orang tuanya selama ini diurus oleh dua orang yang paling ia percaya, Gong dan New dibantu oleh pengacara andal Perth, Yacht, dan Sammy.
Orang tua Plan meninggal dunia sewaktu ia kecil dan meninggalkan banyak warisan kepadanya. Sebagai seorang milyuner, ia dituntut banyak hal. Namun, selama ini ia tak pernah tampil ke publik, Gong dan New selalu mewakilinya.
Ia tak suka berada di dalam keramaian dan ia akan memilih berbaur dengan masyarakat atau pegawai pabrik dan mendengar keluh kesah dan saran mereka untuk kemajuan bisnis dirinya.
Beberapa kali ia ke Thailand, itu yang dilakukannya. Tapi kali ini sepertinya ia harus menetap lebih lama, setahun. Gong dan New memintanya begitu. Ia tak tahu alasan jelasnya. Toh yang dilakukannya sama saja. Tapi Gong dan New kali ini sangat memaksa dan mereka bahkan mengancam Plan, bahwa mereka tak akan lagi mengurus perusahaan jika Plan tak mau ke Thailand.
Akhirnya, Plan menurut. Bisa dibayangkan kalau kedua oramg super hebat dan hangat dan begitu sayang kepada Plan ini tak peduli lagi padanya.
O, sungguh! Plan tak mau ini terjadi.
Plan sudah berusia hampir 26 tahun dan belum memiliki keluarga. Ia diharapkan bisa dengan segera mencari calon pendamping hidup.
Sebagai orang tua angkat, Gong dan New merasa sangat khawatir. Mereka terlalu sering menjodohkan Plan dengan banyak lelaki kalangan sama dan baik-baik, tetapi semuanya tak ada yang sreg dengan hatinya.
Plan menolak mereka dan memilih melanjutkan hidup sendiri. Gong dan New sudah kehabisan cara. Terakhir adalah dengan ritual sang biksu. Mereka melakukannya diam-diam. Mereka meminta tiga biksu untuk melakukan sebuah ritual yang tujuannya adalah mencarikan pasangan hidup yang terbaik kiriman Tuhan untuk anak angkatnya itu. Untuk keperluan ini, Plan harus berada di Thailand, sebab ini merupakan salah satu syarat dari proses ritual pencarian jodoh ini.
Gong dan New membujuk Plan untuk ke Thailand. Plan awalnya tidak mau. Namun, berkat usahanya, akhirnya mereka berhasil. Nah, proses itu dilakuan sebanyak tiga kali dalam waktu tertentu setahun. Tiga biksu akan bersemedi selama dua minggu dan meminta petunjuk kepada Tuhan tentang jodoh sang perempuan dengan beberapa doa tertentu. Oleh karena itu, Plan harus berada di Thailand selama setahun.
Gong dan New semakin tua. Mereka ingin segera memberikan perusahaan kepada Plan dan suaminya yang terbaik kiriman Tuhan dan pensiun dan menikmati hidup. Dan mereka juga tak mau Plan hidup sendirian saat mereka meninggalkan dunia.
Gong dan New besar dalam asuhan kakek dan nenek Plan. Sama dengan Plan yang tak pernah kenal kedua orang tuanya, kecuali dari foto keluarganya. Jadi, kedua lelaki ini merasa punya kewajiban untuk memberikan usaha terbaik mereka mencarikan Plan pasangan hidup yang terbaik.
***
Plan menaiki mobil mewahnya. Hari itu ia tiba di Thailand dan ia duduk di belakang jok sambil menikmati pemandangan yang disajikan sepanjang jalan. Ia diam dan melamun. Thailand mengalami banyak perubahan setelah beberapa tahun ia tinggalkan."Phi Gem , aku mau ke kuil dulu. Bisakah kau berhenti di kuil terdekat sebelum pulang?" tanya Plan kepada Phi Gem.
"Tentu saja, Nona," ujar Gem.
"Terim kasih," ujar Plan.
Mereka tiba di sebuah kuil. Plan turun dan membersihkan diri sebelum memasuki kuil. Ia berdoa sejenak dengan khidmat, memejamkan mata. Doanya hanya satu. Ia ingin kebahagiaan untuk dirinya dan semua orang yang ia sayangi.
Saat ia membuka mata, seorang bayi yang mungkin berusia hanya sembilan bulan tengah merangkak kepadanya seraya menyebutnya ibu. Ia kaget. Sang bayi tersenyum dan duduk di pangkuannya. Plan semakin kaget.
Kekagetan Plan tak berhenti di sana. Seorang anak lelaki yang kemungkinan besar adalah kakak dari bayi itu menyusulnya dan wajahnya tampak kaget dan dengan wajah kagetnya itu ia juga mengatakan hal yang sama kepadanya.
"Mae," sahut anak kecil itu sambil menutup mulutnya dan matanya membelalak.
Tak lama kemudian, seorang ibu mendatangi dirinya dan lagi-lagi sang ibu melakukan hal yang sama dengan kedua anak kecil itu. Mulutnya menganga dan matanya membelalak. Jelas wajahnya terlihat sangat kaget. Namun, kata-kata yang keluar dari mulutnya tidaklah sama dengan kedua anak kecil itu.
"Can!" sahutnya lembut.
Plan hanya menatap semuanya bergantian dalam kebingungan. Namun, ibu itu kemudian menghampiri ke arah Plan dan meminta maaf. Sang bayi tak mau lepas dari gendongan Plan meskipun sang ibu membujuknya dengan lembut.
Plan membiarkannya. Ia menggendong sang bayi dan sesuatu yang hangat menyentuh hatinya. Terlebih saat Sang Ibu itu tiba-tiba menangis dan memeluknya, sementara kakak sang bayi tak berhenti menatap wajahnya.
Sungguh saat sang perempuan itu memeluknya, ia merasakan sesuatu yang luar biasa dalam hatinya. Ia merasa penuh dan bahkan perasaannya meluap-luap. Ia merasakan kehangatan sekaligus kebahagiaan yang tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Ia merasakan sebuah ikatan yang amat dalam dengan kedua anak dan ibu itu. Tak ada alasan yang jelas untuk ini. Namun, mungkin itu karena ia tak pernah memahami arti keluarga sebelumnya.
Tak perlu waktu lama bagi mereka untuk saling memperkenalkan diri. Mereka duduk di pelataran kuil. Sang bayi berada di pangkuan Plan lelap tidur sementara kakaknya bermain dengan seekor anjing, tak jauh dari mereka. Sang ibu duduk di sebelahnya dan tersenyum kepada Plan.
Nama ibu itu Nune. Kedua anak lelaki yang ia bawa adalah cucunya. Yang besar namanya Dew dan yang bayi namanya Sun.
Nune memiliki anak kembar bernama Mean dan Tin. Mean lebih tua daripada Tin beberapa detik, tetapi Tin memilih menikah lebih dulu, karena kekasihnya, Can, yang juga teman Mean sewaktu di universitas hamil dengan Dew. Sayangnya, umur mereka tak panjang. Tin dan Can meninggal dunia saat sedang melakukan perjalanan ke Chiang Mai. Ada masalah dengan mobilnya dan mereka kecelakaan dan tak bisa diselamatkan.
Sekarang yang tersisa hanya Mean yang sudah juga mempunyai kekasih bernama Dream. Ia seorang pembawa berita di sebuah TV lokal Thailand. Sementara Mean berkerja sebagai seorang manager di sebuah perusahaan mobil.
Pertama berkenalan, mereka langsung akrab. Plan bahkan mengantar mereka ke rumahnya yang memang tak jauh dari sana. Selain utu, Sun juga tak mau lepas dari pangkuan Plan, jadinya Plan ikut juga ke rumah Nune.
Saat mereka sampai di rumah Nune, sudah saatnya makan malam. Mereka tengah memasak di dapur saat Mean datang dan kali ini giliran Mean yang menganga. Berbeda dengan Nune, Mean lebih cepat mengenali Plan, bahwa ia bukanlah Can.
Plan sangat anggun dan elegan. Wajahnya lebih putih dan mulus. Ia dibalut dengan baju dan perhiasan yang sangat mahal. Mean bisa dengan mudah tahu bahwa perempuan yang tengah menggendong Sun itu bukanlah orang sembarangan. Cara bersikap, bertutur, dan berbicaranya saja sangat kentara bahwa ia kemungkinan besar seseorang dari kalangan elit atau Bangsawan. Yang pasti jauh berbeda dengan Can yang sangat polos dan naif dan berbicara serampangan dan cuek.
Wajahnya memang mirip. Namun, sikapnya sangatlah jauh berbeda. Saat Mean bertemu untuk pertama kalinya, Mean sangat terkesan akan sikap Plan yang rendah hati dan santun. Jantungnya berdegup kencang dan ia terlalu sering mencuri pandang ke arah Plan dan beberapa kali mereka beradu tatapan, kedua wajah tampak dihiasi raut malu.
Tak perlu dicaturkan bahwa Plan juga tertarik kepada Mean. Itu kali pertama baginya merasakan sesuatu yang luar biasa di dalam hatinya. Plan akui berbicara dengan Mean sangatlah menyenangkan. Ia hanya seorang manager menengah di sebuah perusahaan mobil, tapi pandangannya tentang bisnis dan kebijakan serta managemen perusahaan patut diacungi jempol. Ia lulusan terbaik S2 sebuah universitas terkenal di Australia. Mean sangat cerdas dan menyenangkan.
Bersambung