Hubungan mereka semakin dekat, khususnya, Plan dengan kedua anak dan Nune. Mean sibuk dengan pekerjaannya dan sebenarnya memilih menghindari Plan saat ia menyadari bahwa ia menyukainya.
Mean sudah punya Dream. Tak boleh hatinya berpindah kepada yang lain. Meski hubungannya dengan Dream lebih sering berbagi lenguhan karena keduanya sama-sama sibuk sehingga jarang ada kebersamaan dan kedekatan di antara mereka, Mean tetap berpikir bahwa ia tak boleh mencari masalah.
Tidak terasa kebersamaan Plan dengan keluarga itu sudah hampir tiga bulan. Mereka semakin akrab dan tak ada lagi kecanggungan. Plan sering menginap di rumah Mean dan tidur dengan kedua anak di kamar Tin dan Can dan begitu pula sebaliknya.
Nune menjadi tahu siapa Plan dan ia juga diperkenalkan kepada Gong dan New dan keduanya menyambut baik dan berterima kasih kepada Nune sebab setelah mereka dekat, Plan terlihat lebih ceria dan bahagia. Dan yang paling penting, ia menjadi betah berada di Thailand.
Nune dan Mean sangat mengagumi sosok perempuan muda yang mirip dengan Can ini. Pasalnya, meskipun ia berasal dari kalangan elit, ia bisa beradaptasi dengan mereka dengan baik. Yang paling mengejutkan, Plan ternyata sangat terlatih sebagai seorang ibu rumah tangga. Ia pintar memasak, membersihkan rumah, merapikan semuanya, menyetrika dan semua pekerjaaan ibu rumah tangga lainnya. Ia juga sangat pintar mengurus anak dan memperhatikan kebutuhan mereka. Bagaimana bisa? Padahal ia belum menikah plus ia orang kaya yang seumur hidupnya ia selalu dilayani.
Ternyata, semuanya bersumber pada neneknya. Neneknya mendidik Plan dengan sangat baik. Dulu, ketika neneknya mengajari semuanya, ia selalu kesal dan menggerutu karena ia pikir ia tak akan menggunakan semuanya. Toh pelayan selalu siap untuknya.
Namun, neneknya bersikeras menuntutnya menjadi seorang wanita yang bisa diandalkan oleh suaminya. Bahkan secara rahasia, neneknya mengajari Plan bagaimana cara memuaskan suami di ranjang dan membuatnya betah di rumah. Nah, yang ini sifatnya tidak praktis melainkan hanya wejangan dan tips-tips.
Plan juga diminta neneknya untuk belajar merawat dirinya agar ia bisa menjadi dambaan suaminya kelak. Plan sungguh beruntung sekarang ia bisa mengaplikasikan ilmu yang ia dapat dari neneknya, kecuali yang sifatnya wejangan dan tips itu. Belum, Plan belum mendapat kesempatan untuk menunjukkan yang ini. Dia belum punya seseorang untuk ia layani dalam kaitannya dengan ini.
Suatu malam Nune pingsan. Mean dan Plan tak ada di rumah. Mean belum pulang dari pekerjaannya. Plan memang sudah bilang bahwa hari itu tak akan datang ke rumah mereka sebab hari itu peringatan kematian ayah dan ibunya.
Dew menelepon Mean beberapa kali tapi tak diangkat. Mean sebenarnya sudah pulang dari kantornya sejak tadi sore. Namun, sekarang ia tengah berada di sebuah hotel, asyik bergenjotan dengan kekasihnya, Dream. Mereka tak pernah melakukannya di rumah. Bagaimana bisa dengan kedua anak dan lenguhan Dream yang selalu keras tentu saja mereka tak akan leluasa.
Akhirnya, Dew menelepon Plan dan Plan menerimanya dengan cepat. Saat ia mengetahui berita ini, Plan dengan segera mendatangi rumah Mean bersama Gong dan New. Plan juga menelepon Mean. Hasilnya sama dengan Dew. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk membawa Nune ke rumah sakit terbaik di Thailand.
Nune tengah diperiksa secara intensif saat Mean dan Dream datang ke rumah sakit. Mereka semua menunggu sampai akhirnya dokter keluar dan ia memberitahu bahwa hasil pemeriksaan baru bisa dikonfirmasi keesokan harinya.
Sang dokter, Blue Pongtiwat, yang juga adalah teman Plan sejak kecil, menatap Plan dan tersenyum saat ia menggendong Sun dan menggenggam tangan Dew. Wajahnya terlihat sangat cemas.
"Kau terlihat seperti ibu kedua anak itu," ujar Blue sambil mengelus kepalanya.
Wajah Plan langsung memerah. Mean yang melihatnya kaget. Interaksi di antara mereka terbilang dekat. Plan bahkan membiarkan Blue mengelus punggungnya pelan ketika mereka berbicara. Ada sesuatu yang panas menyeruak di hati Mean saat Blue memperlakukan Plan seperti itu. Sungguh ia tak suka melihat pemandangan itu.
Anak-anak sudah tidur di ranjang di kamar tempat Nune dirawat. Kamar itu VVIP dan Mean menjaga mereka. Sementara itu, Plan berada di luar berbicara dengan Blue. Dream sudah pulang. Ia harus bekerja keesokan paginya sebab jadwalnya sangat pagi.
Mean melihat ke arah jam dinding. Sudah pukul 12 malam. Anak-anak sudah lelap tidur dan ia ingin membeli segelas kopi dari mesin kopi otomatis di dekat kantin masih di lantai yang sama. Tempatnya ada di pojok kanan. Jadi, Mean meninggalkan ruangan. Ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit dan ia hendak berbelok untuk menuju mesin kopi saat ia melihat Blue memeluk Plan yang tengah menangis. Mean bisa melihat dengan jelas dari posisinya, Blue tengah mengelus punggung Plan perlahan dan lembut dan kepalanya juga berusaha menenangkan Plan yang terisak.
"Kuharap semuanya baik-baik saja. Kurasa pergi ke Finlandia dan merawatnya di sana adalah yang terbaik. Kau sayang padanya seperti sayang kepada ibumu, bukan?" Blue masih pada posisinya. Ia berbicara sangat lembut. Plan menganggukkan kepalanya lagi sambil menangis.
"Aku tak mau kehilangan dia, Blue. Aku bahagia di dekatnya. Aku merasa aku punya seseorang yang tulus mencintaiku dan menyayangi diriku," sahut Plan di sela isak tangisnya.
Mean yang mendengar percakapan mereka berpikir bahwa ini pasti tentang ibunya. Ia berjalan mendekati mereka dan mengembuskan napasnya pelan sebelum ia akhirnya membuka suara.
"Apakah ini tentang ibuku?" Mean bertanya. Plan dan Blue kaget. Ia melepaskan diri dari pelukan Blue dan kemudian mengusap air matanya dengan cepat.
"Khun Phiravich, maafkan aku tak segera memberitahumu. Tadi, kau sedang tidur saat aku datang ke kamar ibumu," sahut Blue.
"Jadi, aku berbicara dengan Plan," sambungnya.
Mean paham. Ia kemudian menganggukkan kepalanya dan ia kemudian meminta Blue untuk menjelaskan yang terjadi.
Nune menderita kanker CML sejenis kanker darah. Untungnya kankernya belum parah, jadi, jika dirawat dam diobati secara intensif kemungkinan besar pasien penderita kanker jenis ini belum sembuh. Sayangnya, obatnya di Thailand belum lengkap dan perawatannya belum maksimal sebab penyakit ini dibilang langka. Namun, Blue tahu dan merekomendasikan Plan dan Meam untuk merawat Nune di sebuah rumah sakit di Finlandia yang terkenal dengan fasilitas lengkap untuk perawatan dan pengobatan jenis ini.
Plan sangat setuju dan ingin membawa Nune ke Finlandia. Namun, Nune bukan ibunya. Keputusan akhir ada di tangan Mean dan Mean tampak terpukul setelah mendengar yang terjadi. Ia diam dan tak mendengar yang dikatakan Blue seolah tengah tenggelam dalam pemikiran sesuatu.
Mean berjalan meninggalkan Plan dan Blue dengan ekspresi wajah yang sedih dan tatapan yang kosong. Ia berjalan menuju ke arah kamar dengan lunglai.
Bersambung