💚💚Plan tersenyum kepada Blue. Ia pamit dan berlalu menyusul Mean. Saat ia memasuki ruangan, Mean tengah menangis di samping ibunya yang terbaring lemah.
Memang suara tangisannya tak keras sehingga tak membangunkan ibu dan kedua anak kecil itu. Namun, tetap saja, itu terdengar memilukan di hati Plan.
"Hei," lirih Plan. Ia duduk di sebelah Mean dan mengelus punggungnya perlahan.
"Apa yang harus kulakukan Plan?" Mean menangis dan memeluk Plan. Plan tersentak kaget. Namun, ia membiarkannya. Ia mengelus punggung dan kepala Plan dengan lembut.
"Kalau kau sudah puas mengeluarkan semuanya, ayo kita bicara di luar. Aku ingin berbicara tentang pengobatan Mae," ujar Plan berbisik. Mean menganggukkan kepalanya.
Mereka duduk di luar dengan secangkir kopi hangat di tangan keduanya.
"Aku ingin membawa Mae ke Finlandia dan mengobatinya, Mean. Dan aku tak akan bisa melakukan kecuali dengan izinmu," sahut Plan mengutarakan maksudnya.
Mean sudah tahu bahwa Plan pasti akan berbicara tentang hal ini. Ia diam sejenak berpikir bagaimana ia akan membalas semua kebaikan gadis ini. Bahkan memberikan dirinya kepada Plan pun, pasti tak akan cukup.
"Aku bukannya tak memberi izin kepadamu, tapi bagaimana kami akan membalas semua kebaikanmu? Pengobatan ini memakan waktu lama dan biaya yanh sangat besar, Plan. Belum lagi, obat dan lainnya," ujar Mean lagi.
"Membalas kebaikan apa? Kau mungkin tak tahu, aku sangat bahagia bersama dengan Mae dan Dew dan Sun. Aku ingin bersama dengan mereka dan aku ingin mereka bahagia. Semenjak aku bersama mereka, aku merasa hidupku lebih berarti," sahut Plan.
Mean menganggukkan kepalanya. Ia paham dengan yang dikatakan Plan. Ia juga melihat hal yang sama dari keluarganya dan sebenarnya dari dirinya sendiri. Meskipun ia bersikeras untuk tak mencari masalah, hatinya dan pikirannya seolah bersekongkol bahwa Plan telah sering menyita pikirannya.
"Aku akan membayar semuanya perlahan," ujar Mean sambil melirik ke arah Plan.
"Kau tak perlu melakukannya. Aku tak akan menerimanya kalaupun kau memberikan itu kepadaku. Aku akan bawa Dew dan Sun bersamaku. Kuharap kau tak keberatan?" Plan memastikan.
"O, benarkah? Kau tak akan repot!" Mean agak kaget.
"Siapa yang akan menjaga mereka di sini. Kau juga sibuk. Dream tak mungkin melakukannya, bukan?" Plan menatap Mean.
Sekali lagi Mean harus menganggukkan kepalanya. Ia akui Dream bahkan tak tahu cara mengurus anak.
"Terima kasih, Plan," sahut Mean.
"Tidak. Aku yang seharusnya berterima kasih. Aku bahagia karena kau percaya kepadaku dan mengangapku bagian dari keluargamu. Terima kasih," sahut Plan lembut. Ia menatap Mean dengan teduh dan tersenyum dengan sangat ramah.
Mereka berpandangan sejenak. Entah kenapa tangan Mean menjulur ke wajah Plan dan mengelus bibirnya halus. Ia mendekatkan wajahnya dan perlahan menggamit bibir Plan. Mereka memejamkan matanya dan berciuman.
"Mean! Kita tak boleh melakukan ini," sahut Plan seolah sadar akan sesuatu. Ia mendorong Mean pelan dan dengan cepat berdiri.
"Maafkan aku," sahut Plan. Ia memegang dadanya sendiri. Mean juga kaget. Ia juga memegang dadanya sendiri.
Ada apa ini? Keduanya seperti terkena mantra cinta yang amat kuat.
Di lain pihak, Gong dan New mendapatkan sebuah berita yang membahagiakan. Dalam waktu enam bulan, ketiga biksu telah menemukan siapa calon pendamping Plan. Dari hasil semedi mereka, dua biksu memang tak bisa melihat wajah sang calon dengan jelas, tapi satu biksu yang memang terkenal sangat religius ini bisa menemukannya.
Seorang biksu itu menjelaskan ciri-cirinya kepada Gong dan New. Satu biksu melihat tahi lalat pada leher sang lelaki, bekas luka pada lengan kanannya. Tubuhnya tinggi dan tegap, matanya sipit dan kulitnya putih.
Waduh! Berapa juta lelaki Thai dengan ciri seperti itu. Gong dan New kebingungan.Satu biksu lain menjelaskan tentang ciri-cirinya juga yang berbeda dengan biksu pertama. Biksu itu bilang, lelaki itu selalu memakai dasi, berjas, dan ia melihat banyak mobil berderet.
Yang ini juga membingungkan. Mobil berderet apa artinya? Itu profesi sang lelaki atau ia orang kaya. Sungguh ini masih sebuah teka-teki sampai akhirnya dijawab oleh biksu ketiga.Sang biksu membawa sebuah kertas dan ia menggambar dengan jelas sosok lelaki yang menjadi suami Plan yang ditunjuk Tuhan melalui semedinya.
Gong dan New bertatapan saat ia melihat gambar itu. Mereka tahu siapa orangnya dan itu menjadikan petunjuk biksu pertama dan kedua jelas sebab lelaki dalam gambar itu adalah Mean Phiravich.
Masalah lainnya muncul. Bagaimana mereka akan bersama sebab Mean sudah memiliki kekasih dan Plan juga tampaknya tak menunjukkan perasaan apa-apa. Atau lebih tepatnya, Plan sangat pintar menyembunyikannya.
Mereka meminta petunjuk lagi kepada sang biksu. Ketiganya hanya tersenyum dan bilang bahwa perlahan tapi pasti mereka akan bersama. Biarkan takdir membimbing mereka dan biarkan mereka menikmati prosesnya.
Gong dan New puas dengan jawabannya. Mereka menganggukkan kepala dalam dan saling tersenyum. Oleh karena itu, saat Plan meminta izin untuk pulang ke Finlandia untuk memgobati Nune, keduanya langsung menganggukkan kepala.
Semuanya bersiap ke Finlandia. Mean ikut untuk sementara. Sampai ia tahu bahwa ibunya sudah dirawat, ia akhirnya kembali dan memantau keadaan ibunya di sana. Ia tak bisa lama- lama di Finlandia sebab ia harus bekerja.
Selama tiga bulan pertama, perawatannya berlangsung sangat intensif dan ketat. Selama itu pula, Plan selalu mengabari keadaan ibunya kepada Mean. Ia memasukkan Dew ke sekolah musik sebab bakatnya di bidang itu dan hei Sun kecil sudah bisa berjalan. Ada banyak perkembangan yang semuanya menuju ke arah yang baik. Tentu saja semuanya bahagia.
Keadaan Nune membaik saat perawatan dan pengobatannya menginjak delapan bulan. Mean datang. Ia senang sebab ia bisa mengajukan cuti yang cukup panjang, kira-kira satu bulan.
"Kukira kau akan bersama dengan Dream," sahut Plan saat menjemputnya di bandara.
"Dream meminta cuti tapi tak diizinkan," ujar Mean.
"O, sayang sekali!" komentar Plan. Mereka langsung berangkat ke rumah sakit dan melihat Nune. Setelah berbincang cukup lama dengan ibunya, mereka pulang ke rumah Plan.
"Kau istirahat dulu! Aku jemput Dew dulu," sahut Plan sambil menuntun Sun sambil tersenyum.
"Kau siap jemput kakakmu, hmm?" ujar Plan dalam bahasa Finnish. Sun menganggukkan kepalanya. Mean kaget.
"Eh, anak pintar. Ia mengerti yang kau katakan?" Mean kaget.
"Keduanya pintar Mean. Mungkin dari ayah dan ibunya juga," sahut Plan.
"Aku pergi," ujar Plan.
"Uhm," gumam Mean.
Ia merebah di ranjang setelah Plan dan Sun pergi dan kemudian memejamkan matanya.
Bersambung