Plan menganggukkan kepalanya sementara Mean memperbaiki posisi duduknya. Ia menatap Plan dengan mata yang sedih.
"Aku dan Dream sudah cukup lama berhubungan. Kami saling mencintai dan kupikir tidak ada yang disembunyikan di antara kami sampai beberapa minggu sebelum kepergianku ke sini, aku menerima sebuah dokumen tanpa identitas dengan banyak foto di dalamnya," sahut Mean. Ia menjeda seolah ia ingin menenangkan dirinya dulu.
Plan diam. Dia tak mau menukas yang dikatakan Mean. Dia tahu bahwa Mean belum selesai bercerita.
"Foto itu tentang Dream dan bosnya. Uhm, mereka berselingkuh di belakangku dan saat ini Dream bilang ia hamil anakku, tapi aku meragukannya. Aku jarang bertemu dengannya. Tiap kali kami berhubungan, aku pasti akan mengenakan pengaman dan ia selalu minum pil juga. Jadi, aku ... entahlah! Aku akan bertanggung jawab kalau itu memang anakku. Tapi, aku merasa itu bukan anakku. Dream berubah akhir-akhir ini. Kupikir ini karena pekerjaannya. Jadi, aku tak bicara apa-apa. Namun, setelah aku pastikan jadwal kerjanya kepada temannya diam-diam, ia adalah host paling luang di antara host lainnya. Dan dua hari lalu, ia menghubungi diriku dan bilang ingin aborsi bayinya karena ia tak mau punya anak dulu. Ia juga memutuskan hubungan kami dan pikir aku sudah berubah," jelas Mean. Ia meneguk ludahnya.
"Kau izinkan dia aborsi?" Plan menatapnya.
"Tentu saja tidak. Itu mahkluk bernyawa. Aku bilang kepadanya untuk tidak melakukannya dan aku bilang aku akan menikahinya, tapi dia menolaknya. Kemarin ia bilang kepadaku bahwa ia sudah aborsi bayinya dan ia tak mau aku menghubungi dirinya dulu. Ia ingin memenangkan dirinya. Lalu aku mendapat video ini tadi pagi." Mean mengambil hp dari sakunya dan menunjukkan sebuah video kepada Plan.
Video itu menunjukkan Dream dan bosnya tengah memasuki hotel dan mereka melakukannya di sebuah kamar dan itu ditunjukkan dengan jelas oleh sang perekam. Bahkan pembicaraan mereka tentang aborsi anak mereka bukan anak Mean juga terdengar dalam rekaman videonya itu. Yang paling menyedihkan adalag bahwa Dream bilang kepada bosnya bahwa Mean hanyalah lelaki polos yang naif dan berpikir bahwa dirinya adalah hanya untuknya. Ia mudah ditipu. Dream juga mengatakan bahwa ibu Mean sangat berharap banyak kepada Dream untuk bisa menjadi menantunya. Dan Dream merasa berutang budi kepada Nune sebab dulu di belakang Mean, Nune sering membantu dirinya membiayai sekolahnya dan mencarikan dirinya pekerjaan. Oleh karena itu, ia merasa tak enak untuk meninggalkan Mean.
Plan melihat footage video itu dan jelas itu baru kemarin sore. Ia menatap Mean dan mengembalikan hp itu kepada Mean. Mean menerimanya dengan tatapan lelah.
"Mean, kau masih mencintainya?" tanya Plan.
"Aku sedih karena ia melakukan ini kepadaku dan ibuku," ujar Mean.
"Kurasa yang terbaik yang bisa kau lakukan adalah membuat dirimu tenang dulu. Kuharap kepergianmu ke sini bisa menjadi salah satu cara untuk membuat kepalamu dingin, jadi, kau bisa mengambil langkah selanjutnya. Aku janji aku tak akan bilang apa-apa kepada Mae. Kau bisa mengandalkan aku," sahut Plan lagi sambil tersenyum.
"Terima kasih. Aku merasa lega sekarang. Setidaknya aku tahu yang harus kulakukan," sahut Mean.
"Bercerita salah satu cara yang terbaik untuk mengurangi bebanmu," sahut Plan lagi.
"Uhm," gumam Mean.
"Terima kasih, Plan," sambungnya.
"Kita keluarga, bukan?" Plan menepuk bahu Mean pelan sambil tersenyum. Plan berdiri dari duduknya. Mean mengikutinya.
"Mau ke mana?" tanya Mean.
"Mengecek sesuatu," sahut Plan. Mean berjalan mengikuti Plan menyusuri jalan setapak di halaman belakang mereka dan mereka sampai di sebuah rumah pohon.
