30 - Terulur Bahagia

389 20 2
                                    

Jangan lupa vote dan komen di setiap paragraf, ya!

Happy reading!

So, enjoy!



Masih tidak menyangka pada apa yang ada di hadapannya saat ini. Seperti sebuah mimpi yang nampak nyata adanya. Jelita bahkan tak hentinya menangis bahagia sekarang. Melupakan segala sakit yang ia rasakan sejak dahulu.

Di hadapannya kini sudah ada Sanjaya, Melin, Nio, dan Nisa. Mereka datang menjenguk Jelita yang terkapar lesu di rumah sakit. Sebuah keajaiban, jika mereka masih memedulikan kondisi Jelita saat ini. Keajaiban yang berkali-kali Jelita syukuri tanpa henti.

Impian yang selalu Jelita layangkan, ialah kembali harmonis dengan seluruh keluarganya. Ialah kembali diguyuri kasih sayang yang menjadi keluarganya. Jelita ingin sekali kembali besar di tengah-tengah orang tuanya. Sama seperti gadis remaja lainnya.


"Maaf."

Sanjaya berucap lirih, lelaki itu memegang pelan lengan Jelita. Seraya menunduk tak sanggup memandang si pemilik wajah yang sedari tadi memancarkan senyumnya yang indah.

Kening Jelita sedikit mengerut. "Tidak, tidak usah mengatakan maaf, Pa."

Sanjaya mendongkak menatap lekat netra putrinya. Dari sana terlihat jelas jika Jelita begitu teramat tulus padanya. Tak pernah ada kebencian abadi yang tertanam di sana. Sepertinya Jelita telah menghapus semua kenangan buruk di benaknya.

"Maafkan Papa, Nak. Papa begitu berdosa padamu," lirih Sanjaya, kali ini ia mengusap pelan kepala Jelita.

Jelita membalas tersenyum sebelum berucap. "Tidak apa, Pa. Lupakan yang sudah berlalu," ujarnya begitu tulus.

Sanjaya dibuat tersenyum jadinya. Dalam hati ia berucap, betapa muran hati sekali sosok putrinya itu. Bahkan Sanjaya sangat terlalu berdosa karena menelantarkannya.

"Kamu sungguh baik hati, bahkan dengan mudah memaafkan kesalahan besar Papa di masa lalu," tutur Sanjaya tak habis pikit sebelumnya.

"Seburuk apapun, Papa tetaplah Papaku. Lagi pula, tidak baik hidup menjadi seorang pendendam," papar Jelita membuat beberapa orang di sana tersentuh.

"Terima kasih, sudah mau memaafkan Papa, Nak. Papa akan berusaha mungkin membahagiakanmu selamanya." Sanjaya berucap sungguh-sungguh.

Jelita mengangguk tersenyum. "Kasih sayang Papa, lebih dari cukup membuatku bahagia."

"Nak." Kali ini Melin berucap di sisi kiri Jelita, wanita itu tampak dengan raut wajah memerah. Jelita tahu Melin sepertinya baru saja menangis.

"Maafkan Mama pula," paparnya. "Mama pun tak kurangnya sangat berdosa terhadapmu. Mama seorang Ibu yang buruk untukmu."

"Tidak, tolong jangan katakan itu, Ma. Kau tetap Bundaku yang selalu kupanggil seperti itu. Surgaku tetap ada di telapak kakimu," sanggah Jelita. "Hanya keadaan yang membuat kita menjadi seperti ini."

Sungguh, semua orang yang mendengar penuturan Jelita tampak berucap syukur. Jelita yang ternyata memiliki pemikiran dewasa, mampu menyihir semua orang dengan kata-katanya yang baik.

JELITA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang