17 - Rey, Kasmaran!

353 41 3
                                    

Pernah lihat cowok dingin plus cuek kasmaran? Pernah? Pernah? Begini nih salah satunya, persis Reynando Askara!

Jangan lupa vote and comment-nya guys, ditunggu ya!

Happy reading ....

Flashback on

Sinar di sore hari telah menerpa wajah cantik nan lugu itu. Gadis yang tengah mengayuh sepeda yang ia berinama Cherry. Sepeda pemberian dari sang Opa saat ia ulang tahun.

Gadis itu, Jelita. Tampak raut wajah yang senantiasa menebar senyuman tak terkira. Hingga sepanjang ia bersepeda menuju taman dekat perumahannya itu, seringkali para ibu-ibu menyapanya ramah.

Jelita duduk disalah satu bangku taman. Memerhatikan sekitar taman yang tampak ramai di sore ini. Mungkin sampai malam nanti, karena pasalnya hari ini hari sabtu, otomatis nanti adalah malam minggu, malam para pebucin menghabiskan waktunya bersama. Entah sudah tabiat atau tradisi, memang halnya para pasangan muda kerap menghabiskan waktu bersama kala malam itu. Entah di taman, restoran, cafe, ataupun tempat romantis lainnya.

Terlihat disana, sepasang kekasih yang tengah menikmati es cincau yang dijual oleh pedagang keliling dekat taman. Membuat tenggorokan Jelita kering seketika melihat betapa enaknya dua orang saling mencintai itu memakan es cincau. Jelita ingin ... ingin es cincau itu!

Jelita menginginkan es cincau itu, tapi sayangnya ia tak membawa sepeser pun uang. Dengan segala persiapan yang ada, Jelita akhirnya menghampiri Bapak penjual es itu. Alih-alih untuk mengatakan sesuatu pada si Bapak itu.

"Cherry tunggu Lita disini semenit aja, Lita mau ke si Bapak penjual es dulu." Jelita mengusap sepedanya, lalu berlari menuju pedangan es cincau itu.

"Assalamualaikum, Bapak," tutur Jelita.

Bapak penjual itu terlihat mengalihkan pandangnya pada Jelita yang tengah menyapanya. "Waalaikumsalam, Neng, ada apa?"

"Bapak es cincaunya masih ada?" tanya Jelita penasaran.

Bapak itu mengangguk. "Ada, Neng mau beli, sok atu."

"Lita mau beli tapi nanti, Pak. Lita mau pulang dulu ngambil uangnya. Sisain satu ya, Pak," ucap Jelita panjang lebar.

Bapak itu tampak tersenyum lalu mengangguk mengiyakan. "Yaudah, Neng.

Mendengar penuturan Bapak itu, sontak Jelita tersenyum lebar begitu antusias. Ia mengangguk lalu berlari kembali ke tempat dimana sepedanya bertengger. Jelita pulang setelah mengatakan hal itu pada Bapak penjual es tadi.

Tak hentinya senyuman terpatri dibibir mungil Jelita. Entahlah, hatinya sungguh senang, karena es cincau itu. Jelita sampai buru-buru mengayuh sepedanya itu hingga matanya tak fokus pada apa yang ada dihadapannya. Jelita menabrak pagar rumah dibelokan menuju rumahnya.

'BRAK!!!!'

"AW! OPA, OMA, SEPEDA LITA NABRAK!" teriak Jelita histeris dengan posisi terjungkal ke kiri, dengan posisi terdampar.

Lututnya memerah, sebagian kaki putihnya tergores batu, apalagi Jelita hanya mengenakan celana levis diatas dengkul, menyebabkan beberapa goresan kecil dibagian-bagian kakinya.

"Hiks, kaki Lita sakit ... hiks sakit," isaknya seraya menutup wajahnya dengan posisi duduk selonjoran.

"Gimana Lita mau beli es cincau lagi kalau kakinya sakit kayak gini hiks, es cincau hiks."

"Aaaaa Opa, Oma tolongin huhuhu."

Jelita terisak pelan, masih dengan posisi semula karena kakinya sakit untuk digerakan. Ia hanya tergugu tak berdaya disisi dekat pagar rumah orang yang ia tabrak.

JELITA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang