Jadi, namanya adalah Biru. Ia adalah seorang pemuda berusia tujuh belas tahun dengan surai lembut berwarna langit cerah. Tanpa alasan dan tanpa rekaan. Indahnya, itu adalah sebuah turunan. Rambut langit cerahnya adalah hasil genetik tanpa rekayasa dari seorang lelaki cantik yang memiliki rambut identik. Sebut saja Ibundanya.
Semua orang senang melihatnya. Beberapa orang lewat akan berhenti hanya untuk menanyakan apakah itu surai asli atau palsu. Lalu mereka akan menyanjungnya, beruntung memiliki rambut asli seindah itu. Namun, ada rendah ada tinggi, ada juga senang dan benci. Pernah suatu waktu, ketika ia sedang berada di sekolah menengah pertama tahun kedua, ia dijambak habis-habisan oleh beberapa siswi. Biru yang saat itu sedang asyik menyalin pekerjaan rumahnya, tiba-tiba harus terjungkal karena perbuatan brutal mereka.
Katanya sih, mereka tidak suka dengan rambut Biru. Terkesan mencolok dan caper.
Masalahnya, kalau ia bisa mengubah warna dengan semaunya, pasti akan ia lakukan sedari dulu. Namun titah Ibundanya yang melarang keras hal itu membuat ia tidak bisa berkutik. Garis keturunan asli harus selalu dilestarikan, kata Ibundanya.
Kalau kalian mengira jika nama dan surainya senada warna langit maka Biru akan menyukainya pula, maka jawabannya adalah tidak. Biru sungguh membenci warna biru. Cukup rambutnya saja yang biru, semua tidak boleh, katanya. Dan itu berhasil membuat seluruh benda yang dimilikinya berakhir berwarna monokrom.
"Nama Biru tapi benci biru! Gimanasih!" omel Lintang, ketika Biru menolak hadiah ulang tahun berupa sweater berwarna biru.
...
Entah apa yang merasuki dirinya, tapi Biru berubah sejak duduk di bangku SMA. Dia yang sebelumnya diam saja dan tidak pernah protes, tiba-tiba benci jika harus dipanggil Biru.
Kalau kata Bundanya sih, '"Biru lagi masa puber, yang maklum ya." Yang lalu dibalas anggukan malas oleh teman-temannya yang lain.
Ia kini lebih suka dipanggil 'Nana' atau 'Nay'. Persetan jika itu terlihat feminim, tapi ia lebih menyukai itu daripada Biru. Anak-anak kecil didikan Biru sih, sudah menurut untuk memanggil dirinya Nana (anak-anak kecil didikan Biru : Leksa dan Satria). Tapi susah sekali menghentikan teman seperpopokan lainnya—dibaca : Angkasa, Lintang, Lukas, Mark, dan Rendra.
Angkasa yang paling suka menggodanya. Katanya, Biru itu seperti panggilan sayang darinya.
"Biru aja kenapa sih? Kan lembut gitu." Ucap Angkasa sambil membayangkan hal-hal indah di pikirannya.
"Pokoknya Nana!" sahut Biru sebal.
"Aku panggil Nana aja deh" ucap Lintang santai sambil masih memainkan ponselnya. Mark yang duduk di sebelah Lintang juga ikut mengangguk, menyetujui ucapan kekasihnya.
"Mau sampai janur kuning melengkung pun, aku tetap panggil Biru." Ucap Angkasa masih dengan senyuman di wajahnya.
Biru mendengus sebal "Ih, gak mau! Tiap kata Biru yang muncul, bayar sepuluh ribu!"
"Ih, gik mii! Tiip kiti Biri ying mincil biyir sipilih ribi!"
Leksa tertawa kencang mendengar ledekan yang keluar dari mulut Angkasa.
Biru kemudian memukulkan tasnya pada punggung Angkasa, membuat lelaki itu tertawa puas. Gemar sekali dia menggodanya.
"Gak papa, Biru. Anggap saja itu panggilan sayang dariku."
Belum sempat Biru mengomel kembali, suara Mark menginterupsi.
"Udahan yuk! Udah jam empat ini, mendung juga."
Semuanya kecuali Biru segera bersiap-siap untuk pergi.
"Aku sama Asa berarti boncengan ya! Njun sama Kak Lukas, Ecan sama Kak Mark, Lele sama Icung! Oke, rapat sore ini aku tutup dengan salam!" Jelas Biru setengah berteriak, mengakhiri rapat sore itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru | Nomin
FanfictionNamanya adalah Biru. Ia adalah seorang pemuda berusia tujuh belas tahun dengan surai lembut berwarna langit cerah. Tanpa alasan dan tanpa rekaan. Indahnya, itu adalah sebuah turunan. Biru benci jika harus dipanggil 'Biru'. Katanya itu nama yang ka...