03. tree house

290 43 3
                                    

Setelah rumah pohon tersebut selesai direnovasi, Lintang mewajibkan kepada seluruh anggota gengnya untuk berkunjung ke sana setiap hari. Minimal, hingga jam tujuh malam. Niatnya sih agar lebih akrab dengan rumah pohon itu dan mengusir hawa-hawa jahat.

Minggu pertama mereka menempati rumah pohon itu, memang sedikit berat. Apalagi bagi Biru dan Rendra yang penakut. Gosip warga sekitar yang mengatakan bahwa rumah besar itu berhantu, memang benar adanya. Dan mereka sempat beberapa kali mendengar suara-suara aneh dari rumah tersebut. Ditambah dengan cerita-cerita seram dari mulut Angkasa yang sama sekali tak membantu menurunkan rasa takut Biru.

Hari pertama, Lukas bercerita di kelas Biru, Lintang, dan Rendra, bahwa ia melihat seorang perempuan berambut panjang dengan baju berwarna putih berdiri di balkon lantai dua rumah itu. Hari kedua, giliran Mark yang melihat perempuan itu. Lukas dan Mark yang pada dasarnya tidak takut hantu, hanya menceritakan hal itu sambil tertawa-tawa bercanda. Tak tahu saja Biru dan Rendra sudah ingin menangis ketakutan.

Hari ketiga, giliran Rendra yang melihat. Waktu itu, ia menceritakan langsung kejadian itu di rumah pohon. Membuat Lukas tergopoh-gopoh menggendong Rendra untuk mengantarkannya pulang. Sayangnya, Rendra menceritakan itu sambil menangis di gendongan Lukas, lalu demam hingga keesokan harinya. Hari ketiga, giliran Angkasa yang melihat. Ia menceritakan itu dengan bumbu-bumbu yang ditambahkan—Biru yakin akan hal ini. Jadi, ia tidak bisa 100% percaya pada Angkasa.

"Jadi sebenarnya bukan cuma perempuan!"

"Tapi ada anak kecil juga, hiiiii!" ucap Angkasa dengan penuh mendramatisir.

Biru 70% takut, 30% mengumpati segala omong kosong Angkasa.

Sayangnya, pada hari keempat, Lintang melihat perempuan itu. Ia menceritakannya sambil berteriak-teriak di kelas, keesokan harinya. Entah karena antusias atau karena takut. Rendra masih belum masuk sekolah saat itu. Jadi Biru hanya bisa menggigit jari sambil terdiam takut. Angkasa yang melihat wajah ketakutan Biru, lalu terkekeh.

"Awas loh! Habis ini kamu!" ledek Angkasa.

"Asa kampret!"

Angkasa pun tertawa sampai terguling-guling ke lantai.

Dan benar saja, malam kelima itu adalah malam ketika mereka sedang disibuk-sibukkan dengan PR mereka. Jam masih menunjukkan pukul delapan malam dan jalanan masih ramai terdengar, tapi Leksa dan Satria sudah tertidur pulas di sofa kecil depan TV. Ia tak tahu dimana Lukas dan Rendra—ngomong-ngomong Rendra sudah berani masuk rumah pohon lagi—, tapi Mark dan Lintang sedang membuat susu cokelat di teras. Kini hanya tersisa ia dan Angkasa yang masih tersadar di ruang tengah ini.

"Psst psst!"

Angkasa masih terdiam. Menyalin pekerjaan rumah milik teman sekelasnya ke buku tulis.

"Asa!"

Angkasa mendongak menatap Biru.

"Dingin, Sa." Cicit Biru pelan, lalu memeluk tubuhnya sendiri.

Angkasa yang melihat itu, lalu mengeluarkan jaket biru miliknya dan menyerahkannya pada Biru.

"Ish! Gak mau!"

"Biru, kamu gak bawa jaket ya. Gak usah rewel." Ucap Asa masih melanjutkan acara mencatatnya.

"Tapi gak mau biru~" rengek Biru. Ia menggeserkan tubuhnya agar mendekat ke arah Angkasa.

Angkasa lalu ikut mendekatkan diri ke arah Biru, lalu memeluknya. Menyalurkan kehangatan.

"Dipake yaa~" ucap Angkasa setelah melepas pelukannya, dan memasangkan jaket berwarna biru langit ke tubuh Biru.

Biru mendengus pelan. Tak habis pikir tentang Angkasa yang tidak pernah mau mengganti warna jaket itu. Ketika ia tengah asyik mengomeli Angkasa di dalam hati, tiba-tiba ia mendengar suara ketukan pelan di jendela yang ada di depannya—tepatnya di belakang TV. Ia mendongak, tapi hanya gelap yang ia lihat di luar jendela. Seketika tubuhnya meremang. Bulu kuduknya berdiri. Biru menoleh ke arah Angkasa, tapi lelaki itu masih sibuk mengerjakan PR-nya. Menoleh ke belakang, tapi Leksa dan Satria masih sibuk tidur dengan mulut terbuka.

Biru | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang