05. angkasa

316 44 5
                                    

Biru Nayaka Janitra. Lucu ya? Hehe.

Namanya indah sekali, seperti pemiliknya.

Biru itu cantik sekali, kalian harus percaya padaku. Kadar kecantikan Biru itu bahkan melebihi kecantikan Miss Indonesia sekalipun. Matanya, bulu mata lentiknya, hidungnya, bahkan bibirnya.. Ah, sepertinya wajah indahnya itu harus masuk dalam tujuh keajaiban dunia.

Pertama kali bertemu Biru, aku terkagum sekaligus heran. Warna biru langit yang ada pada surai Biru berhasil membuatku diam seribu bahasa. Biru yang waktu itu masih berumur enam tahun, begitu semangat berkenalan denganku. Menaik turunkan tangannya dengan cepat hingga membuat rambut birunya bergoyang pelan.

Sesuai dengan nama indahnya, hati Biru pun juga indah. Tak pernah sekalipun aku melihat dia bertingkah egois. (Yah, kecuali untuk kasusnya yang selalu menolak jaketku dan ia yang membenci segala hal tentang 'biru'). Tapi selain itu, tidak pernah. Menurutnya, orang lain itu nomor satu. Nomor dua baru dirinya sendiri.

Bahkan ia akan rela memenangkan perlombaan yang diadakan saat acara tujuh belas Agustus, demi mendapatkan sebuah sepeda yang diidam-idamkan oleh Rendra.

Pernah juga ia rela memberikan seluruh bekalnya pada Leksa, padahal dirinya sendiri memiliki riwayat maag

Ia selalu mengutamakan kebutuhan orang lain daripada dirinya sendiri. Dan itu sungguh membuatku khawatir. Masalahnya, sifat 'terlalu baik'nya itu terkadang melukai dirinya sendiri.

Seperti contohnya, ketika ia terjatuh saat kami sedang bersepeda. Lututnya berdarah karena ia tidak memakai pelindung lutut dan justru membiarkan Lintang yang memakainya. Atau ketika ia yang harus dirawat di Rumah Sakit karena tubuh lemahnya memaksa memakan makanan basi, oleh-oleh dari Satria. 

"Kan Satria ngasihnya tulus! Mana tega aku nolak!" Jelasnya saat aku mengomelinya waktu itu.

Memang tak ada habisnya jika aku harus menyebutkan seluruh tingkah baik-tapi-merugikan-nya ini. Tak akan cukup, kalian pasti akan lelah membacanya.

...

Biru itu kalau ngomong lembut sekali. Seperti contohnya begini,

"Pagi, Biru~"

"Pagi juga Asa~"

Tuhkan lembut sekali. Apalagi kalau dia memanggil namaku, hehe.

Dia sering melakukan deep-talk dengan Rendra dan Lintang dengan suara rendah namun lembutnya. Aku mengetahuinya untuk yang pertama kali, ketika kami berdelapan sedang menginap bersama di rumah Lintang. Waktu itu kami semua tidur bersama di ruang tengah, karena memang saat itu keluarga Lintang sedang pergi. 

Biru, Rendra, Lintang, dan Leksa tidur di sebuah kasur berukuran besar. Terpisah denganku, Mark, Lukas, dan Satria. Kasur kami hanya dibatasi oleh meja kecil bekas kami bermain permainan kartu.

Waktu itu, Leksa, Satria, Mark, dan Lukas sudah tertidur. Aku masih membuka mata dan telinga lebar, menyimak pembicaraan mereka.

"Ngomong-ngomong soal anjing, kemarin Kak Kun mukul Bella sampai Bella nangis." Ucap Rendra lirih. Ngomong-ngomong, Bella itu anjing milik Rendra.

"Tapi gak sampai mati?" Ucap Lintang setengah panik.

Rendra menggeleng. "Aku marahin Kak Kun. Kami berantem hebat. Sampai Mama turun tangan." Rendra memainkan selimut yang menutupi tubuhnya hingga leher. "Padahal kami gak pernah berantem sampai kayak gitu."

"Jujur, aku merasa bersalah. Cuma masalah anjing sih, tapi kami diem-dieman hampir dua hari. Apalagi Kak Kun sempet bilang kalau dia gak sengaja."

Biru | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang