30. History

583 91 14
                                    

Arsen menutup matanya rapat-rapat, membiarkan air jernih yang dingin menyapu debu dan rasa lelahnya, sementara pikirannya melayang jauh. Kejadian yang terjadi tiga hari lalu nampak nyata saat dia mengingatnya lagi, rasa sakit di lehernya bahkan meninggalkan bekas ungu dan hitam.

Gaya cekikan Lavi masih sama seperti yang pernah dia rasakan di gubuk nenek tua di wilayah Nara waktu itu. Benar-benar ada niat membunuh. Ekspresinya tidak menyiratkan bahwa dia sadar dengan keadaan sekitar, seolah-olah semua yang terjadi hanya ada di luar nalarnya saja.

Dan tampaknya sejauh ini, sudah tiga kali Arsen melihat Lavi seperti itu.

Apakah dia mengalami tekanan psikologis?

Untuk menenangkan Lavi yang mengamuk membabi buta, semua orang bertindak kasar tanpa berpikir; beberapa murid pelatihan menyerbu dan memeganginya, tapi kekuatan roh yang mengamuk bahkan lebih ganas. Maka datanglah lebih banyak orang; mengunci, menahan, mencengkeram—karena Lavi masih lepas kontrol, ada yang berpikiran untuk menumbangkannya dan memukul tengkuknya sampai dia tak sadarkan diri.

Arsen memarahi orang itu dan menghajarnya, tapi dia hanya anak kecil. Ketika situasi panas itu lenyap, semua orang tersadar bahwa Arsen tidak memiliki selendang di kepalanya. Identitasnya yang ditutupi terekspos, mengundang semua orang masuk dan suasana sangat tidak kondusif setelah itu.

Dan entah bagaimana akhirnya mereka bisa meloloskan diri berkat negosiasi Shuo dan Raiden—Arsen tidak peduli apa pun selain memegangi Lavi di tangannya.

Sembari membasuh wajah kembali dengan air yang jernih, Arsen menatap pantulan wajahnya pada sungai di pedalaman taman bambu istananya. Dia mulai memikirkan ini sebagai masalah yang cenderung berat. Awalnya Arsen hanya menduga keterikatan Lavi dengan gedung kamp pelatihan itu, tapi sekarang segalanya menjadi lebih jelas.

Yang saat ini terlintas dalam pikirannya adalah Kiril—jika Shuo dan Raiden terlalu muda untuk tahu sejarah di masa lampau, Kiril mungkin bisa membantu sebab dia telah hidup lebih lama di sini. Mungkin saja pria pucat itu tahu sesuatu mengingat seluruh hidupnya dihabiskan di Banditi.

Bersamaan dengan gemuruh semangat yang berperang di benaknya, saat itu pula dia melihat Kiril datang. Arsen merasa kehadiran pria itu seumpama oasis di tengah padang pasir. Tapi, tunggu, mungkin juga tidak seperti yang Arsen pikirkan. Penampilan Kiril kali ini agak lain, pria itu terlihat sangat kacau dan murung.

Tidak seperti dirinya yang biasanya.

"Kiril?" Arsen segera menghampiri Kiril yang baru saja masuk di gapura utama taman bambu.

"Tuan Muda." Kiril tersenyum dan membungkuk hormat, rambutnya yang panjang berkibar di bawa terik matahari. "Apakah Tuan Muda sedang menunggu kedatanganku?"

"Aku hanya ingin berbincang-bincang padamu."

"Oh, begitu," kata Kiril dengan senyum yang tak juga surut dari bibirnya.

Langkah kecil mereka pergi menuju sebuah gazebo kecil, yang berdiri di antara aliran air dalam bambu yang berada miring dan terhubung langsung ke kolam ikan. Airnya terlihat sangat jernih, seperti baru saja diganti. Ikan beragam warna terlihat muncul ke permukaan.

"Ingin memberi makan ikan?" Kiril menawarinya bungkusan makanan ikan  berwarna kecokelatan di pojok dekat kolam. "Kau tahu, benda ini didapat dari kota. Katanya untuk memberi makan ikan."

BLACK MASK [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang