Bag. VI

6 1 0
                                    

   Abigail mengumpulkan rambutnya yang berwarna coklat bergelombang, mengikatnya menjadi satu menjadi simpul ekor kuda.

   Abigail mengumpulkan rambutnya yang berwarna coklat bergelombang, mengikatnya menjadi satu menjadi simpul ekor kuda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Mejanya terlihat rapi, tidak seberantakan sebelumnya. Hari ini adalah bagiannya untuk melakukan wawancara bersama Ava. Sabtu yang sibuk. Dari dalam ruangannya, Abi bisa mendengar teriakan Sophia yang memanggil namanya. Memutar kursinya menghadap meja bagian kanan, Abigail mengambil note kecil dan pena hitam. Membuka laci bagian kiri, Abi juga mengambil kartu pengenalnya berisi nama, nomor anggota, dan nama kantor tempatnya bekerja.

   Abigail keluar ruangan setelah mengalungkan tanda pengenalnya. Di depan pintu, Sophia sudah berdiri tegak memberikan nomor telepon manager narasumbernya hari ini. Setelah mengucapkan terimakasih, Abigail berjalan menuju ruangan Ava diikuti Sophia. Suasana kantor masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Ramai.

"Kau akan mewawancarai artis yang baru naik daun itu, Abi?"

  Abigail menepi diikuti Sophia, menempel pada tembok di sebelah kiri setelah melihat rekannya berjalan cepat dengan membawa dua tumpuk kardus isi kertas. Lorong ini terasa sempit jika salah satu membawa muatan. Abigail kembali berjalan dengan menjawab pertanyaan Sophia setelah mengangguk pada rekannya yang meminta maaf.

"Ya, aku sudah membuat janji dengan managernya tiga hari yang lalu. Sulit sekali membuat janji, apalagi melihat pekerjaanku yang menyunting berita. Dan juga, managernya yang selalu menunda"

"Oh, kau pasti beruntung bisa melihat wajah tampannya secara langsung. Pikat dia, Abi! Kau akan sangat-sangat terkenal!"

"Aku masih waras dengan hanya mewawancarainya saja. Aku tak ingin berurusan dengan paparazi. Mengejar jadwal untuk bertemu dengannya seperti mengejar jadwal untuk segera menikahinya!"

"Ayolah, Abi! Kau selalu merendah. Kau sangat cantik, Abi. Rambutmu yang halus berwarna coklat dan bergelombang, apalagi matamu! Oh, matamu sangatlah cantik, serasi dengan warna rambutmu. Aku selalu menyukai matamu. Dan wajahmu, yah kurasa wajahmu tidak terlalu buruk!"

 Dan wajahmu, yah kurasa wajahmu tidak terlalu buruk!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abigail van Gogh

"Sophia, kau lupa dengan Chaiden? Haruskah kupukul kepalamu agar kau ingat?"

"Aku hampir lupa. Kau jarang terlihat dengannya, kukira kalian sudah berpisah"

"Dia berada di Roma, Sophia. Itu tidak sedekat London dengan Southampton"

   Chaiden Lee, kekasih Abigail yang bekerja di Roma tiga tahun terakhir. Hubungan asmaranya dengan Abigail masih terjalin dengan erat. Beberapa hari sekali, surat dari Roma datang untuk Abi. Komunikasi keduanya masih kuat, melalui telepon ataupun surat. Musim dingin tahun lalu, Chaiden datang ke London untuk menemui Abigail, dan tinggal di rumahnya sampai natal.

"London dengan Southampton juga tidak dekat, Abigail. Butuh satu hari lebih perjalanan untuk ke sana. Kau masih mencintainya, Abi?"

   Abigail berhenti melangkah saat tiba di depan pintu ruangan Ava. Ingatannya kembali pada kejadian pagi ini sebelum dirinya berangkat bekerja. Pak tua Grissham datang ke rumahnya untuk mengantar surat, mengatakan bahwa surat beramplop coklat tua itu kiriman dari Roma. Pada tampilan depannya tertulis nama lengkap Abigail beserta alamat rumahnya. Dia masih ingat debaran jantungnya ketika menerima surat itu langsung. Pikirannya menggambarkan penampilan Chaiden yang tampan. Lelaki tinggi, dengan rambut coklat dan mata coklat, sosoknya yang berkharisma dan bibirnya yang selalu melengkungkan senyum tulus untuknya.

 Lelaki tinggi, dengan rambut coklat dan mata coklat, sosoknya yang berkharisma dan bibirnya yang selalu melengkungkan senyum tulus untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chaiden Lee

"Tentu aku masih mencintainya, Sophia. Pertanyaanmu tidak memiliki dasar sama sekali. Dan, kenapa kau mengikutiku sampai ruangan Ava?"

   Abigail mengetuk pintu, menyebutkan nama, dan masuk ketika mendengar suara Ava. Ruangan kerja Ava memiliki jarak yang jauh dari ruangan Abi ataupun Sophia. Ruangan dengan tatanan minimalis, meja kerja dari kayu jati yang dipernis terlihat mengkilap. Di sebelah kiri ruangan dari pintu masuk, meja dari besi yang lebar berdiri, diatasnya ada kamera dan kertas foto yang digantung. Di setiap sudut ruangan, Ava menempatkan pot-pot bunga Corn Plant. Dinding dibelakang meja kerja Ava dipasangi figura dengan foto-foto pekerjaannya.

"Sophia? Kau ikut kemari? Kau ada perlu denganku?"

"Ah, tidak. Aku bosan. Kau tau, aku menganggur, mesin cetak rusak, jadi aku menyerahkan tugas mencetak pada Dolly. Hey, bisakah aku ikut dengan kalian? Aku juga ingin bertemu artis itu!"

"Apakah bagian divisimu tidak mencarimu?"

"Oh ayolah! Aku bosan menunggu kalimat yang dicetak. Aku harus ijin pada Garrick sekarang. Kalian berdua, tunggu aku di depan loby, okay?"

   Sophia berlari menjauh setelah mengacungkan jari mengingatkan. Sosoknya hilang dibelokan lorong. Ava hanya melirik Abigail dan mengajaknya keluar menuju loby. Sepanjang perjalanan, percakapan mereka hanya terpusat pada wawancara yang akan dilakukan.

   Mobil kantor sudah terparkir tepat di depan taman kantor. Cleve, rekannya baru saja keluar dari mobil, berjalan mendekati Ava dan menyerahkan kunci mobil padanya.

"Kalian ada wawancara?"

"Ya, aku dan Abigail, dan mungkin juga Sophia, kami akan pergi ke hotel Loz Cordtyn"

"Baiklah. Oh, ya! Abigail, Ammar mencarimu. Kau tau Ammar kan? Dia bilang ingin membicarakan acara besok"

   Abigail menoleh ke kanan, melihat kantor percetakan yang terlihat ramai dengan rekannya yang keluar masuk membawa gulungan surat kabar. Mengucapkan terimakasih pada Cleve dan meminta ijin pada Ava, Abigail menemui Ammar di meja tamu. Setelah mengatakan tujuannya pada Colette, Abigail duduk di kursi tamu, kembali melihat kesibukan rekannya dan karyawan percetakan.

"Hey Abi! Ramai sekali bukan? Terimakasih sudah mau datang! Jadi, bagaimana? Kau ikut denganku untuk menemui Arthur?"

   Abigail memandang Ammar lama, ketika berangkat kerja tadi pagi, Abi kembali bertemu nyonya Beck--tetangga barunya dari rumah nomor empat--yang memintanya untuk berkunjung lusa esok sesuai perkataannya beberapa hari yang lalu.

___
Apa pendapatmu mengenai part kali ini?

Chaiden ganteng kan?
Abigail cantik kan?

Jangan lupa tinggalkan jejak😁

Regard,

ayu.rahmawati

T.Galek, 10 November 2020

My ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang