Bag. VII

1 1 0
                                    

__Abigail memandang Ammar lama, ketika berangkat kerja tadi pagi, Abi kembali bertemu nyonya Beck--tetangga barunya dari rumah nomor empat--yang memintanya untuk berkunjung lusa esok sesuai perkataannya beberapa hari yang lalu.

"Maafkan aku, Ammar. Aku tidak bisa. Aku sudah memiliki janji jauh-jauh hari. Maaf baru memberitahumu, sungguh aku lupa. Aku merasa benar-benar buruk sekarang. Dan aku kehilangan kesempatan untuk bertemu langsung dengan penulis favoritku"--Menggeleng pelan--menegaskan jawabannya kepada Ammar.

"Baiklah. Tak apa, Abi. Hey, masih ada kesempatan lain hari. Dia hampir setiap pekannya datang ke sini. Aku akan mengabarimu jika dia ada memberi pesan untuk datang"

"Terimakasih, Ammar! Oh, kau sungguh lelaki yang sangat baik dan pengertian! Jika kau tak keberatan, aku harus kembali sekarang. Aku ada wawancara hari ini"

   Ammar mengangguk--mengamati penampilan Abi yang rapi. Kartu pengenalnya menggantung dilehernya. Note kecil dia bawa di tangan kanan. Setelah mengucapkan 'sampai jumpa lagi' --Abigail berlari keluar percetakan.

***

   Abigail berlari masuk dalam mobil kantor setelah melihat Sophia melambai padanya. Disimpannya note dan pena di dashboard mobil setelah mengucapkan maaf sudah mau menunggu. Posisi duduknya sekarang ada di samping kursi pengemudi yang diduduki Ava--Sophia memilih duduk di kursi penumpang tengah sendirian. Abigail memutar tubuhnya--memandang Sophia yang memakai kacamata biasa. Gadis itu--Sophia--melepaskan kartu pengenal dari lehernya. Tangannya bergerak memperbaiki ikatan rambutnya, merubahnya menjadi sanggulan simpel saat mobil mulai berjalan.

"Aku merasa kita seperti sedang pergi berlibur bila mengajak Sophia. Bagaimana kau bisa bergabung dengan kami, Sophia? Mungkinkah Garrick meloloskanmu begitu saja?"

"Jangan bertanya padanya, Abi. Oh, kau harus melihat keributan besar yang terjadi di loby. Ya ampun! Aku merasa malu membawanya hari ini!"--Ava menjawab pertanyaan Abi untuk Sophia dengan melirik wajah keduanya melalui kaca penumpang. Ungkapan malunya ia keluarkan melalui hembusan napas pelan melalui hidung.

   Sophia balik memandang Ava dengan raut tidak terima. Tangannya sebelah kanan mengacung pada Ava, tapi ditarik kembali untuk memperbaiki rambutnya begitu sanggulnya lepas. Tatapannya beralih kepada Abigail, memasang wajah sedih.

"Jangan mempercayainya, Abi. Aku tidak membuat keributan. Aku hanya pergi dari Garrick sebelum aku dianiaya olehnya. Kau tau kesengsaraanku bukan, Abi?"

"Kau rubah licik, Sophia. Kau bahkan sempat mengumpat pada Garrick. Dan sekarang, apa yang akan kau lakukan?"

   Sophia menyandarkan punggungnya setelah menyelesaikan urusan rambut. Alisnya terangkat tinggi memandang jahil Ava.

"Apa yang kulakukan? Tentu aku akan di-

"Dia akan menjadi jurnalisnya, Ava. Biar aku yang mengajukan pertanyaan. Jangan biarkan rubah licik ini diam tanpa pekerjaan yang menguntungkan. Hey, Sophia--kau harus menikmati tugas kali ini. Anggap sebagai liburan"

   Abigail tertawa melihat wajah tidak terima Sophia. Gadis nakal itu harus diberi pelajaran sekali-kali. Abigail menyerahkan note dan pena yang dibawanya kepada Sophia.

***

   Berjarak kurang lebih 300 meter dari hotel Loz Cordtyn, mobil yang dikendarai Ava dan rekannya--Abigail dan Sophia--berhenti di tepi pelataran cafe. Mereka memilih berhenti sebentar breafing mengenai wawancara hari ini. Narasumber mereka--artis yang sedang naik daun bernama Deke Blakeley tengah menginap di hotel yang menjadi tujuan mereka. Setelah menetapkan janji temu bersama managernya, tim Abi segera menerimanya. Artis itu--tengah naik daun karena perannya dalam film berjudul 'Religion's Duke'. Film terbaru di musim semi tahun ini.

   Setelah mengerti tugas masing-masing--yang melibatkan Sophia juga, mereka kembali melajukan mobil kearah hotel. Dari jarak dekat, mereka bisa melihat hotel itu--Loz Cordtyn adalah hotel yang mewah, sesuai dengan derajat penghuninya. Halamannya luas dengan arena parkir yang memanjang ke belakang. Turun dari mobil, mereka melihat penjaga yang berdiri di masing-masing tepi pintu yang lebar. Dua pot besar tanaman hias duduk tenang disamping tiang loby yang tinggi. Ava mendekati meja resepsionis dan mengatakan janji temu mereka, setelah itu seorang gadis muda yang berkisar berumur dibawah Abigail mengantar mereka menuju kamar Deke Blakeley. Kamar nomor 203. Kamar nomor tiga dari lorong. Mengatakan permisi, gadis itu membungkuk kecil undur diri dengan senyuman ramah di wajahnya.

   Abigail maju mendekati pintu, memberi tiga kali ketukan pelan. Tak berselang lama, engsel pintu berwarna emas dibawahnya bergerak dan pintu terbuka sedikit ke dalam. Menampilkan lelaki muda dengan perawakan gagah. Matanya menyorot langsung kearah Abi, megamati tampilannya, dan berhenti setelah melihat kartu pengenal yang menggantung dilehernya. Lelaki itu membuka pintu lebar-lebar memberi ruang bagi mereka untuk masuk. Setelahnya langsung menutupnya.

"Maaf membuat kalian menunggu. Saya perlu memastikan apakah kalian benar-benar jurnalis dari kantor surat kabar London Time. Setelah melihat kartu pengenal anda, saya yakin sekarang"

"Anda tuan Deke Blakeley? Anda sungguh tampan, seperti yang diceritakan orang-orang! Beruntungnya saya bisa mewawancarai anda hari ini!"

   Ucapan bernada riang dan akrab itu dari Sophia. Gadis itu sudah berdiri sangat dekat dengan lelaki yang membuka pintu. Lelaki itu memandang bingung Sophia. Kepalanya menggeleng pelan, memberi jawaban untuk pertanyaan Sophia.

"Saya bukan tuan Deke Blakeley. Bukankah saya sudah memberi kabar bahwa tuan Deke akan kembali ke hotel pukul 10 nanti?"

   Abigail dan Ava memalingkan wajah mereka, mengapit bibir menyembunyikan senyum geli karena tidak memberi tahu Sophia tentang ini.

___
Bagaimana chapter kali ini?😋

Regard,

ayu.rahmawati

T.Galek, 12 November 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang