2 - Damien

1.1K 237 24
                                    


Damien tidak bisa tidur semalaman. Selama ini, ia memang kesulitan tidur. Oleh karena itu, ia selalu lelap dengan kegelapan yang menguasai kamarnya. Ia akan memadamkan seluruh cahaya yang ada, menutup tirai jendela menghalau sorot cahaya bulan dan ketika mengatupkan kelopak matanya untuk waktu yang cukup lama, akhirnya, ia tersaruk kantuk menuju tidurnya. Tetapi, tidak selama beberapa hari belakangan. Ia tidak bisa tidur kala malam tiba, gelisah menggeluti hatinya, sebanyak apapun ia mengubah posisi tidurnya. Ia akan tidur ketika cahaya matahari menyembul di balik horizon karena ia tahu bayangan itu tidak akan menghantuinya lagi.

            Kegelapan mengingatkannya kepada insiden mematikan lima hari yang lalu. Insiden itu amat jelas berputar berulang kali di benaknya. Ia baru saja kembali dari pelayaran dan hendak menyusul Ethan atas perintah ibu tirinya ke salah satu tambang paling dalam di Cayenne. Dan tragedi bagai teman baik Damien, senantiasa mengikutinya. Sesampainya di lantai paling dasar tambang, bau darah menusuk penciumannya. Kesemua prajurit dan pengawal dibantai habis. Ia mendapati seorang pria, bermulut bengis tengah mengancam Ethan dengan sebilah pedang, berkata dalam suara yang rendah, katakan kepadaku di mana benda pusaka berada.

            Damien tidak selalu memiliki hubungan baik dengan adik tirinya, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa membiarkan Ethan mati, semarah apapun ia terhadapnya. Pedang mereka berseteru di udara berat tambang, namun tidak satu hunusan pedang pun menyayat tubuh mereka. Seakan-akan pria asing tersebut mampu menyaingi kemampuan berpedangnya, kecepatan ayunan pedangnya. Tetapi, pria berambut pirang pucat itu bengis dan licik, ia berhasil menemui celah sempit di pertahanan Damien. Selanjutnya, sebuah adegan yang benaknya reka ulang, berkali-kali.

            Pedang itu menembus tubuh Ethan yang tengah melindungi celah sempitnya. Tangan kecil Ethan menahan tusukan tersebut, darah mengucur dari telapak tangannya. Mulutnya menyemburkan darah yang tampak hitam di keremangan tambang. Bau darah merupa awan di dalam tambang. Adik tirinya yang pintar tahu bahwa pria asing itu tidak akan berhenti membunuh sampai mendapatkan apa yang ia inginkan, sehingga ia berujar lamat-lamat, kendati hal tersebut menggerogoti nyawanya.

            Apa yang kau cari—tidak di sini.

            Detik itu, Damien menyadari Ethan memiliki keberanian lebih dari yang kuasa ia bayangkan. Keberanian untuk mati melindungi seseorang yang selama ini meluapkan kemarahan kepada dirinya. Pria asing itu pergi lebih cepat dari kilat, meninggalkan mereka di bawah sana. Damien berkutat dengan luka menganga di tubuh Ethan. Sisa tenaganya menekan luka tersebut, tetapi ia tahu percuma. Ia tahu semua sudah percuma.

            Tangan berdarah Ethan menangkup pergelangan tangannya. Apa kau membenciku karena aku mencuri kedudukanmu? Kehidupanmu? Kurasa dengan ini, aku sudah membayar hutangku.

            Sial. Jangan bicara seolah kau akan mati, bentak Damien. Namun, jauh dalam hati Damien tahu ia tidak pernah membenci Ethan. Ia marah karena Ethan memiliki segala kasih sayang yang tidak dimilikinya. Saat membawa adiknya kembali ke permukaan, Ethan mengembuskan napas terakhirnya.  Damien tahu kedua tangannya sudah gagal melindungi Ethan sejak lama, namun baru kali ini hal tersebut mengguncang hatinya.

            Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore kala ia memutuskan bangkit dari ranjangnya. Ia membilas wajahnya, membasuh semua kenangan buruk tersebut kendati tahu sia-sia. Mengenakan kemejanya yang paling santai, ia mulai berjalan keluar kastil, ke bukit tempat Ethan dikubur. Makam para pemimpin Cayenne.

            Damien nyaris memutar bola matanya saat keputusan itu dibuat. Itu muslihat Calanthe supaya anaknya terus dikenang sejarah. Mengubur Ethan di bukit tersebut meski, tidak pernah sekali pun dalam sejarah, seorang pangeran mahkota dikubur di pemakaman yang sakral itu bersama raja-raja agung Cayenne.

Namun, kemudian, tiada orang yang mampu menentang Calanthe dan perangai serakahnya. Wanita itu selalu menginginkan kekuasaan lebih dari siapapun. Ambisi yang membawa Calanthe ke posisinya sekarang. Seorang permaisuri dengan kekuasaan yang bahkan mampu mengendalikan pilihan-pilihan sang raja. Cadmus, ayah Damien, tidak lebih dari sekadar bonekanya. Ketika Calanthe menganiaya Damien, Cadmus bahkan tidak pernah meliriknya. Setitik pun.

Wanita kejam itu sama sekali tidak memiliki hati nurani. Dan Damien berani bertaruh, kematian Ethan tidak sedikit pun membuatnya sedih—ia mengenal wanita terkutuk itu terlampau baik. Kematian Ethan justru mempermudahnya merebut kekuasaan Cadmus. Sebab Damien mengingat tangis yang dikeluarkan Calanthe saat menuduh ibunya, Livana, atas kesalahan yang tidak diperbuatnya dan hukuman mati yang mengikutinya. Tangis yang dikeluarkan Calanthe ketika menjebak Damien, menghukumnya dengan cambukan. Tangis selalu menjadi senjata Calanthe merebut tujuannya.

Tidak, Damien tidak pernah membenci Ethan. Ia membenci Calanthe yang menjadikan kehidupan masa kecilnya seperti neraka. Bekas luka di punggung dan alisnya adalah bukti dari tabiat buruk wanita iblis itu.

Damien jadi merasa iba terhadap Ethan. Tidak ada yang benar-benar bersedih atas kepergian Ethan. Ia jadi bertanya-tanya, apakah suatu saat kelak, ia akan meninggalkan dunia dan tiada satupun orang yang akan menangisinya? Namun, kemudian, Damien tidak pernah berharap banyak terhadap kehidupan.

Langkahnya mulai mendaki bukit, berhenti di dekat makam yang selama lima hari terakhir ia kunjungi. Hatinya tidak pernah usai melakukan penebusan atas semua kesalahannya kepada Ethan. Mengenang masa-masa sekolahnya, mulut Damien berubah asam seakan cairan racun memenuhi mulutnya. Ia tidak bisa mengelak bahwa, dulunya, ia remaja paling brengsek yang pernah ada di muka bumi ini.

Penglihatannya mendapati seorang wanita berlutut dekat batu nisan Ethan. Jemari panjangnya mengenang ukiran nama Ethan. Tidak sampai hati mengganggu momen khidmat tersebut, Damien diam, memandangi punggung indah di hadapannya. Wanita itu, kemudian, berdiri dan seakan terpanggil, membalikkan badannya. Angin berembus kencang detik itu jua, mengacak rambutnya, tetapi tidak ada satu pun wanita yang mampu menandingi kecantikannya. Untuk sepersekian detik, Damien terpana, lupa akan siapa dirinya. 

Daria Valencius of Reyes. Teman baik Ethan—yang mana, sesungguhnya, nyaris menyerupai hubungan sepasang kekasih. Rambut cokelat mudanya menyatu dalam sebuah sanggul berantakan. Helai-helai yang bebas membingkai rahang dan lehernya. Ia bukan lagi bocah pemarah yang Damien kenal, melainkan seorang wanita cantik sedang menangisi kematian adik tirinya. Akhirnya, pikir Damien, satu orang yang betul-betul sedih atas kepergian Ethan.

Mata biru kelabu itu membelalak, menemui milik Damien seolah-olah ia baru saja bangkit dari kematian. Daria bukan lagi bocah pemarah di Akademi, menantang senior yang dua, tiga kali lipat lebih besar darinya. Tetapi, Damien tahu kemarahan itu masih membekas, menampakkan diri di permukaan maniknya. Damien menyadari, di antara sandiwara manusia di sekitarnya, Daria selalu jujur terhadap dirinya sendiri. Seseorang yang berkebalikan seratus delapan puluh derajat dari Calanthe. Seseorang dengan perasaan-perasaan murni.

Daria mendekatinya. Ia tumbuh tinggi, puncak kepalanya nyaris menyentuh dagu Damien. Aroma bunga dan rumput menguar dari tubuhnya—aroma yang sama sekali nihil selama pelayarannya di lautan. "Apa kau sudah puas sekarang?"

Damien diam. Puas? Kapan ia pernah merasa puas dalam hidupnya? Ia selalu hidup dengan ketidakpuasan dan kesedihan. Apa bedanya sekarang dan sebelumnya? Daria tidak akan mengerti semua luka yang harus ditanggungnya. Seseorang seperti Daria tidak akan pernah memahaminya. Seseorang yang selalu berhasil menemukan kebahagiaan. Sedangkan Damien—mengenal artinya saja tidak.

Daria meninggalkannya. Tetapi, aroma wanita itu masih menetap di relung paru-parunya. Ia menyadari, esensi wanita itu sudah menetap sejak lama. []

Halo halooo

Untuk cerita Daria aku memutuskan untuk upload setiap hari Jumat dan Sabtu, menurut kalian bagaimana? Terus ditunggu yah kelanjutan-kelanjutannya~

Semoga tidak mengecewakan :))

DARIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang