6 - Daria

992 214 37
                                    

"Ibu Tercinta,

Apakah Kania sudah menerima hadiahku untuk ulang tahun ke delapan belasnya musim dingin kemarin? Semoga selera tingginya dapat dipuaskan karena aku dan Emilia menghabiskan waktu seharian di kota sampai kakiku susah digerakkan.

Lalu, apakah Esther menikmati waktunya kembali membantu Bibi Kassia di Rumah Sakit Sosial Reibeart? Aku harap Esther perlahan menemukan kekuatan dan kebahagiaannya kembali, tidak berwajah murung seperti burung tidak dapat makan.

Dan... jika perhitunganku tidak salah, Kat sudah memasuki bulan keenam kehamilannya, bukan, Ibu? Beri tahu Kat untuk tidak terlalu memikirkan aku dan mengurus pekerjaan tidak perlu—ia membutuhkan banyak istirahat dengan perut sebesar bola dunia itu. Kuharap Caiden menjaga Kat sebaik mungkin. Aku tidak sabar pulang dan menyaksikan kelahiran keponakan pertamaku.

Di atas semuanya, bagaimana kabar Ayah dan Ibu? Sisa sebulan sebelum masa penahananku berakhir... aku tidak sabar pulang.

Oh, ya, musim semi akan datang dan aku harus menghadiri Upacara Penerimaan Siswa Baru Akademi sebagai instruktur duel pengganti. Aku sungguh tidak sabar mengunjungi Akademi! Sebagian besar hidupku terukir pada dinding-dindingnya. Aku harap semua akan berjalan baik tahun ini.

Dengan rindu,

Daria."


Musim semi Y232
Beberapa bulan kemudian—

Sudah lima tahun semenjak Daria menginjakkan kaki di Akademi Militer Waisenburg. Seolah tiada lelah, Stadium Akademi selalu berhasil memukau Daria kendati segala hal masih sama seperti apa yang membekas di ingatannya. Lapangan hijau tempat Daria lari keliling sebagai hukuman atas pelanggaran-pelanggaranya. Deretan kursi yang mampu menampung entah berapa ribu orang, menyaksikan pertarungan tahunan murid Akademi memperoleh kehormatan dan kemenangan.

Ia ingat hari pertamanya mengenyam pendidikan di Akademi. Usianya dua belas tahun, berbaris bersama teman seangkatannya di ruang tunggu stadium. Kumpulan wajah-wajah asing dan aksen tidak familiar, namun antusiasme bagai bahasa yang mempersatukan mereka. Jantung Daria kala itu berdetak nyaris meledak, sampai-sampai ia pikir dirinya akan pingsan.

Ketika aba-aba dibunyikan, mereka mulai melangkah lebih jauh ke dalam cahaya terang di ujung lorong. Sorak-sorai meledak di antara kakak kelas, para guru, dan tamu yang hadir, menyambut anggota termuda Akademi. Konfeti berterbangan menghias langit biru dengan warna-warni. Orkestra di kejauhan menggaungkan irama yang menabuh antisipasi.

Daria berdiri di podium, bersama barisan instruktur dan guru lainnya. Ia mengenal beberapa, menyapa mereka yang sering menghukumnya, dan bercanda mengenai keonaran Daria di masa lalu. Daria tertawa, hatinya meleleh mengingat masa-masa sekolahnya. Tidak pernah ia sangka, ia akan kembali ke Akademi menggantikan instruktur Kelas Duel dan Tempur selama dua minggu pertama. Di antara semua kerja sosial yang dilakukannya dalam rangka memenuhi pendisiplinannya, Daria mampu, dengan percaya diri, mengatakan bahwa ini adalah hukuman favoritnya.

Sang raja turun dari podiumnya, menghampiri dirinya. Meskipun usia sang raja tidak lagi muda, langkah teraturnya lebih pasti dari pria manapun. Rambut cokelat yang beberapa tingkat lebih gelap dari miliknya itu, kini, diselingi helaian baja, menyempurnakan wibawanya. Garis dekat mulutnya kian hari semakin tegas, sebuah bukti bahwa sang raja murah senyum. Daria ingat pernah mengidolakannya semasa kecil: tampan, raja, ahli bertarung—siapa yang tidak terpana?

Namun, setampan apapun sang raja, Daria menyadari, dari permukaan kelabu matanya, tersimpan rindu dan pilu yang mendalam. Kehilangan yang sama seperti Daria pernah rasakan.

DARIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang