17 - Daria

896 202 15
                                    

Daria memutuskan tidak tidur malam itu. Ia memahami betapa rentan dirinya terhadap kenikmatan lelap. Kebahagiaan yang melewati batas akal Daria, kecintaannya. Sekali terlarut tidur, sulit—tapi, tidak mustahil—membangunkannya. Ia jadi bertanya-tanya bagaimana nasibnya bila teman sekamarnya di Akademi dulu tidak repot-repot membangunkan dirinya. Bisa dipastikan Daria mati muda karna setiap hari harus mengelilingi perimeter stadium, tidak memperoleh jatah makan siangnya, dan arwahnya akan menggentayangi stadium.

Setelah Emilia memadamkan semua lilin dan meninggalkannya, Daria menanti di balik selimut hingga penglihatannya beradaptasi dengan kegelapan. Ia menarik selimut menutupi hidungnya sementara sorot fokusnya terpaku pada jarum jam dinding di hadapannya. Pukul sebelas malam. Sisa enam jam sebelum latihannya dimulai. Enam jam yang tampak singkat, sehingga Daria mencengkeram pinggiran selimutnya, mengikuti detak jarum jam.

Tik. Tik. Tik. Sedetik terasa bagai seabad. Daria tidak seharusnya melakukan permainan menunggu yang membuatnya jadi dungu. Ia adalah orang paling tidak sabar di dunia. Semua anggota keluarganya mafhum. Dari keempat saudaranya, sebagai seorang bocah, Daria ialah pribadi menjengkelkan dan kerap merengek. Temperamennya tidak mudah ditaklukkan oleh sembarang orang. Untungnya, semakin dewasa, di bawah bimbingan Ayah, Daria tidak membawa tabiat buruk itu bersamanya.

Merasa bahwa jarum jam tidak juga bergerak, Daria membawa selimut menutup kepala seutuhnya. Hal ini mengingatkannya kepada masa kecilnya, di malam sebelum Perayaan Musim Dingin. Dalam tiga ratus enam puluh hari setahun, Daria paling menantikan Perayaan Musim Dingin. Ia mencintai suasana hangat keluarga besarnya—termasuk Paman Gideon, Bibi Kassia, Sienna, dan Devon Reyes—berkumpul bersama sepanjang hari yang diawali acara tukar hadiah, lalu diikuti kegiatan bernyanyi dan bercerita dan berdansa.

Daria tidak pernah tidur sehari sebelum Perayaan Musim Dingin. Ia terlalu bersemangat, jantungnya memompa darah seratus kali lipat lebih cepat ke otaknya dan sekalipun Esther tampak pulas dalam tidurnya, ia tidak kuasa menenangkan benak sibuknya. Ia akan menunggu dan menunggu, takut tidak kebagian hadiah. Kini, ia takut tidak diajari cara menggunakan Zahlnya. Daria tahu sedekat apapun (kalau itu bisa dibilang dekat, yang mana sesungguhnya, Daria sendiri ragu) hubungan mereka sekarang, Damien tidak pernah bercanda dengan keputusannya.

Menyingkap selimut, Daria melesatkan pandangan ke jarum jam yang—kedua bahunya turun pasrah—baru bergerak lima menit. Baiklah, tidak tidur adalah keputusan bodoh dan enam jam jelas tidak singkat! Matanya mengering karena menahan berat kelopak matanya. Saat kuap tidak lagi terelakkan, Daria mengusap matanya dan memilih untuk... tidur. Beberapa menit saja. Seharusnya tidak masalah. Seharusnya...

Dan terkutuklah ia.

Pukul lima lewat lima belas. Daria melesat dari ranjangnya, menghampiri lemari busana dan mengenakan pakaian berkudanya di balik layar. Meneguk segelas air, Daria berkumur-kumur, membiarkan air tersebut menyegarkan rongga mulutnya. Ia kemudian meraih sarung tangan khusus tarungnya dan berusaha membalut tangannya di sepanjang jalannya menuju taman belakang. Jalan yang amat jauh. Daria tidak akan terkejut bila Damien memutuskan pergi.

Angin pagi menerpa kulit wajahnya, mengirimkan gigil ke sekujur syarafnya. Ia memeluk dirinya sendiri, menghalau dingin dengan dua tangan rampingnya. Hidung dan pipinya merah karena dingin sementara langkahnya kian berat dari sebelumnya, seakan-akan tungkainya perlahan membeku. Beberapa pelayan berlalu-lalang dan, meskipun, sedikit terlalu kaget melihat Daria bangun sepagi itu, mereka memberikan salam hormat kepadanya. Daria membalas salam mereka dengan gigi gemeretak.

Ketika Daria sampai di tujuannya, Damien tengah mengelus seekor anjing liar berwarna putih. Entah bagaimana, mereka terlihat akrab. Tidak pernah terlintas di pikiran keluarganya, atau dirinya sekalipun, untuk memelihara dan menghidupi hewan peliharaan. Tetapi, kini, menyaksikan Damien mengembangkan senyum bahagia, Daria pikir gagasan tersebut tidak buruk juga. Tidak ia sadari, senyuman itu menular ke bibirnya. Ke hatinya.

DARIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang