BAB 4 Nadia

136 12 0
                                    

Happy Reading
.
.
.

_______________________

-trauma itu ada atau tidak?-

_________________________




Dua Minggu sudah berlalu pernikahan Nafisha dan Rey. Kesepakatan antara ketiganya adalah satu Minggu Rey di rumah Nafisha dan satu Minggu Rey di rumah Rani. Begitu terus berulang.

Nafisha sudah mulai beraktivitas kembali, seperti mengajar. Nafisha juga aktif mengajari les di waktu luang nya. Karena waktu mengajar Nafisha hanya sampai siang hari jadi sore harinya Nafisha manfaatkan untuk mengajar les.

Tidak banyak Nafisha mengambil les karena takut keteteran. Dia hanya mengajari dua anak les di hari Selasa dan Rabu.

Sekarang Nafisha sedang memasak di dapur. Selepas mengajar tadi Nafisha pulang Dzuhur. Sebelum pulang wanita itu membeli sayuran untuk di masak.

Berkutat di dapur sejak pukul tiga siang. Kini jam menunjukkan pukul empat lewat. Nafisha mematikan kompor kemudian merapihkan dapur.

Dia bergegas untuk mandi dan shalat ashar. Masakan nya belum selesai, nanti saja setelah shalat dia lanjut kembali.

Karena malam nanti Rey akan pulang ke rumah nya Nafisha siap-siap memasak untuk menyambut suaminya itu.

Waktu berlalu terasa lambat bagi Nafisha yang sudah menunggu Rey sejak tadi. Kini, wanita itu duduk di ruang tamu sembari mengotak-atik ponselnya. Ingin mengirim pesan pada Rey namun takut mengganggu.

Ini sudah pukul delapan malam. Harusnya Rey sudah sampai rumah pukul tujuh malam. Sudah satu jam Rey terlambat. Nafisha khawatir.

Beberapa kali gagal mengirim pesan akhirnya Nafisha menyerah. Niat hati mengklik nomer Rey untuk menghirup pesan malah berdering karena Nafisha mencet tombol telepon.

Nafisha kaget. Hendak mengakhiri namun terlambat karena telepon tersambung. Terdengar suara Rey di sebrang sana.

"Hallo Na."

Nafisha yang gugup karena pertama kalinya mendengar suara Rey di telepon berusaha menetralkan dirinya dan menjawab panggilan Rey.

"Mas. Ini aku, maaf mengganggu. Mas masih di jalan?" Nafisha bertanya dengan hati-hati takut-takut mengganggu Rey.

Nafisha mendengar jelas helaan napas Rey.

"Maaf kan saya, Nafisha. Saya sedang di rumah sakit. Rani masuk rumah sakit."

Mendengar perkataan Rey membuat Nafisha terlonjak dan berdiri. Raut wajah gugupnya berubah menjadi raut khawatir.

"Bagaimana keadaan Rani mas? Apakah baik-baik saja? Mas bawa Rani ke rumah sakit mana? Aku kesana-," pertanyaan beruntun Nafisha terpotong oleh perkataan Rey.

"Na."

"Rani pingsan. Sepertinya kecapean, kamu tidak perlu kesini biar mas yang temani Rani."

Nafisha terdiam sebentar kemudian mengangguk pelan, "iya mas. Kabarin aku terus ya soal Rani," ucap Nafisha pada akhirnya.

Sambungan telepon pun terputus setelah Rey mengatakan bahwa dirinya di panggil oleh dokter. Nafisha menarik napas dalam, dia benar-benar khawatir pada Rani. Namun, dia percaya pada Rey. Laki-laki itu pasti menjaga Rani dengan baik.

Dua SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang