BAGIAN DUA

8 4 0
                                    

Bagaimanapun jungkir balik mempertahankan, jikalau memang harus lepas, ya lepas.

(Jevanka Achasana)

Kegiatan pertama kali yang gue lakuin pasca bangun tidur adalah menatap langit-langit kamar kos yang sudah gue tempatin selama tiga tahun belakang ini dengan pandangan kosong. Mengingat kembali perkataan Lintang semalam tentang keputusan yang gue buat.

"Apa putus dengan Una adalah jalan terbaik yang bisa lo pilih, Jev? Padahal masih banyak alternatif tanpa harus mutusin Una gitu aja."

Perkataan Lintang tak sepenuhnya salah, sebab gue yang saat itu dalam keadaan kacau dengan tanpa penjelasan memutuskan untuk mengakhiri hubungan gue dengan Una gitu aja.

Setelah jungkir balik kami mempertahankan hubungan ini, akhirnya harus selesai dengan gue sebagai pelaku utama. Si pria brengsek bernama Jevanka Achasana.

Selama lima tahun gue dan Una pacaran, membuat gue hapal di luar kepala tentang kebiasaan Una. Makanan kesukaan dia, hal yang dibenci dia, bahkan kebiasan yang Una lakuin disaat senggang.

Gue kenal Una sudah hampir tujuh tahun. Una yang tenang namun hangat itu berhasil menarik minat gue dari pertama kali ketemu, namun sayangnya gue baru berani ungkapin perasaan setelah dua tahun kita kenal.

Una adalah orang yang pendiam namun bawel pada mereka yang dekat dengannya. Ia akan berteriak disaat kesal, lalu mengomel sepanjang hari. Dan untuk pertama kalinya, Una berbeda.

Pada hari dimana gue mengakhiri hubungan diantara kita, Una menangis tenang tanpa mengeluarkan sumpah serapah yang memekakkan telinga. Una menutup rapat bibirnya sampai motor yang kita tumpangi berhenti tepat di depan pagar rumah.

Saat itu, Una tersenyum. Senyum yang mengundang sendu di mata gue.

Benar, gue adalah cowok paling brengsek di dunia. Mengakhiri hubungan dengan Una yang sudah rela menemani dari nol, merupakan keputusan paling fatal yang pernah gue lakuin. Keinginan untuk menarik kembali ucapan gue hari itu sangatlah besar. Tapi, melihat Una yang menangis dengan tenang tanpa suara mengganjal hati gue.

Ingin bertanya, tapi untuk apa? Ego gue saat itu lebih menguasai daripada hati yang penasaran.

- - - - -

Nb : Enggan berpikir panjang, lantas sesal beranjak datang.
Selamat membaca!

Jangan jadi sider!

Tertanda,
Enra.

Guess NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang