16. Daddy's Order - Terkepung Gairah Dua Pria Dominan

6.8K 329 33
                                    

Ketika menginjak lobi hotel pertemuan atasannya dengan CEO CLD New York, mulut Jeanny menganga. Matanya dimanjakan oleh lobi hitam yang mencolok sebagai ciri khas hotel itu.

Kolom raksasa dengan layar canggih menggambarkan rangkaian permainan seni digital abstrak dengan objek orang-orang yang tidak pernah berakhir—yang tercermin di seluruh permukaan ruangan penuh kilau.

Kolom raksasa dengan layar canggih menggambarkan rangkaian permainan seni digital abstrak dengan objek orang-orang yang tidak pernah berakhir—yang tercermin di seluruh permukaan ruangan penuh kilau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeanny yakin ia bisa tersesat kapan saja. Untuk itu ia akan terus mengamati langkah Dom.

Seumur hidup Jeanny yang bahkan menghabiskan waktu mondar-mandir ke pusat perbelanjaan saja sangat jarang. Terakhir kali ia merasakan gemerlap lampu sorot di balik dinding kaca ketika bersama orang tua angkatnya, yang kini sudah tenang di surga. Ia lebih memilih toko obralan gedung lawas setiap black friday atau cuci gudang sortiran.

Gadis itu menarik napas dalam-dalam. Mengenyahkan lamuan menyedihkan, ia harus bersikap profesional.

"Are you okay, Honey?"

Lagi-lagi frasa itu menyeruak bersama aroma parfum musk khas Dom yang mampu menghanyutkan kesadaran, jika Jeanny tidak segera menampar dirinya secara figuratif.

"I am okay," sahut Jeanny mantap.

"Good."

Ia bertanya-tanya apa merek pewangi aroma tubuh pria itu. Kenapa selalu berhasil menembus pertahanan dirinya. Sial, bahkan ia sempat lupa akan janjinya untuk tidak berhubungan dengan lelaki mana pun. Namun, boleh kan dirinya sedikit berharap, kepada Dom ….

Jeanny merapat ke Dom. Setengah berbisik agar kolega terhormat atasannya itu tidak dengar. "Ini membuatku khawatir jika aku melakukan kesalahan. Kau tahu, aku belum pernah menjadi PA. Bahkan kita belum briefing—maksudku, aku tidak tahu kalau hari ini kau kedatangan tamu penting."

Dom tersenyum mempesona, membuat gadis bermata langit musim panas itu menghangat. "Selalu ada yang pertama untuk segala hal," ucapnya sembari menepuk lembut bahu terbuka gadis itu.

Sial, sentuhan Dom justru membuat leher belakang Jeanny meremang. Semoga saja pria itu tidak mendengar detak jantungnya yang makin menggila. Ditambah hanya mereka bertiga yang menyusuri lorong untuk memasuki lift. Oh, God! Bahkan bentuk liftnya seperti kapsul pun tak mau kalah gaya, dinding kaca yang membiasakan penerangan mewah hotel pop-art itu penuh gairah. Sungguh sangat Las Vegas.

Kesunyian sesaat di lift membuat Jeanny nyaris lupa bagaimana caranya bernapas. Ia berdiri kaku di tengah dua pria berwibawa dominan yang tak mengeluarkan sepatah kata. Gadis itu hanya menggigit bibir bawahnya, tak berani menatap, baik Dom apalagi Axel. Apa jadinya jika pintu lift itu terbuat dari cermin? Namun, denting lift menyelamatkan gadis itu dari mati berdiri dan begitu pintu kaca itu bergeser, semilir angin sejuk menerpa wajahnya.

Mereka bertiga tiba di sebuah lounge dengan panorama langit lepas menyambung garis cakrawala di balik gedung-gedung metropolitan Las Vegas. Mereka telah disambut oleh seorang pelayan bertuksedo hitam, membawakan tiga buku menu. Dom langsung menggiring Axel dan Jeanny ke area bilik meja Dance Floor Table, di mana dua sofa berhadapan dengan terali kaca sebagai sekat pemandangan jalanan dari puncak gedung hotel itu.

(END) LOCK ME IN, SUGAR DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang