Jantung Jeanny tak pernah bisa normal sejak Dom berusaha menciumnya kemarin. Rasanya dia begitu bodoh telah menolak hal sehebat itu. Namun, peringatan Margareth selalu terngiang di kepala. Apalagi Dom adalah pria jantan yang begitu lembut. Rasanya, menyia-nyiakan kesempatan baik.
“Ya?” jawab Jeanny sambil mengangkat panggilan ponsel. Itu dering yang ke sepuluh sejak Jeanny membalas pesan Dom bahwa dia sedang menjenguk ibunya di SWS.
“Sweety, mengapa kau tidak mengangkat telepon?” Suara dominan Dom bertanya dari seberang.
“Aku sedang menjenguk ibu. Pesanku tidak masuk?” tanya Jeanny sambil berjalan menuju stasiun kereta bawah tanah.
“Masuk, Sweety, tapi aku ingin mendengar suaramu.”
Jeanny tidak bisa menahan senyum yang mengembang.
Beginikah rasanya disayang oleh seseorang?
“Aku akan segera ke kantor–”
“Tidak perlu. Tunggu aku di SWS. Aku akan menjemputmu dan kita akan makan malam bersama.”
“Eh?” Jeanny hanya bisa kaget ketika Dom memutus sambungan. Mata gadis itu mengerjap sebelum menurut perintah Dom. Dia melangkahkan kaki kembali ke SWS, menunggu.
Tidak sampai lima belas menit, Dom sudah datang dengan mobil. Dia memberi kode agar Jeanny masuk yang langsung dituruti. Namun, dugaan akan dibawa ke restoran sirna ketika Dom menyetirkan mobilnya ke salah satu butik terkenal dan memilihkan sebuah gaun putih tanpa lengan yang memeluk tubuh Jeanny dengan ketat. Setelahnya, Jeanny dibawa ke salon untuk didandani sebelum mereka ke salah satu restoran termahal.
Dom dengan manis membukakan pintu untuk Jeanny dan membawa gadis itu menaiki lift. Segalanya sudah disiapkan oleh pria itu. Mulai dari makanan yang dipesan, wine yang akan dibuka, termasuk lagu yang sudah dipesan oleh Dom. Jeanny benar-benar dimanjakan oleh pria itu.
Jeanny merasa dirinya sedang di atas awan. Perlakuan Dom padanya semakin manis dan membuatnya meleleh. Seperti saat ini, di mana dia sedang menikmati pemandangan kota dari restoran mahal, dengan lampu gantung kristal di tengah ruangan dan penyanyi jazz cantik sedang memamerkan suaranya yang merdu diiringi piano dan saksofon. Makanan mewah terhidang di hadapannya sementara seorang pria tampan sedang duduk di depan Jeanny sambil memandang penuh cinta.
Hidupnya terasa sempurna, seperti film-film romansa yang kerap dia tonton ketika ditraktir teman. Hal yang selama ini tampak mustahil terjadi padanya, benar-benar menjadi nyata. Jeanny hanya bisa tersenyum dengan hati penuh kebahagiaan.
“Apa yang membuatmu tersenyum seperti itu, Sweety?” tanya Dom seraya mengelap mulutnya dengan serbet. Sebuah senyum geli yang ditahan tampak di wajahnya yang maskulin.
Jeanny tertawa kecil. “Aku hanya tidak menyangka kalau aku bisa berada di sini, denganmu Dom.” Dia pelan-pelan mengikuti Dom mengelap mulutnya tapi dengan hati-hati agar lipstik yang menempel di bibirnya tidak ikut terhapus.
“Kau akan menerima banyak hal yang lebih indah lagi, Jeanny Sweetheart.” Dom mengambil jemari Jeanny dan mengecupnya pelan membuat jantung Jeanny kehilangan satu detaknya. Napas Dom yang hangat membuat Jeanny meremang. Bibir pria itu yang seksi membuat Jeanny ingin mengecupnya.
“Dom ….”
Pria itu hanya tersenyum sebelum mengeluarkan sebuah cincin emas dengan sebutir berlian mungil yang cantik dari sakunya. Tanpa banyak berbicara, dia menyelipkan cincin itu di jari manis Jeanny sebelum mengecup benda itu.
“Aku memintamu menjadi kekasihku, Jeanny,” ucap Dom seraya menatap Jeanny tajam dengan pandangan posesif.
“Dom!” seru Jeanny terkejut seraya menutup mulut dengan tangannya yang lain. “Aku ….”
KAMU SEDANG MEMBACA
(END) LOCK ME IN, SUGAR DADDY
RomanceAda degup yang meliar di dada Jeanny, ketika seorang pria matang meninju si berengsek yang berani mengganggunya. Lengan kukuh dengan kekuatan yang mampu meremukkan tulang rahang lawannya tadi, justru membelai pipi gadis berusia 18 tahun itu dengan l...