2. Daddy's Invitation - Langkah yang Mendamba

17K 560 71
                                    

"Akhirnya kau keluar juga. Dari tadi aku menunggu di dalam mobil, tetapi tidak ada dirimu di dalam rombongan karyawan shift malam yang melewati gerbang ini."

Suara berat nan seksi milik Domivick menghanyutkan angan Jeanny, hingga sesaat ia tidak dapat membedakan kenyataan dan khayalan. 

"Siapa namamu, Manis?" tanya Domivick sambil mengangsurkan tangannya dengan sopan tepat ketika ia berada selangkah di hadapan gadis belia yang berdiri kaku.

Tangan kukuh Domivick yang terulur di depan wajah Jeanny menyentak kesadarannya. Dengan gagap, ia menyambut uluran tangan pria gagah yang terbalut jas mahal itu.

"Jeanny Valentine," ucapnya. "Terima kasih sekali lagi atas bantuan Anda tadi Tuan Petrov."

"Dom," ralat Domivick cepat.

Domivick masih menggenggam erat tangan mungil Jeanny. Lalu ia mengecup punggung tangan gadis itu. Sensasi hangat menyebar ke seluruh tubuh Jeanny, hingga ia menggigit bibir bawahnya tanpa sadar. 

Ya, Tuhan! Hanya sentuhan ringan seperti ini saja membuatnya limbung sampai menginginkan lebih. Lantas bagaimana rasanya ciuman panas dari bibir seksi pria itu?

"Kuantar kau pulang!" seru Domivick. Senyuman cerah dari pria matang itu seolah dapat mencairkan es di Alaska.

Pandangan Jeanny beralih ke mobil merah metalik yang terparkir hanya semeter di depannya. Seumur hidup ia belum pernah naik mobil mewah seperti itu. Jika menuruti keinginannya, gadis belia itu tentu akan setuju naik mobil yang nyaman dan serba canggih bersama seorang pria tampan. Namun, kejadian di ruang ganti tadi pagi menciutkan nyalinya. Sebisa mungkin ia ingin menghindari masalah dari July dan kawan-kawannya.

"No, thank you, Sir." Jeanny menggeleng. "Sebaiknya saya naik bus saja, saya tidak ingin mengganggu jadwal Anda yang padat dengan mengantar saya."

Gadis dengan rambut berwarna kecokelatan itu pun melangkah menuju halte bus yang tak jauh dari tempat kerjanya. Sekuat tenaga Jeanny mencegah dirinya menoleh ke belakang. Logikanya terus mengingatkan betapa rumitnya berurusan dengan pria. Terlebih pria itu Domivick Petrov.

Halte terlihat cukup ramai, sepertinya ada rombongan wisatawan. Mengingat ini hari Minggu, deuce biasanya sepi di waktu pagi. Jeanny merasa lega setelah tiba di halte bus, tetapi kelegaan itu tak bertahan lama. Seorang pria gagah dengan rahang yang ditumbuhi rambut-rambut halus berdiri di belakangnya sambil tersenyum.

"Astaga, Tuan Petrov! Mengapa Anda di sini?!" serunya terkejut.

Domivick mengedikkan bahu, kemudian menyunggingkan senyum tipis penuh intimidasi. "Kau kabur saat pembicaraan kita belum selesai."

Jeanny menghela napas, jelas pria seperti Domivick Petrov tidak bisa menerima penolakan. 

"Ma-maaf, Tuan, saya buru-buru karena ibu saya sudah menunggu," kilah Jeanny.

Memang sudah menjadi rutinitas Jeanny untuk pergi ke panti rehabilitasi sepulang kerja. Di sana ia merawat dan menemani ibunya hingga siang hari. Usai makan siang, biasanya dia akan pulang untuk beristirahat kemudian bersiap-siap kerja lagi. Lelah sudah pasti, tetapi melihat senyuman di wajah teduh ibunya setiap Jeanny datang, membuat kelelahannya menguap.

"Kalau begitu kita lanjutkan pembicaraan kita di sini," ujar Domivick di telinga belakang Jeanny.

Tengkuk Jeanny meremang ketika merasakan embusan napas mint dari pria itu. Ada desiran aneh di dadanya seiring detak jantung yang kian cepat. Jeanny menggeser tubuhnya menjauh sedikit dari pria itu, lantas berpura-pura biasa saja dengan mengambil ponsel dan mulai membaca portal berita.

Sebuah deuce - sistem transportasi umum berupa bus di Las Vegas - datang, Jeanny bersiap untuk menaikinya. Di belakangnya, Domivick masih setia berdiri mengikuti bagaikan sebuah bayangan.

(END) LOCK ME IN, SUGAR DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang