Teriknya matahari di siang yang panas, membuat Geni tampak menyeringai berjalan bergegas ketaman kota sekedar ngadem dibawah hawa sejuknya pohon, wanita itu membuang nafas lega saat sudah menduduki bangku taman, ini minggu ke empat diakhir bulan. Geni baru saja me'cek Saldo rekeningnya yang selalu ada kiriman uang kebutuhannya yang tak tau dari siapa walau Geni fikir itu dari mamanya, setelah kepergian papanya 2 tahun yang lalu dan tak meninggalkan apapun karna harus menutup utang perusaha'an mama Geni menitipkan Geni pada mbok ijah Art rumah tangga mereka namun karna Geni tak mau merepotkan keluarga miskin seperti mereka lebih lama, Geni memilih pergi dari rumah mbok Ijah dan ingin menyendiri sembari menunggu mamanya kembali, namun sepertinya tidak, ini sudah 2 tahun. Drista tak kunjung kembali. Hanya kebutuhan Geni yang mengalir ke rekening tanpa kabar ataupun berita, sebenarnya Geni sangat ingin tau mamanya dimana, tapi dia putuskan untuk mencari mama nanti setelah tamat, Kehadiran seorang kekasih seperti Gian membuat Geni tak merasa sendiri.Tit Tit..
Bunyi klakson motor gp berwarna biru kombinasi Hitam seseorang pria gagah memakai Helm tengah berusaha membuka helmnya, Geni menoleh kearah bahu jalan melihat asal suara itu, Pria tinggi tegap dengan setelan jacket jeans levis dan gaya rambut yang klimis merekahkan senyum padanya, senyum manis terkesan hangat penuh cinta itu tampak mengangkat tangannya melambai.
"Gian..?" desis Geni tampak berseri melihat wajah sang puja'an. Pria itu beranjak turun menghampiri Geni dengan pasti sedangkan Geni tampak menunggu dengan senyuman.
"Bagaimana? Apa kirimannya sudah masuk?" ucap Giant, Geni tampak mengangguk pasti.
"Sudah, seperti biasa, tanpa identitas ataupun pesan dari mama" desisnya, menghela nafas pelan. Gian tampak merangkul bahu kekasihnya itu.
"Kamu tenang saja, tante Drista pasti akan kembali" Giant coba meyakinkan Geni, kembali Geni menghela nafas dan coba bertutur.
"Itu pasti, kalaupun tidak aku akan cari mama sampai kemanapun" lirihnya, sembari membayangkan sosok mamah, sudut mata Geni yang berkaca-kaca membuat, Gian teranyuh.
"Ayok kita pulang, aku sudah tak bayangkan bagaimana pemandangan kamarmu sekarang" ucapnya menyeret lengan wanita itu, Geni tampak tersenyum simpul.
"Sangat.. Sangat berantakan bukan?"
"Ya, habis kenapa dalam minggu ini kamu tak sempatkan ke kontrakanku" gerutu Geni mengikuti langkah Gian di belakang.
"Aku sibuk... Buruan, keburu semuanya di krumuni ulat..!" hardik Giant, Geni terkekeh menggenggam tangan Giant erat hingga mereka berlalu pergi dengan motornya.
****
Sore beranjak, Pria tampan dengan segala sifat lembut dan pedulinya itu tampak dibasahi keringat membereskan kamar kontrakan Geni, mulai dari mencuci mengganti sprey hingga mengepel lantai, Sesekali Geni melirik kekasihnya itu dengan senyum hangat sembari tetap merapikan isi lemarinya.
"Sayang... Makasih, aku tidak bayang apa yang terjadi padaku jika aku tidak mengenal kamu" ucap Geni, Gian tampak menghentikan gerak kain pelnya dan coba menoleh pada Geni,
"Kamu tau, Kita dilahirkan di hari yang sama, dulu kita tetangga'an sahabatan ikatan itu tidak akan berubah begitu saja bukan" ucapnya berdiri menghapus keringat didahi dan mendekat pada Geni.
"Terima kasih, selain jadi sahabatku. Kamu juga bersedia jadi pacarku" desis Geni menatap dalam wajah Gian. Gian mencibir menaiki bahunya.
"Ya, mau gimana lagi, lah kamu yang nembak aku"
"Ih, Gian! Kamu dah janji gak bakal bahas itu lagi!" hardik Geni mencubit pinggang pemuda itu, Gian meringis sakit dan reflek mencengkram lengannya
"Aku bisa apa, dari pada kamu bunuh diri ya kan?" ucapnya lagi dengan lada meledek, wajah Geni memerah dan coba memukul dada pria itu lembut.
"Apapun itu makasih ya, kamu sudah mau hadir dan temani aku dimasa sulit seperti ini" lirih Geni, dengan tatapan mata berkaca-kaca, Gian tampak tersenyum manis, dan mendekatkan wajahnya pada pipi cuby Geni.
"Apapun itu segalanya untuk Geni" desis Gian, Mengkecup pipinya, mata Geni reflek terpejam merasakan bibir pria itu mendarat lembut di pipinya, tak terasa air matanya merintik.
"Aku mencintaimu"
Bibir Gian kembali mencari wajah wanita itu dan mengkecup bibirnya dengan lumatan cinta yang mesra, indah berbaur simponi itu Geni terbuai akan setiap kecupan manis, serasa setiap relung dihatinya kini terisi akan madu cinta dan semerbaknya bunga rindu.
Bersambung
