Hari-Mau mengaung itu dia!

30.8K 2.3K 87
                                    

"SUSI ARYANTI!"

Suara bariton itu menggelegar diseluruh ruangan, hingga beberapa pekerja yang sejak tadi fokus melirik kearah sumber suara tersebut ngeri. Malang sekali Susi, ya semua orang tahu kalau sudah memanggil dengan suara yang lantang hingga bergema itu artinya tidak bagus. Sangat buruk! Diantara mereka bahkan menatap kasihan kearah gadis berambut sebahu yang tergopo-gopo mendekati boss besar mereka itu. Raut wajah Susi memang tidak terpengaruh pada umpatan, kemarahan atau bahkan lengkingan suara boss mereka tapi setelah itu Susi pasti akan menjadi atlet taekwondo dadakan. Segala barang yang berada didekatnya ditendang brutal.

"KAMU KEMANA AJA HAH? GAK TAHU JAM KERJA YA SAMPAI HARUS TERIAK MANGGIL KAMU YANG ENAKAN DIBELAKANG SAMBIL NGOPI?"

"Saya kan cuma ngopi pak, ya kalo itu keliatan santai. Berarti bonus buat saya dong."

"Bonus kamu bilang?! Kerja aja gak beres, mau ngobrol soal bonus! Minta potong gaji kamu ya?"

"Aduh pak, kalo mau marah-marah jangan dipagi hari yang indah ini. Rusak gendang telinga saya kalo dimarahin terus, nanti saya jadi idiot pak!"

Ari Setiawan -si boss kampret, melototkan matanya sambil mendengus. Ngomong sama karyawan satu ini butuh tenaga, sama seperti Susi yang harus menyediakan jawaban keren setiap kali Ari memarahinya untuk hal sepele. Contohnya sekarang, bukan dia saja yang berada dibelakang untuk ngopi tapi juga anak keuangan pun ikut bergabung. Lagipula jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, cari gara-gara aja teros pak! Hati Susi udah kebal, kayak baja.

"Gak saya marahin juga kamu sudah idiot Sus, udah sana! Kerja lagi, saya mau laporan pemasaran bulan ini sekaligus jadwal meeting satu minggu kedepan."

Belum sempat Susi menjawab, Ari sudah meninggalkannya dengan mulut yang setengah terbuka.

"Kampret!" Umpat Susi kesal, kebiasaan yang sering kali bikin darah tinggi gadis itu. Orang mah dengerin dulu ya, ini seenak jidat aja pergi. Kayak dikasih harapan, disayang-sayang terus ngilang gitu aja. Anjrit! Jadi curhat ke mamah dede.

Sepeninggal Ari, Susi merasa ada yang kurang dengan cara berjalan nya. Mengernyit bingung saat merasakan kasarnya karpet diruangan ini. Menundukkan kepala dan menggeram kesal menyadari bahwa ia tak sempat memakai sepatu kala mendengar panggilan iblis itu.

"Sampe gak sempat pakek sepatu ya mbak, saking takutnya sama bigboss." Kepala Rani tiba-tiba muncul dari bilik kerja nya yang mungil.

"Gue bukannya takut, cuma udah bosen ditindas sama tuh kampret! Kerja rodi mulu gue dah."

Rani cekikikan mendengar panggilan Susi terhadap Ari, baginya Susi adalah senior yang sangat kompeten dan juga supel. Sangat professional dalam urusan kerja, tidak pernah mengikut campurkan masalah pribadi. Rani sudah dua tahun bekerja diperusahaan ini, dan sangat menyegani sosok Susi.

"Gak ada niatan berenti gitu mbak? Secara udah separoh umur kerja disini, dampingi siboss. Gak bosen apa?"

Rani tidak merasa ada yang salah dengan pertanyaannya barusan, hanya saja perubahan wajah Susi menimbulkan rasa bersalah.

"Cicilan gue masih banyak Ran, belum lagi tabungan buat nikah. Ya walaupun belum tahu siapa jodohnya, paling gak kan udah ada persiapan."

Mendengar ucapan itu, Rani kembali tertawa meski sekarang lebih bebas. Pasalnya Susi memang tak pernah terlihat dekat dengan lelaki mana pun kecuali boss mereka, bahkan dulu saat pertama kali kerja disini. Rani mengira kalo Susi dan Ari adalah sepasang kekasih seperti dalam novel-novel yang sering ia baca, namun kenyataannya bukan. Kedua orang itu tak lain, boss dan karyawan yang saling membutuhkan satu sama lain. Kalau dilihat dari sudut pandang manapun, mereka cocok. Apalagi Ari yang kadang terlihat sangat memuja Susi, tapi pria itu pandai menyembunyikan raut kagum nya. Rani hanya beruntung beberapa kali pernah melihat ada sesuatu diantara orang ini.

"Kalo gak nemu cowok lain, pak boss juga gak apalah mbak. Biar berkurang dikit galak nya, lagian cocok banget sama mbak Susi."

"Jangan ngaco kamu Ran, mana mau dia sama gue. Lo kan tau kalo dia itu temen kuliah gue dulu. Gak kebayang gue kalo dia jadi laki, bisa-bisa malem pertama ntar gue malah disuruh ngerjain laporan pemasaran. Bukannya dibelai."

Rani kembali tertawa, kali ini lebih kuat bahkan beberapa pasang mata menatapnya memperingati. Tapi ia tidak peduli, toh dalam kepala kotornya itu sudah membayangkan bagaimana lucunya Susi dan Ari malah sibuk membuat inovasi baru untuk perusahaan mereka. Belum lagi kalo Susi melakukan kesalahan, bisa makan hatee deh. Gadis berkaca mata itu menggelengkan kepala nya gemas.

"Mbak bisa aja kalo ngelucu deh. Gak kebayang kalo nanti jadi kena omel sampe subuh."

Baru saja Susi mau mengatakan sesuatu, tapi suara yang sama kembali bergema. Membuat dinding bergetar, sampe tulang Susi pun ikut ngilu saking kuatnya.

"SUSI LAPORAN SAYA MANA!"

Susi menepuk jidat pasrah, menatap wajah Rani.

"Hari-mau mengaung itu cuma dia!"

BOSS KAMPRET! (COMPLETED) EKSKLUSIF IN DREAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang