Wanita itu berjalan cepat membelah keramaian yang memang tak bisa dihindari, bahkan nafasnya sudah ngos-ngosan tapi apalah daya kalau sudah berhadapan dengan si-boss besar yang super duper gablek.
Orang itu adalah Susi, membawa map dan kertas-kertas penting yang akan menentukan bagaimana nasibnya. Dengan peluh yang membasahi kening, juga sepatu malang yang harus ia tenteng ditangan. Sialan! Umpatnya kesal, kenapa tidak memberi tahu kalo bakal pindah tempat meeting. Coba sejak pagi sudah membicarakannya tentu Susi tak harus susah payah berjalan kali sejauh ini, dan ngenasnya lagi ia terlambat sepuluh menit dari waktu yang dijanjikan.
Sekuat tenaga ia berlari menuju pintu masuk kafe resto yang telah direservasi oleh boss mereka tanpa sepengetahuan Susi itu, bahkan ia tidak peduli lagi bagaimana penampilannya saat ini. Bagian terpenting adalah, melihat sepasang mata yang sedang menatapnya geli itu menahan tawa. Menambah rasa kesal dan geram dihati Susi.
"Maaf pak. Saya terlambat, saya gak tahu kalo tempat pertemuannya pindah kesini."
Semua mata sekarang menatap aneh Susi, jangan ditanya kenapa. Sudah jelas karena rambut yang tidak diikat itu berantakan, belum lagi nafas yang mau putus, kancing kemeja putihnya terbuka dua bagian atas, ditambah sepatu malang itu lagi.
"Gak papa mbak. Silahkan duduk, lagi pula kami belum memulai rapat nya, pak Ari menunggu anda sejak tadi."
Dengan perasaan campur aduk, gadis itu meletakkan barangnya diatas meja. Sekali lagi ia tak peduli pada mata yang menahan tawa melihat keadaannya. Dia benar-benar mau melampiaskan kekesalannya pada si-boss tapi tahu bahwa bukan sekarang waktu yang tepat.
Ia menyisir rambut lurusnya menggunakan tangan, lalu mengancingkan baju kemudian mengelap keringat memakai tissu yang memang tersedia disetiap meja dalam kafe tersebut. Tanpa membuang waktu lagi, mereka memulai rapat santai yang kerap kali diadakan diluar kantor. Susi yang mewakili boss-nya untuk bicara, menyampaikan apa saja perubahan dan kesepakatan antar pemegang saham untuk memajukan perusahaan kini terlihat lebih tenang meskipun tak bisa menghilangkan kekesalannya, namun ia bersikap sewajar bawahan dengan atasan.
Hampir dua jam mereka berdiskusi soal pemasaran yang mengalami sedikit penurunan namun tidak begitu drastis, beberapa orang yang hadir setuju untuk mengeluarkan produk baru dan mencari investor lagi. Hingga canda gelak tawa yang terdengar karena lelucon yang hampir setiap kali pertemuan didengar oleh Susi, yang tak lain dan bukan adalah "Pak Ari cocok loh sama mbak Susi. Kenapa gak menikah saja sih."
Raut wajah Ari selalu datar tanpa ekspresi ketika mendengar itu, tapi entah kenapa semua orang merasa lucu dengan pertanyaan konyol itu. Susi kembali teringat obrolannya bersama Rani waktu itu, malam pertama mereka akan berakhir mengenaskan kalau sampai menikahi boss besar yang tidak pernah mau disalahkan.
Selesai dengan rapat itu, Susi dan Ari kini telah keluar dari kafe menuju parkiran bebas. Terlihat mobil honda CRV berwarna putih, dengan cepat ia membukakan pintu untuk Ari. Mempersilahkan pria itu masuk duluan, kemudian ia juga menuju pintu sebelahnya.
Baru saja pantat mulus Susi mendarat dikursi penumpang, suara serak itu kembali bergema ditelinganya meskipun tidak nyaring tapi tetap kalimat yang diucapkan menguras emosi Susi.
"Siapa yang nyuruh kamu ikut saya?" Ari menaikkan alisnya, menatap wajah Susi yang tercengang. Tak mau ambil pusing, ia mengibaskan tangannya dengan enteng mengusir Susi.
"Loh pak, kan biasanya juga saya ikut pulang kekantor barengan."
"Hari ini kamu bikin saya menunggu, pulang sendiri. Siapa suruh kamu telat datang."
"Bapak sehat? Saya kan gak tahu kalo pindah tempat, lagipula bapak kan gak ngomong kalo bukan disana rapatnya. Gimana sih pak?"
"Pokoknya saya gak mau tahu, kamu telat ya telat aja Sus. Jangan ngeles gitu, gak baik!"
Susi melototkan matanya, untung kesabarannya ciptaan Tuhan kalo buatan China mungkin sudah habis sejak pertama kali jadi sekretaris Ari dulu.
"Astaghfirullah. Saya dulu buat dosa apa sampe harus punya boss kayak bapak, udah salah gak mau disalahkan pula. Kampret emang!"
Sambil bersungut Susi keluar, sedangkan Ari menatap malas karyawannya itu.
"Sekali lagi saya dengar kamu ngatain saya kampret, bulan ini gak ada bonus!"
"Bodo amat pak, lagian kapan bapak peduli sama bonus saya."
"Heh! Kamu udah berani bantah ya, saya pecat kamu nanti."
Gadis itu menampakkan raut berbinarnya, sedangkan Ari berdecak kesal menyesali ucapannya barusan.
"Alhamdulillah kalo dipecat beneran pak, sujud syukur saya kalo gitu. Tapi pecat beneran kan?" Tanya Susi polos, sebuah mukjizat kalo seandainya pun Ari mau memberhentikannya dari pekerjaan ini.
"Gak jadi, tapi gantinya kamu lembur selama satu bulan! No excuse, bye."
Ari menutup kaca mobil nya lalu pergi begitu saja meninggalkan asap mengepul kewajah Susi yang terbatuk-batuk.
"Dasar boss kampret! Mobil rongsok aja masih dipakek, beli yang baru woi!" Teriaknya kesal, tapi tentu tak didengar lagi oleh Ari. Mobil itu sudah menghilang dipersimpangan, kini tinggal ia yang bingung bagaimana caranya balik kekantor dengan ongkos yang astaghfirullah dan tanggal tua yang naudzubillah, belum lagi hape yang innalillah.
Malang banget nasib Susi hari ini, diliriknya jam tangan seharga tiga puluh ribu itu dengan pasrah. Kalau sudah begini, memangnya ada mimi peri yang mau bantuin dia terbang biar cepat sampai dikantor.
"Aahhhh. Tragis banget nasib gue anjir!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSS KAMPRET! (COMPLETED) EKSKLUSIF IN DREAME
HumorCERITA INI SUDAH PINDAH KE DREAME! Udah pernah rasain dapet boss kampret belom? Kalo belom, cobain deh Rasanya aah mantap! Start : 10 November 2020 End : 15 Januari 2021