Pilihan

4.1K 530 216
                                    

"Hyung—"

Haruto menutup koper hitam berukuran cukup besar dengan perasaan gundah, matanya tetap tertuju pada punggung Junkyu yang menjauh mendahuluinya keluar kamar.

Satu helaan keluar dari mulut Haruto, ia menatap lamat tubuhnya yang masih terbalut piayama di depan cermin panjang. Dirinya terlampau malas berbenah, ada berjuta perasaan tak rela meninggalkan tempat ini.

"Andai gue bisa bawa lo kabur," ucap Haruto dengan wajah yang sengaja dibuat sesedih mungkin, terlihat dari pantulan dirinya sendiri.

"Ngak usah ngawur bocah, udah sana buruan mandi!" Sahut Junkyu.

Dengan langkah malas Haruto membawa kakinya memasuki kamar mandi, lebih baik nurut aja sama ucapan Junkyu kalau ngak mau kena amukan. Padahal dalam hati Haruto udah misuh-misuh, kemarin siapa coba yang nangis. Lama-lama Haruto curiga, apa jangan-jangan Junkyu selama ini punya kepribadian ganda? Kalau pun begitu, Haruto ngak masalah sih, kalau udah terbutakan oleh cinta ya gitu deh.

Akhirnya setelah menghabiskan waktu kurang lebih 2 setengah jam, Haruto menyelesaikan kesibukannya. Semua barang sudah di packing serapih mungkin.

"Asik kamar gue lega lagi!" Goda Junkyu berhasil membuat Haruto cemberut.

"Hyung, lo beneran sesenang itu ya gue pulang?"

Haruto benar-benar pundung dibuatnya.

Ya engak lah! Bahkan sampai sekarang pun gue masih nahan gak nangis depan lo.

Kalau aja Junkyu punya keberanian untuk mengungkapkan kata-kata itu. Tapi dirinya cukup tau diri, dia ngak mau nambah pikiran Haruto.

"Buat apa gue khawatir, kan lo udah janji bakal balik."

"Hm, dan lo jangan sampai lupa janji waktu itu!" Tegas Haruto.

Junkyu tersenyum kecil, ia ingat—tentu saja—mengenai permintaan Haruto. Meskipun pemuda itu belum memberitau keinginannya apa, tapi untuk saat ini Junkyu ngak masalah. Satu yang jadi prioritas, ia hanya ingin Haruto kembali dengan kondisi baik tanpa kurang satu apa pun, termasuk perasaannya. Katakan lah Junkyu egois, tapi ngak ada salahnya kan mencoba untuk berubah?


"Haru, makasih ya," ucap Junkyu dengan senyum yang masih setia mengembang di wajahnya.

Mata Haruto membulat penuh, ia barusan ngak salah dengar kan? Seorang Kim Junkyu baru saja berterima kasih padanya? Tapi untuk apa? Atas dasar apa rasa terima kasih itu? Haruto pun tak tau tapi dia sangat bahagia. Entah keberanian dari mana, Haruto berlalu menarik Junkyu masuk dalam dekapannya, menenggelamkan kepala nyaman pada bahu lebar yang lebih tua. Untung Junkyu ngak lagi dalam mode galak. Mengejutkannya Junkyu justru membalas pelukan itu, menambar rasa hangat pada hati Haruto.

"Gue masih sayang banget sama lo hyung," racaunya sedikit bergumam sangking terbawa suasanya. Masa bodo dengan harga diri, Haruto sudah tak kuasa menahan isi hatinya.

"Iya, gue tau," jawab Junkyu santai.

"Gue cinta mati sama lo!"

Lagi.

"Hm, gue tau."

"Dan maaf karna gue ngak bisa berhenti berharap."

"Gue tau."

Dan lagi.

Mendengar pengakuan itu, Junkyu menambah usapan pelan pada kepala Haruto.

Hah, ia merasa sikapnya selama ini pasti sudah keterlaluan.

Kenapa baru sekarang Junkyu paham, kenapa ngak dari dulu aja ia sadar bahwa hatinya memang sudah siap menerima sosok baru. Setakut itu kah ia kembali merasa tersakiti sampai-sampai menyakiti perasaan orang lain. Junkyu telah salah karena menulikan telinga akan suara hatinya sendiri.

Bocah - Harukyu ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang