Noda

4.5K 491 52
                                    

Hai adakah yang nungguin






"Jun," sahut Jihoon tepat setelah panggilan terputus. Sedang yang dipanggil hanya bisa mempertahankan wajah datarnya, berusaha melupakan kejadian beberapa saat lalu.

Dalam lubuk hati terdalam, Jihoon jelas ikut merasa sangat bersalah. Kalau saja waktu itu ia menggantar Junkyu pulang, atau paling tidak mengabarinya lebih awal, maka semua ini tidak akan terjadi. Jihoon lantas mempertanyakan apakah ia benar-benar pantas disebut sebagai sahabat? Entah udah berapa banyak musibah yang Junkyu alami karena dirinya.

"Maaf—"

"Ngak sekarang Ji," Junkyu segera memutus ucapan Jihoon, mengantisipasi kata atau nama yang tidak ingin ia dengan kembali terucap. Lagi pula ia sudah tau, Jihoon pasti kembali merasa bersalah. Tapi, sungguh saat ini ia hanya ingin ketenangan, berusaha melupakan semuanya.

Maka ditenggah kecanggungan, Junkyu memilih beralih dari duduknya, berjalan ke arah lemari Jihoon dan menggambil sehelai handuk, juga kaos dan celana santai.

"Gue pinjem," pintanya sebelum memasuki kamar mandi. Meninggalkan Jihoon dengan desah berat, sadar bahwa ungkapan maaf dan simpati tidak akan cukup menggantikan semua luka yang telah sahabatnya itu terima.

🐨🐨🐨

Terhitung sudah dua malam berturut-turut Junkyu tidak pulang ke kosan, maupun menemui Haruto. Terkadang ia hanya meninggalkan beberapa pesan pengingat atau sekedar menanyakan kondisi Haruto. Untunglah demam bocah itu tidak bertahan lama, setidaknya satu kekhawatirannya reda.

Dihari ketiga ini, entah sudah berapa kali Junkyu bergelut dengan pikirannya sendiri, tidak mungkin ia terus-terusan bersembunyi di rumah Jihoon. Hal tersebut justru malah akan mengundang kecurigaan Haruto. Belum lagi bocah itu sangat gencar menanyainya ini dan itu.

Mungkin mudah bagi Junkyu untuk menyembunyikan fakta bahwa beberapa hari yang lalu ia bertemu dengan Noa dan telah terjadi sesuatu, tapi sayang semua itu tidak akan lagi bisa ia tutupi jika semua tanda ditubunya masih terlihat begitu jelas.

Ah, mungkin ada satu cara, tapi akan sangat merepotkan sekali.

Dengan penuh berharap, Junkyu mencoba satu-satunya cara itu, ia mengambil satu botol kaca yang ia percayai berisi cairan berwarna serupa dengan warna kulit manusia, yang biasa Jihoon sebut-sebut sebagai foundation. Ia meletakkan sedikit cairan itu pada ujung jarinya dan mengoles pada beberapa spot berwarna di sekitar lehernya.

"Hah... Lumanyan." Sementara hanya cara ini yang bisa ia pikirkan.

Junkyu berhasil menggumpulkan keberaniannya, maka disini lah ia sekarang, keluar dari persembunyiannya.

Dihari yang masih pagi itu ruang kosan Junkyu terlihat sangat sepi seperti biasa karena pemilik satunya lagi sudah berada di sekolah. Entah ini menurapakan momen yang baik bagi Junkyu atau tidak, nyatanya kesendirian juga bukan teman yang baik, pikirannya akan jauh lebih mudah menerobos mimpi-mimpi buruk yang tidak pernah sekali pun Junkyu harap-harapkan untuk teringat. Tapi, dengan kehadiran bocah itu juga tidak akan membuat hati Junkyu tenang.

Pada intinya, semua serba salah.

Apakah dalam fase ini Junkyu masih bisa bertahan? Mungkin. Ia tahu kehidupan itu bukan cuma perihal percintaan atau momen-momen romansa sejenisnya. Tapi bohong kalau hal tersebut tidak berperan besar. Aneh, tapi ia selalu iri pada orang-orang yang tidak bisa merasakan jatuh cinta.

Bocah - Harukyu ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang