1. Sebesar Biji Salak

10 2 2
                                    

Lengkap sudah kesialannya, siang ini serangan bertubi-tubi datang padanya. Dimulai dari pecahnya ban sepeda motor Bulan di tengah jalan menuju rumahnya. Lalu dia harus mendorong sekitar lima ratus meter dari tempat kejadian pecah ban itu untuk menemukan bengkel dan menitipkan sepeda motornya di sana.

Bulan yang tidak mau menunggu sampai motornya benar-benar selesai memutuskan untuk pulang, karena lapar terasa sangat menyiksanya di perut.
Memang rumahnya sudah tidak jauh lagi, mungkin hanya limabelas menit ditempuh kalau ia jalan kaki.

Bulan tidak menyangka ternyata—limabelas menit itu—jika ditempuh dengan jalan kaki akan selama dan selelah ini. Benar-benar menguras tenaga rupanya. Yang pasti rasa laparnya bertambah dua kali lipat dari sebelumnya, dan hal ini membuat ia rasanya mau pingsan saja.

Belum sampai di situ saja kemalangannya. Saat sudah memasuki gang area dimana rumahnya berada, tiba-tiba batu sebesar biji salak membentur kepalanya dengan keras. "aAAWW!" teriaknya lalu memegang kepala bagian yang terkena batu. Dia lega karena tidak merasakan luka parah hingga bocor dan berdarah, mungkin hanya benjol sebentar lagi. Lalu ia tersadar, langsung merunduk mengambil batu tadi dan menengokkan kepalanya ke kiri-ke kanan. Tidak ditemukan seseorang disekitarnya.

Saat akan melempar batu tersebut dengan perasaan kesal, Bulan mendengar suara tawa tertahan seseorang yang berasal dari atas. Dengan cepat ia menengadahkan kepalanya. Di sana—di atas pohon yang menjulang tinggi—dia menemukan seseorang yang tengah menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Saat melihat Bulan mengetahui keberadaannya—tidak lupa dengan tampang kesal terlihat jelas di  wajahnya—laki-laki itu segera menurunkan tangannya dari depan mulut dan bertingkah seolah-olah tidak mengetahui apapun.

"HEH, turun lo!" perintah Bulan marah dengan jari menunjuk seseorang itu. Sedangkan orang yang dimaksud pura-pura tidak mendengar dan malah melihat-lihat buah mangga di sana.

"Jangan sok budeg deh!" merasa dirinya diajak bicara ia menengok ke bawah "lo ngomong sama gue?"
Mendengar itu Bulan semakin marah. Bisa-bisanya orang itu tidak merasa bersalah sedikitpun, padahal Bulan tau orang tersebutlah yang melempar batu ke kepalanya tadi—melihat ketapel di tangannya membuat Bulan semakin yakin.

Melihat air muka Bulan yang sangat marah—sekaligus menahan tangis—itu membuatnya menyerah dan turun dengan sekali lompatan ke tanah. "Kenapa?" tanyanya kepada perempuan di depannya ini sambil menepuk-nepuk baju sendiri membersihkan kotoran yang menyangkut akibat memanjat pohon mangga.
"Lo kan yang melempar batu ke gue?!" sergah Bulan cepat ketika laki-laki itu sudah menatapnya.

"Lho, kok nuduh sih!" mendengar balasan seseorang itu muka Bulan makin merah bukan kepalang. Pasalnya siapa lagi memangnya yang dengan jail melempar batu ketika ia sedang berjalan, sedangkan disekitar mereka tidak ada orang lain. Dan lagi, kenapa laki-laki didepannya ini malah menaikkan nada juga, harusnya hanya Bulan yang berhak melakukannya!

-🌏🌙🌏🌙-

"Dasar cowok gak jelas!" Bulan yang baru saja sampai di rumah langsung melempar tasnya ke sofa ruang tamu dengan kesal.
"Bisa-bisanya dia bilang kalau tadi cuma salah sasaran?!"

Mendengar anaknya sudah pulang, Mama Bulan langsung menghampiri putrinya itu. "Kamu ke mana aja, kok pulangnya terlambat?" kekhawatiran tergambar di wajah Mamanya yang sudah mulai terlihat guratan-guratan halus. Melihat itu hati Bulan terenyuh, dia mulai sedikit tenang hanya dengan melihat wajah Mamanya yang mengkhawatirkan dirinya.

"Kok Mama gak denger suara motor kamu ya?" sambil melongokkan kepalanya ke arah pintu rumah.
"Iya, Ma. Motornya lagi di bengkel dekat perempatan. Tadi ban-nya pecah, jadi aku titipin di sana." jawab Bulan menjelaskan keheranan Mamanya.

Setelah selesai membuka sepatu beserta kaus kakinya, Bulan mengamit tangan kanan Mamanya untuk ia salami. Bulan teringat ia lupa mencium tangan Mamanya bahkan lupa mengucapkan salam saat tadi masuk rumah. Ck. Itu semua gara-gara cowok menyebalkan tadi!

"Yaudah, yuk masuk. Cuci muka dulu lalu makan. Mama siapin nasinya", ucap Mamanya sambil mengelus rambut Bulan yang super berantakan itu.
Bulanpun menurut, bangkit pergi ke dalam dengan menenteng sepatunya serta menyampirkan asal tasnya untuk ia bawa ke kamar.

ROTATION : Antara Bumi dan BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang