DUA

25K 3.3K 173
                                    

Chlora menghembuskan napasnya ketika mengingat kejadian tadi. Anak-anak kecil itu langsung menangis ketika Chlora mengatakan hal itu. Chlora sendiri tidak peduli. Lebih baik membunuh daripada dibunuh, bukan?

"Chlora! Mengapa kau mengatakan hal itu kepada mereka?" tanya Violet.

Chlora memutar matanya. "Aku hanya tidak menyukai mereka, puas? Aku muak bermain dengan mereka. Aku tidak suka dengan anak cengeng seperti mereka."

"Kamu dan mereka masih berumur tiga tahun, Chlora! Astaga, apa yang terjadi pada anakku?" Violet memegang dahinya karena pusing.

"Aku tidak mau lagi bertemu dengan mereka kecuali Zoey. Setidaknya Zoey lebih terlihat lebih baik dari pada mereka semua," ucap Chlora.

Violet mengelus kepala Chlora. "Baiklah, ibu menghargai keputusanmu. Tapi tolong jangan berbicara jahat seperti itu, mereka akan mengingat ucapanmu seumur hidup."

Chlora menundukkan kepalanya menghindari tatapan Violet. "Baik, ibu."

Violet lalu pergi dari kamar Chlora ketika mendengar suara tangisan Alwin, adik laki-laki Chlora yang masih bayi. Chlora segera mengambil buku yang ia sembunyikan dan menulis. "Aku harus bisa menghindari kehancuran yang menimpa keluarga ini. Jika tidak maka hidupku tidak akan bahagia," ujarnya.

"Hm.. setelah aku ingat-ingat ternyata kehancuran keluarga ini juga ada sangkut pautnya dengan Virion, sang antagonis yang menyukai Shelia."

Chlora mengepalkan tangannya. "Aku memang tidak mempercayai siapa pun di dunia ini. Semua orang pasti memiliki lebih dari satu wajah. Sial, banyak sekali orang yang harus aku hindari."

"Virion, dia memiliki rambut berwarna hitam kebiruan dan mata berwarna hitam. Dia memiliki pedang yang paling berbahaya di dunia ini. Dia mulai terlihat saat berumur lima belas tahun."

Chlora membayangkan kematiannya yang disebabkan oleh Cithrel dan dibantu oleh Virion. Chlora langsung menggelengkan kepalanya. Tidak boleh, kali ini ia akan hidup panjang. Setidaknya ia terlahir sebagai orang kaya di kehidupan ini.

"Kenapa semua orang selalu melimpahkan kesalahan pada Chlora? Lebih baik kau suruh saja Shelia agar tidak mendekati tunangan orang," gerutu Chlora.

Chlora mengetuk penanya di atas meja. "Astaga, aku baru ingat kalau Virion adalah penerus gelar Archduke. Akan sangat sulit melawannya. Kalau begitu lebih baik jika sejak awal aku menghindarinya. Tetapi jika Shelia terus berhubungan denganku bukankah berarti ia akan mengincarku juga?"

"Astaga, lebih baik aku tinggal di neraka saja," keluh Chlora.

Virion menjadi tokoh antagonis karena obsesinya yang tidak wajar kepada Shelia. Bukan hanya Chlora yang terkena dampaknya, tapi Cithrel juga ikut masuk dalam permainan Virion. Virion adalah laki-laki yang sangat licik, dia akan melakukan semua cara hanya untuk mendapatkan Shelia.

"Apakah aku pindah saja dari kekaisaran ini? Ah tidak, aku harus melihat keadaannya terlebih dahulu baru aku bisa memutuskan apakah aku akan pindah atau tidak," celetuk Chlora.

Chlora menutup buku catatan itu dan menyembunyikannya di lemari pakaiannya. Ia berjalan menuju kamar orang tuanya dan melihat sang adik yang sedang bermain. Chlora duduk di sampingnya dan membantu Alwin memegang mainan-mainan itu.

"Alwin, aku sangat mati. Aku sudah pernah mengalaminya dan aku tidak mau merasakannya hal itu lagi," ucap Chlora.

Alwin menatap Chlora seolah ia mendengarkan ucapan kakaknya dengan serius. Chlora tertawa melihat itu dan mengusap kepala adiknya. "Aku hanya bisa berbicara denganmu, Alwin. Karena aku tahu kau tak akan membocorkan apa pun yang aku katakan."

"Aku berasal dari Indonesia, dan aku berumur dua puluh lima tahun. Aku hanya seorang pegawai kantoran biasa. Tapi sayangnya aku tidak bisa mengingat bagaimana aku bisa mati."

Alwin mengusap tangan kakaknya seolah-olah menenangkan hati kakaknya yang sedang gundah.

"Ah, Alwin. Aku berjanji aku akan melindungimu dari orang-orang jahat di dunia ini. Kau tenang saja, aku sudah mendapat bocoran masa depan," Chlora terkekeh.

Tanpa sadar, mata Chlora terpejam. Begitu juga dengan Alwin. Mereka berdua tidur dengan posisi Chlora yang memeluk Alwin. Galan, ayah dari Chlora dan Alwin, terkejut saat masuk ke dalam kamar. Ia mengecup dahi kedua anaknya dan tersenyum.

"Semoga kalian berdua bisa menjadi saudara yang saling menyayangi."

*

Chlora menyipitkan matanya ketika melihat bunga yang tiba-tiba ada di atas buku catatannya. Ia menatap kamarnya dengan tatapan curiga. Bunga itu berwarna emas dan mirip seperti bunga magnolia.

"Aku harus tanya ke ibu apa arti dari bunga ini," ucapnya.

Chlora berlari ke setiap ruangan dan mencari ibunya. Ia kemudian melihat ibunya sedang menjemur Alwin di bawah sinar matahari pagi. Chlora mengecup pipi Alwin terlebih dahulu dan menatap Violet.

"Ibu, apa arti dari bunga ini?" tanya Chlora sambil menunjukkan bunga itu.

Violet terkejut ketika melihat bunga itu. "Di mana kau mendapatkan bunga itu, Chlora?"

"Tiba-tiba saja ada bunga ini di atas buku catatanku. Apakah ada pertanda buruk?"

Violet menggeleng. "Itu bukan sesuatu yang buruk. Tapi ibu tidak bisa mengatakan bahwa itu adalah hal yang baik. Ibu rasa kamu tidak akan mengerti jika ibu mengatakannya sekarang. Ibu akan memberitahumu saat sudah berusia sepuluh tahun."

Chlora mengangguk. "Baiklah. Aku akan pergi ke kamar dulu!"

Violet mengangguk dan menatap Chlora dengan tatapan cemas. Galan yang sedang berjalan menghampiri istrinya dan mengambil alih Alwin yang sedang menatap pohon.

"Apa yang terjadi?" tanya Galan.

"Chlora mendapat bunga magnolia emas! Bukankah itu pertanda bahwa dia adalah pasangan dari pemilik pedang Lazarus?" tanya Violet panik.

Galan mengangguk. "Lalu? Kenapa kau terlihat panik seperti itu?"

Violet memegang dahinya. "Pemilik pedang Lazarus akan menjadi orang yang haus darah, bukan? Bagaimana jika Chlora disakiti oleh pasangannya?"

"Violet, itu hanyalah rumor. Pedang Lazarus memang membawa roh iblis, tapi bukan berarti pemilik pedang itu akan menjadi orang yang haus darah. Mungkin saja dia bisa menjadi orang yang jahat, tapi kita pasti akan menjaga Chlora bukan?" ucap Galan.

"Tapi mengapa Chlora bisa mendapatkan bunga itu? Apakah Chlora memiliki kelebihan yang unik di dalam dirinya sehingga ia bisa terpilih menjadi pasangan pemilik pedang Lazarus?" tanya Violet.

Pedang Lazarus adalah pedang yang membawa roh iblis yang pernah memporak-porandakan kaisar. Seorang ksatria kemudian menyegel roh iblis tersebut dalam pedangnya dan akhirnya kekaisaran kembali damai. Sayangnya, ksatria itu terkena efek dari penyegelan roh iblis. Dia akan merasa kesakitan setiap malam karena roh iblis itu. Tapi seorang perempuan datang dan ia mampu membuat ksatria itu tidak merasa kesakitan. Sejak itu, pasangan dari pemilik pedang itu akan mendapatkan bunga magnolia emas yang menandakan bahwa ia mampu membuat roh iblis itu tunduk padanya.

Chlora yang berada di kamarnya terus memandang bunga itu. "Mungkin ibu merasa hanya akan sia-sia jika memberitahuku sekarang karena aku masih berumur tiga tahun. Tapi selama itu bukanlah hal yang buruk, aku tidak peduli."

Chlora meletakkan bunga itu di dalam buku dan menutupnya. "Aku hanyalah perempuan realistis yang menyukai kekayaan. Selama ada uang di sampingku aku tidak membutuhkan apa pun."

"Ah, tapi mengapa aku merasa akan ada hal penting yang berhubungan dengan bunga itu. Apakah aku akan menjadi pahlawan kekaisaran? Kedengaran bagus! Tapi aku tidak suka terlalu banyak perhatian orang padaku," ucap Chlora.

Chlora memutar-mutartangkai bunga itu. "Aku harap, aku bisa mengubah masa depan dan menjalani hidupyang tenang."

Orenda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang