Chlora membuka matanya dan menatap sinar matahari yang masuk. Tidak terasa sudah tiga tahun dia berada di akademi ini. Ia sudah berusia lima belas tahun dan kini ia akan memasuki tahun pertama akademi kedua.
"Astaga, aku harus berangkat lebih awal," ucap Chlora. Ia langsung berdiri dari ranjangnya dan mempersiapkan diri untuk pergi sekolah.
Chlora menatap seragamnya dengan tatapan datar. "Apakah mereka tidak berniat membuat seragam yang berbeda akademi pertama? Membosankan sekali."
"Jika kau terus mengeluh seperti itu maka kita akan terlambat," celetuk Zoey.
"Jangan mengejutkanku seperti itu! Aku tahu kau mulai berpacaran dengan Harvey dan belajar sihir teleportasi, tapi jangan tiba-tiba berteleportasi ke kamarku!" pekik Chlora.
Zoey mengangkat kedua bahunya. "Kau terus membicarakan hubunganku dengan Harvey. Lalu bagaimana dengan hubunganmu dengan Virion? Kalian tidak memiliki status sama sekali."
"Ayah tidak mengizinkanku berpacaran dengan Virion sebelum ia dan Alwin mengetes Virion apakah dia pantas menjadi pacarku atau tidak. Kau pasti merasa bersyukur karena tahu orang tuamu akan menyetujui hubunganmu dengan Harvey karena kalian adalah penyihir."
"Kasihan sekali. Walau pun aku memiliki kakak dia tidak seposesif adikmu, Chlora. Aku akan tetap mendukung hubunganmu dengan Virion, kau tenang saja," Zoey menepuk bahu Chlora.
"Ayo kita pergi ke gedung akademi kedua sebelum terlambat!" ucap Chlora.
Mereka berdua kemudian berlari menuruni tangga dan akhirnya tiba di gedung akademi kedua. Chlora berusaha mengatur napasnya yang tidak beraturan. Seseorang menyodorkan air ke arah Chlora dan ia langsung meminum air itu.
"Sudah aku bilang lebih baik kau bangun lebih pagi," tegur Virion.
Chlora tertawa malu. "Aku sudah bangun lebih pagi tadi. Biasanya Zoey akan pergi ke kamar dan membangunkanku tapi tadi dia datang saat aku sudah selesai bersiap-siap."
"Aku dengar kali ini akan ada bangsawan yang baru masuk ke akademi kedua. Aku harap kau tetap bisa sekelas dengan Zoey," ucap Harvey.
Biasanya ada beberapa bangsawan yang baru mulai masuk saat berada di akademi kedua. Bangsawan yang tidak belajar di akademi akan memanggil guru untuk mengajar mereka.
"Kau hanya akan memanfaatkan Chlora untuk bertemu denganku, bukan? Sayang sekali, aku lebih mengutamakan Chlora dibandingkan dirimu Harvey," ujar Zoey.
Virion tertawa. "Kasihan sekali dirimu, Harvey. Aku turut bersuka cita karena posisimu di hidup Zoey lebih rendah dari pada Chlora."
Harvey memandang Virion sinis. "Kau bahkan belum berpacaran dengan Chlora."
Virion memukul kepala Harvey. "Kau tidak perlu mengingatkanku tentang hal itu. Yang jelas takdirku dengan Chlora sudah jelas. Apakah kau tidak tahu ada penyihir laki-laki lain yang menyukai Zoey? Bahkan kabarnya dia lebih hebat darimu."
"Bisakah kalian diam, dan pergi ke barisan kalian?" tanya Chlora kesal.
Harvey langsung menarik tubuh Virion ke barisan siswa kelas tiga akademi kedua. Zoey berdecak melihat tingkah mereka berdua. "Tidak pernah terpikirkan di hidupku jika akan menjalin hubungan romantis. Aku hanya berpikir untuk bertahan hidup."
"Aku sudah pernah berpacaran sebelumnya walau pun aku belum menikah. Tidak ada yang istimewa sama sekali. Kami akan pergi bioskop dan menonton film, atau pergi ke restoran cepat saji dan berbicara," oceh Chlora.
Zoey berusaha mencerna kata-kata Chlora. Satu-satunya orang yang bisa mengerti Chlora hanyalah Zoey. Chlora juga berusaha untuk mengerti Zoey. Hubungan mereka memang mutualisme, namun bukan berarti mereka mengabaikan satu sama lain.
"Chlora! Zoey! Apa yang kalian lakukan? Ayo ke sini!" panggil Shelia.
Chlora menatap Zoey dengan pandangan malas. Zoey menarik tangan Chlora dan berjalan menuju Shelia. Chlora bingung dengan Shelia yang tidak pernah berhenti menyukainya selama tiga tahun belakangan ini. Chlora berdiri di samping Shelia dan mendengarkan pengunguman guru.
"Syukurlah kita satu kelas lagi! Sayang sekali Cithrel dan Michael berada di kelas yang berbeda," ucap Shelia murung.
Chlora mengerutkan keningnya. "Bukankah kau harusnya merasa senang karena tidak berada di kelas yang sama dengan Cithrel? Atau jangan-jangan kau menyukainya?"
"Mana mungkin! Ah, ada lima murid baru di kelas kita. Kita harus berkenalan dengannya, Chlora!" pekik Shelia semangat.
Chlora berjalan memasuki kelas dan melihat beberapa wajah yang tidak ia kenal. Zoey menatap mereka dengan pandangan penuh selidik. Mereka bertiga duduk berderet dan Chlora berada di antara Zoey dan Shelia.
"Hai! Aku adalah murid baru di sini. Namaku adalah Zephyr Diablos. Kalian bisa memanggilku Zephyr. Siapa nama kalian?" tanya murid baru yang bernama Zephyr.
"Ah, hai! Namaku Shelia Autumn, kau bisa memanggilku dengan Shelia. Mereka adalah teman-temanku! Yang ini adalah Chlora Beasley dan yang di sebelah Chlora adalah Zoey Woods! Senang berkenalan denganmu!" senyum Shelia.
Chlora menatap Zephyr dengan tajam. Entah mengapa dia merasa ada yang aneh dengan laki-laki yang memiliki rambut cokelat itu. Zephyr menyadari tatapan Chlora dan tersenyum, namun Chlora tidak berniat sama sekali membalas senyuman itu.
'Dia adalah orang yang harus kita hindari, Chlora. Dia licik,' ucap Zoey.
Chlora membulatkan matanya. Jika Zoey sudah menggunakan alat sihirnya berarti mereka berada dalam keadaan yang serius. Zoey menatap Chlora dengan tatapan untuk percaya dengannya dan Chlora mengangguk.
"Aku sudah mendengar banyak hal tentangmu, Chlora Beasley. Kau adalah murid jenius yang selalu tertidur saat pelajaran namun tetap mendapat nilai yang tinggi," ucap Zephyr.
"Hm, ya. Sebenarnya apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Chlora dan menatap Zephyr tajam.
Zephyr tersenyum. "Aku hanya penasaran bagaimana kau bisa mendapat nilai sebesar itu tanpa berusaha. Apakah mungkin, kau memakai sihir?"
Chlora bisa merasakan pergerakan Zoey yang sangat kecil. Chlora menghembuskan napasnya. "Kau pasti belum mengetahui jika ruangan ujian membuat sihir tidak bisa digunakan. Silahkan kau pikir sendiri bagaimana cara aku menjadi orang yang jenius."
Zephyr tertawa. "Tenanglah! Aku hanya bercanda!"
"Candaanmu itu tidak lucu. Silahkan pergi," dengus Chlora tajam.
Zephyr pergi dari sana dengan senyuman tipis. Chlora langsung melirik ke Zoey yang tampak gemetar. Orang lain mungkin tidak menyadarinya, namun Chlora tahu gadis itu benar-benar ketakutan. Berbeda dengannya yang sudah mati, Zoey pasti merasa takut apa bila seseorang mengetahui bahwa dia adalah penyihir dan membunuhnya.
"Apa-apaan dia? Aku jadi tidak suka dengan anak itu," komentar Shelia kesal.
Shelia menoleh. "Aku rasa dia iri dengan kejeniusanmu Chlora! Karena itulah dia berpikir bahwa kau menggunakan sihir padahal ia sama sekali tidak mengetahui kebenarannya."
Chlora masih menepuk-nepuk bahu Zoey dan menenangkannya. "Entahlah, jika dia menginginkan peringkat satu maka aku akan memberikannya. Itu tidak lebih dari sebuah penghargaan kosong yang suatu hari nanti akan terganti."
"Sial, kenapa dia bisa berpikir seperti itu? Aku yakin dia bukan penyihir," keluh Zoey.
"Apa maksudmu dia adalah orang yang licik, Zoey? Aku tidak mengerti," ujar Chlora.
Zoey mendesah. "Aku bisa merasakan auranya. Dia bukan orang yang baik dan bisa menjadi ancaman bagi kita berdua, Chlora."
"Lalu? Kita tidak bisa menghindarinya karena kita akan berada di kelas yang sama selama tiga tahun ke depan. Di saat seperti ini aku menyesal kita tidak sekelas dengan Cithrel dan Michael. Jika ada mereka berdua kita pasti bisa lebih aman," Chlora mengerutkan keningnya.
"Aku masih tidak tahu apa motifnya. Dia berasal dari keluarga Diablos bukan? Keluarga itu terkenal sekali dengan kejahatannya, aku masih heran kenapa mereka bisa bertahan sampai sekarang dengan sifat yang buruk seperti itu," Zoey melirik Zephyr.
"Yang jelas, kini kitaharus menghindari dia," putus Chlora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orenda [END]
FantasyTerlahir kembali menjadi tokoh antagonis? Chlora menyadari bahwa dirinya telah terlahir kembali saat dia berumur tiga tahun. Chlora akui, tidak ada yang salah dengan kehidupannya kali ini. Ia merupakan putri dari Marquess Beasley yang kaya. Tapi, Ch...