Chlora melihat laporan harta kekayaan keluarganya. Banyak bangsawan yang menyesal karena mereka percaya dengan rumor itu sehingga menolak untuk membeli tambang Lunar. Kini mereka hanya bisa mengigit jari karena harga tambang Lunar sudah jauh di atas.
"Setidaknya aku sudah mengambil salah satu harta kekayaan yang Cithrel miliki di novel. Menurutmu apa lagi yang harus aku ambil?" tanya Chlora.
Zoey menggigit biskuit yang ada di tangannya. "Kau tahu bukan jika dia memiliki salah satu pedang yang menjadi legenda? Kau bisa mencari pedang itu dan memberikannya pada Alwin."
"Lebih kuat pedang itu atau pedang Lazarus?" ucap Chlora.
"Tentu saja pedang Lazarus. Tapi pedang itu juga memiliki harga yang sama dengan pedang Lazarus. Ah, kemarin aku berhasil mencuri buku itu dari dimensi lain," Zoey mengeluarkan sebuah buku yang memiliki sampul berwarna merah muda.
Chlora menerima buku itu dan tertawa. "Astaga, buku sialan ini. Tapi aku membutuhkannya karena ingatanku sudah mulai samar. Bisakah aku mengambilnya?"
"Ambil saja, yang itu memang aku berikan untukmu. Aku sudah memiliki yang lain di rumah."
Chlora membuka buku itu dan melihat ilustrasi gambar yang ada di pembukaan. "Hebat sekali penyihir yang menulis cerita ini. Bahkan dia bisa menggambar semua karakter dengan sama persis. Padahal aku yakin buku ini ditulis sebelum kita semua lahir."
"Itulah kehebatan seorang penyihir. Aku yakin suatu hari nanti aku juga mampu menjadi penyihir agung. Aku akan membuat dunia yang lebih indah," ujar Zoey yakin.
"Ya, semoga hal itu menjadi nyata. Omong-omong, Virion sudah tidak menyelinap ke dalam rumahku lagi bukan? Aku takut sekali dengannya," Chlora menggigit jarinya.
Zoey melirik Chlora. "Tentu saja. Kini dia sudah berada di akademi. Tapi dia terlihat lebih bahagia di sini. Padahal di novel ia dijauhi teman-temannya sejak masuk akademi."
"Dia mulai terobsesi dengan Shelia karena Shelia orang pertama yang mau bersikap baik dengannya, bukan? Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Shelia mendapatkan bunga magnolia emas, obsesinya semakin menjadi-jadi," celetuk Chlora.
Zoey mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu? Bunga magnolia emas? Shelia hanya mendapatkan bunga magnolia putih, yang berarti ia adalah kandidat pengganti dari pasangan pemilik pedang Lazarus!"
Chlora menyemburkan teh yang ia minum dan membuat wajah Zoey basah. "APA?! Jadi yang mendapatkan bunga magnolia emas adalah kandidat utamanya?! Kau mengatakan padaku jika aku akan menjadi pasangan utama Virion? Astaga, kau benar-benar membawaku langsung ke hadapan malaikat maut."
"Salahkan saja ingatanmu itu! Shelia tidak pernah mendapatkan bunga magnolia emas!"
Shelia langsung menyandarkan tubuhnya di sofa, tidak tahu harus mengatakan apa. Di novel tidak pernah diceritakan jika Chlora mendapatkan bunga magnolia emas, namun Chlora mendapatkannya saat ia kecil.
"Apakah mungkin jika Virion akan berubah pikiran dan memihak kita?" tanya Chlora.
"Entah, aku hanyalah penyihir yang bisa membaca pikiran orang lain. Tapi aku tidak mau mendekati Virion hanya untuk membaca pikirannya. Ingat, Chlora, malaikat mautmu adalah Cithrel sedangkan malaikat mautku adalah Virion, lebih masuk akal jika kau menjauhi Cithrel dari pada Virion," sahut Zoey.
Chlora mendesah. "Tenanglah! Setidaknya Cithrel masih bersikap baik denganku asal aku tidak menganggu pujaan hatinya. Tapi Virion berbeda, Zoey. Dia terobsesi dengan Shelia."
"Baiklah, aku juga bisa mengatakan hal yang sama. Tenanglah! Setidaknya kini Virion tidak terobsesi dengan Shelia melainkan ia sedang jatuh cinta dengan seorang gadis yang pernah menolongnya saat ia terjatuh."
"Oh benarkah? Senang mendengar hal itu. Bagaimana jika merayakannya dengan meminum anggur? Kapan terakhir aku meminum alkohol?" Chlora mencoba mengingatnya.
Zoey memukul kepala Chlora. "Kau masih berumur sebelas tahun di sini, bukan seorang perempuan dewasa berumur dua puluh lima tahun!"
"Terima kasih sudah mengingatkanku," ucap Chlora dengan tenang.
Zoey menatap Chlora dengan tatapan ragu. "Apakah kau tidak ingin mengetahui siapa gadis yang dicintai oleh Virion? Kau adalah kandidat utama pasangan pemilik pedang Lazarus, bukan? Siapa tahu kau penasaran."
"Tidak perlu. Aku akan mencari calon suami selain Virion. Menjadi kandidat utama bukan berarti kau harus menikah dengannya," jawab Chlora.
Zoey meringis mendengar jawaban Chlora. "Aku harap kau tidak terkejut atau menyesal ketika mendengar siapa perempuan itu."
"Tidak akan, sebenarnya apa yang kau takutkan, sih? Akhir-akhir ini wajahmu selalu terlihat tegang setiap bertemu denganku, seakan aku adalah orang yang akan membunuhmu. Ingat, Virion lah yang membunuhmu," dengus Chlora.
Zoey menelan ludahnya dan menatap bunga magnolia emas yang Chlora pajang. "Tentu saja aku mengingat hal itu. Chlora, kau tidak akan lupa bukan jika Virion akan mendapatkan pedang Lazarus dalam waktu beberapa bulan?"
"Ya, aku tahu. Dia akan pergi ke tempat di mana pedang Lazarus tersegel dan iblis yang berada di dalam pedang itu akan memilihnya. Tapi aku yakin dia tidak akan melakukan apa-apa jika kita tidak mengusiknya."
"Baguslah, kalau begitu aku pulang dulu. Hari sudah sore," ucap Zoey.
Chlora mengangguk dan mengantarkan Zoey ke kereta kuda yang memiliki lambang keluarga Woods. Zoey segera masuk ke dalam dan mengucapkan selamat tinggal kepada Chlora. Setelah Zoey merasa aman, ia memejamkan matanya.
"Tidak salah lagi, laki-laki yang ditolong oleh Chlora saat ia masih kecil adalah Virion. Saat Virion dianiaya oleh ayahnya dan menyelinap masuk ke dalam kastil Beasley, Chlora tidak menghakimi Virion."
Zoey mencoba mengingat-ingat kembali. "Chlora malah menolong Virion dan membuat Virion jatuh cinta dengan Chlora. Sejak itu Virion selalu mengawasi Chlora dari jauh, Virion tidak suka apa bila Shelia dan Cithrel mendekati Chlora."
"Saat melihat bunga magnolia emas yang ada di kamar Chlora, Virion bertekad untuk menjadi pemilik pedang Lazarus agar Chlora bisa menjadi miliknya. Kini alur cerita benar-benar sudah melenceng. Virion tidak terobsesi dengan Chlora, tapi ia mencintai Chlora dengan segenap hatinya. Semoga Chlora tidak terkejut ketika mengetahui kenyataanya," lanjut Zoey.
Zoey memandang jalan yang dipenuhi oleh orang-orang. Zoey menggunakan sihir untuk menghentikan kemampuan alaminya, membaca pikiran. Zoey mendesah dan menatap langit yang berwarna oranye. "Manusia dan perasaannya, memang merupakan hal yang menarik."
Chlora menatap bunga magnolia emas yang ia pajang di kamar. Bunga itu tidak pernah layu, padahal Chlora yakin bunga itu merupakan bunga asli. Chlora membuka kacanya dan terkejut ketika bunga itu kembali bercahaya.
"Jika aku menjadi pasangan Virion, apakah dia akan bersikap baik denganku?"
Chlora kembali mengingat ekspresi ketakutan Violet saat menjelaskan arti bunga itu kepada Chlora saat ia berumur sepuluh tahun. Chlora sudah mengetahui hal itu, ia bahkan sangat yakin jika Virion tidak akan memilihnya.
"Iblis itu, apakah dia tidak bisa memilih satu kandidat saja?" keluh Chlora.
Chlora menatap bunga itu dan menyentuhnya. "Dari semua orang kenapa ia harus memilihku menjadi kandidat utama?"
"Sial, aku ingin membenturkan kepalaku ke dinding dan menyalahkan ingatanku."
Chlora mendengus. "Apa karena kami sama-sama memiliki peran sebagai tokoh antagonis? Iblis suka orang yang jahat, bukan? Tapi aku berusaha bertingkah baik di kehidupan ini."
"Dua tahun lagi aku akan bertemu dengan laki-laki itu. Dia satu angkatan dengan Virion, mungkin aku bisa bertanya tentang Virion kepadanya."
"Nona, ini waktu nona untuk mandi," ucap Lucy.
"Baiklah, tolong siapkan air hangatnya, Lucy," jawab Chlora.
Chlora meletakkan bungaitu tanpa menyadari bahwa bunga itu kembali bercahaya, seolah ingin mengatakansesuatu yang penting kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orenda [END]
FantasíaTerlahir kembali menjadi tokoh antagonis? Chlora menyadari bahwa dirinya telah terlahir kembali saat dia berumur tiga tahun. Chlora akui, tidak ada yang salah dengan kehidupannya kali ini. Ia merupakan putri dari Marquess Beasley yang kaya. Tapi, Ch...