DUA BELAS

17.7K 2.4K 44
                                    

Chlora bisa merasakan bajunya yang basah karena Virion. Di dalam hatinya, Chlora merasa bimbang. Dia, Zoey, dan Virion sama-sama merupakan tokoh antagonis. Tentu saja Chlora yakin Virion tidak ingin menjadi seperti yang ada di novel.

"Apakah kau sudah selesai?" Chlora menghapus air mata Virion. Ia terpaku melihat wajah Virion yang tampan itu. Bahkan setelah menangis Virion masih terlihat tampan.

Virion menatap mata Chlora yang berwarna kuning. "Kau adalah satu-satunya orang yang pernah mengobatiku saat ayahku menganiayaku. Untuk pertama kalinya aku merasa ada orang yang memperhatikanku. Tapi hatiku terasa sakit saat kau mengatakan bahwa aku adalah orang yang jahat."

Chlora langsung terdiam dan merasa bersalah. "Maaf, Virion. Aku menilaimu dengan buruk, tapi aku sendiri tidak pernah bertemu denganmu. Maafkan aku."

'Chlora! Berikan saja dia novel itu! Aku yakin seorang antagonis pasti ingin berubah menjadi seseorang yang lebih baik, dan kita adalah contohnya!' ucap Zoey.

Zoey menciptakan sebuah benda sihir yang bisa membuatnya menghubungi Chlora melalui pikirannya dan hanya Chlora yang bisa mendengar itu. Zoey akan menggunakan benda sihir itu apa bila identitasnya sebagai penyihir akan terungkap di saat-saat tertentu.

"Ah, aku tahu bahwa aku memang tidak pantas untuk hidup. Kau pasti memandangku sebagai orang jahat karena aku berasal dari keluarga Carneiros," ucap Virion sedih.

"Bukan begitu, Virion! Bacalah buku ini, aku yakin kau akan mengerti," Chlora mengambil buku itu dan memberikannya pada Virion.

Virion membaca buku itu dengan saksama. Chlora melihat Virion dengan tatapan khawatir dan ragu dengan apa yang akan terjadi. Chlora memutuskan untuk membaca buku pelajaran sembari menunggu Virion selesai membaca buku itu.

'Syukurlah, semoga Virion bisa mengerti mengapa kau mengatakan hal itu.'

Chlora mengerutkan keningnya. 'Sial! Mengapa kau tidak segera mengatakan jika yang anak laki-laki berambut cokelat itu adalah Virion?'

'Bagaimana bisa aku mengatakannya jika kau saja tidak mau mendengar kata-kataku?!'

"Ah, aku mengerti. Jadi buku ini adalah buku yang ditulis oleh penyihir di dimensi lain berdasarkan ramalan ia yang dapat bukan? Tapi kau sudah membaca buku ini sehingga masa depan berubah," ucap Virion.

Chlora mengangguk. "Aku dan Zoey bekerja sama agar kami tak memiliki akhir yang sama seperti di buku. Tapi aku rasa masa depan sudah berubah terlalu jauh. Bahkan kini Shelia dan Cithrel selalu bertengkar agar bisa berada di dekatku."

"Tapi aku berbeda dengan Virion yang ada di buku. Dia berambisi mendapat pedang Lazarus untuk membalaskan dendamnya. Sedangkan aku- ah," Virion berhenti bicara.

"Maafkan aku karena mengiramu memiliki sifat yang sama dengan Virion yang ada di buku. Setelah ini kau boleh membenciku, aku pantas mendapatkan hal itu," Chlora menundukkan kepalanya.

Virion menjadi panik. "Tidak apa-apa, aku juga akan berpikir seperti itu jika aku menjadi dirimu. Sifat Virion di buku sangat kejam. Aku tidak bisa membayangkan diriku yang seperti itu."

"Aku juga tidak bisa membayangkan diriku yang berada di novel, Chlora adalah perempuan yang sangat licik dan buta dengan harta. Aku akui diriku yang kini juga menyukai kekayaan, tapi aku bisa mengelolanya dengan baik," sahut Chlora.

"Aku bersyukur kita bisa mengubah kehidupan kita. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya kekaisaran jika aku dan kamu menguasai kekaisaran," ringis Virion.

Chlora tertawa. "Oh iya, kenapa dulu kau suka sekali menyelinap ke rumahku?"

Virion langsung terdiam. "Um, sejujurnya aku menganggapmu sebagai penyelamatmu. Kita pernah bertemu saat aku masih berumur tujuh tahun. Kau menolongku saat aku terjatuh. Sejak itu aku selalu mengawasimu."

"Astaga, kau berbeda sekali dengan sekarang. Aku masih mengingat saat kau masih bocah. Omong-omong mengapa kau tidak kaget saat aku memberikanmu novel itu?" tanya Chlora.

"Kau tahu Harvey Costigan? Dia adalah teman sekamarku yang merupakan penyihir. Aku tidak pernah memusuhi penyihir karena aku menganggap mereka dan aku sama. Kami sama-sama dibenci oleh masyarakat," jawab Virion.

Chlora menggeleng tidak terima. "Itu tidak benar, Virion! Mereka hanya segan denganmu karena kau merupakan pemilik pedang Lazarus. Lagi pula iblis yang ada di dalam pedang Lazarus tidak akan mengubah dirimu, bukan?"

Virion memegang kedua tangan Chlora. "Mungkin pemilik lain tidak mengalaminya, tapi aku mengalaminya, Chlora. Aku memiliki wujud iblis saat bulan purnama."

Chlora terkejut dan memeluk Virion. "Tidak apa-apa. Aku akan menjadi temanmu selamanya, kau bisa meminta bantuan kepadaku."

"Terima kasih, Chlora. Aku akan pergi terlebih dahulu. Para guru akan mengetahui aku berada di sini jika aku diam lebih lama. Sampai jumpa, Chlora."

Virion lalu meloncat dari jendela kamar Chlora yang berada di lantai tiga. Chlora menatap itu dengan pandangan ngeri. Zoey yang mengawasi mereka dari luar dengan santainya masuk dan berbaring di ranjang Chlora.

"Astaga, apakah kau tak merasa bersalah sama sekali setelah melihat itu?" pekik Chlora

Zoey menggeleng. "Tidak, apakah kau terkejut?"

Chlora menatap Zoey dengan tatapan tidak percaya. "Kau masih menanyakan hal itu?! Tentu saja aku kaget! Virion yang kejam berubah menjadi laki-laki yang lembut seperti itu! Aku jadi tidak tega ketika melihatnya menangis."

"Sejak awal dia memang laki-laki yang seperti itu. Kebaikan hatimu itu membuat sifatnya tidak berubah. Ia percaya bahwa ada orang yang mau memperhatikannya di hidup ini," ucap Zoey.

"Tapi mengapa dia masih berusaha memiliki pedang Lazarus? Padahal aku rasa dia tidak membutuhkan itu. Dia adalah laki-laki yang baik," tanya Chlora.

Zoey mendesah. "Ini adalah hipotesisku. Yang pertama, ia memang memiliki naluri untuk memiliki pedang itu karena ia merupakan setengah iblis, kau tahu jika ibunya adalah iblis bukan? Yang kedua, dia ingin menjadi lebih kuat. Yang ketiga, dia menyukaimu dan dia melihat bunga magnolia emas di kamarmu, jadi dia berambisi untuk memiliki pedang itu?"

Pipi Chlora memerah. "Astaga, padahal Shelia jauh lebih cantik dariku. Bagaimana bisa dia menyukaiku? Aku rasa opsi pertama yang paling masuk akal."

"Bisa saja. Shelia tidak melakukan apa pun untuknya sedangkan kau mengobatinya dan memperlakukannya dengan baik. Jika aku menjadi Virion maka pasti hatiku akan mencintai Chlora dibandingkan Shelia," jawab Zoey datar.

Chlora menahan senyumnya. "Tapi aku masih meragukan masa depan. Kita berdua masih harus waspada dengan Shelia, Cithrel, dan Virion. Aku tidak mau mati untuk kedua kalinya. Ah, bahkan aku tidak ingat bagaimana aku bisa mati."

"Aku rasa Harvey bisa membantumu untuk mengingat masa lalumu. Aku rasa ada alasan lain mengapa kau bisa bereinkarnasi ke dunia ini dan masih mengingat masa lalumu. Itu aneh, tapi tidak mustahil," Zoey memejamkan matanya.

Chlora terkekeh. "Kau sepertinya sangat menyukai Harvey Costigan ya? Apakah kau mau menikah dengannya? Aku dengar penyihir hanya bisa menikah dengan penyihir lain. Jika penyihir menikah dengan manusia, maka manusia itu akan mati."

Zoey hanya terdiam dan membuat Chlora menoleh. Chlora terkejut ketika melihat wajah Zoey yang memerah. "Astaga, ternyata kau bisa malu juga. Aku pikir kau hanya bisa menunjukkan wajah datar saja selama hidupmu."

"Mana mungkin! Begini-begini juga aku pasti pernah berpikir tentang cinta karena aku adalah gadis remaja pada umumnya," tukas Zoey.

"Ya, aku juga mendapatkan suasana remaja kembali dan aku menyukai itu. Walau pun aku mati di usia dua puluh lima tahun, aku sangat menyukai fase menjadi remaja," sahut Chlora.

Zoey mengangguk. "Aku rasa fase remaja di dunia mu dulu itu lebih menyenangkan dari pada di sini, kalian terlihat lebih bebas."

"Oh ya, jika kau sudah menjadi penyihir agung, ayo kita melakukan lintas dimensi bersama-sama! Aku akan mengenalkan duniaku padamu!" tawa Chlora.

Orenda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang