[ #4 ]

125 31 5
                                    

Akhir-akhir ini sahabat-sahabat Yena berubah menjadi sangat protektif. Entah itu Hyewon, Yuqi atau Hyunsuk, setidaknya harus ada salah satu dari mereka yang menemani Yena kemana pun.

Sebenarnya Yohan juga mengajukan diri untuk menemaninya tapi ditolak dengan alasan mereka nggak sedekat itu sampai harus repot-repot menemani Yena. Mau tak mau, Yohan menurut saja. Mana mungkin dia memaksa kan?

Tapi, hari ini ketiga sahabatnya sedang sibuk ekskul dan kegiatan lainnya. Alhasil, Yena menunggu sendirian di kantin. Dengan bosan, dia mengaduk-aduk jus alpukatnya. Kantin memang spot favorit Yena di sekolah, tapi hari ini entah kenapa dia benci sekali tempat ini.

Jauh di dalam hatinya, Yena merasa kekhawatiran sahabat-sahabatnya agak sedikit berlebihan. Dia bukan anak kecil, pulang sendiri bukanlah masalah besar.

Saking bosannya, Yena akhirnya tertidur dan nyaris kehilangan seluruh kesadaran sampai satu suara menginterupsinya.

"CHOI YENA!"

Kim Yohan meneriakinya dari jauh dengan ekspresi marah. Dia berlari ke arah gadis itu lalu dengan satu tangan menariknya pergi.

"Lo tuh bego apa gimana sih? Malah tidur-tiduran, padahal yang lain lagi sibuk ngedekor buat festival lusa!" omel Yohan yang malah direspons dengan kerutan di dahi.

"Yo, lo sehat? Gue kan buka anggota osis apalagi panitia festival, ngapain juga gue ikut ngedekor?" tanya Yena bingung.

"Diem. Ga usah banyak bacot!"

Yena diam-diam menatap punggung cowok itu dengan tatapan kebingungan. Dari kemarin, Yohan selalu bertingkah aneh, ada yang salah dengan cowok itu. Maka dengan sekuat tenaga, Yena menghentakan tangannya berusaha melepaskan diri.

"Lo tuh kenapa sih? Aneh tahu gak?" Nampaknya, Yena gagal mengontrol volume suaranya karena saat ini dia malah membentak cowok itu sangat keras.

"Aneh apanya?"

"Kemarin, lo udah tahu tentang isi surat itu bahkan sebelum dikasih tahu kan?" tanya Yena dengan mata menyipit, berusaha mendeteksi apa sosok di hadapannya berkata jujur.

"Kok lo bisa tahu?" Nadanya datar, tapi siapapun bisa tahu bahwa Kim Yohan sedang panik setengah mati.

"Yuqi nggak ngasih tahu tentang tulisan di balik potret itu, tapi lo langsung tahu arti suratnya. Gimana bisa? Lo tahu sesuatu kan?"

Dang, kini Yohan tak tahu harus berkata apa lagi. Seketika semua kalimat yang dia susun untuk membela diri hilang terbawa angin.

"Ok, gue akui gue emang udah tahu. Tapi, bukan gue yang ngirim surat itu," kata Yohan sambil menatap mata Yena sungguh-sungguh.

Yena tersenyum mengejek. "Emang gue pernah bilang kalo lo yang ngirim surat itu?"

"Bukan gue, yen."

"Kalo emang bukan, kenapa lo harus sepanik ini?"

Yohan terdiam. Tak mampu melawan atau membantah argumen Yena. Celakanya, reaksi Yohan tersebut malah semakin menambah kecurigaan Yena.

"Apa sih gunanya neror gue begitu? Kalo lo ada masalah sama gue, langsung bilang. Gak usah kayak bocah!" Yena berbalik, hendak pergi dari sana dan pulang. Dia lelah, baik fisik maupun hati.

Namun, lagi-lagi tangannya digenggam Yohan. Memaksa gadis itu untuk diam di tempat. "Hak lo buat curiga sama gue. Tapi lo mau tahu kenapa tadi gue marah dan narik lo pergi dari kantin?"

Yena menatap Yohan sinis. "Kenapa?"

"Ada orang yang sembunyi di belakang lo," ucapnya lalu menghela nafas sebelum melanjutkan. "Dia bawa tongkat baseball dan hampir mukul lo kalo aja gue gak teriak dan bawa lo pergi dari sana."

Beware (99─01L)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang