Lima Belas: Sorry

137 53 18
                                    

"Hal paling buruk dalam skenario mencintai, adalah merelakannya karena kita terlalu pengecut."

****

Ibra merebahkan badannya di gazebo belakang rumah Adel. Dia memang sedang berkumpul dengan teman-temannya sejak SMP itu, tapi bedanya kali ini dia memisahkan diri. Memilih untuk menyendiri sementara yang lain sibuk saling bertengkar ataupun bermain sesuatu.

Ia menghadapkan ponselnya ke depan wajah, memperhatikan foto profil akun Rayna yang ia dapatkan dari Lia. Dia menghela napas, baru sadar bahwa sedaritadi dia menahannya. Entah kenapa rasa sesal itu semakin menyesakkan dadanya, bersamaan dengan wajah kecewa Rayna yang terbayang di otaknya. Sama seperti Rayna, dia belum melupakan sedikitpun kejadian itu.

"Ck, bego." Ibra mengumpati dirinya sendiri, meletakkan lengannya ke atas dahi. "Lo suka sama Rayna, tapi ngomong separah itu. Bodoh."

Cowok itu menghadapkan ponselnya lagi, cepat-cepat menuliskan pesan pada Rayna. Dia tak mau terus dihantui rasa bersalah. Tak peduli kata-kata temannya untuk berhenti minta maaf, karena menurut mereka Rayna tak pantas mendapatkan maaf. Dia setidaknya paham, kalau dia salah.

Ibra: Ray, gue serius mau minta maaf.

Ibra: Gue mohon, ayo kita ngobrol berdua

Ibra mengubah posisinya menjadi duduk bersila, meletakkan ponsel di depannya dengan pandangan memohon. Setidaknya biarkan kali ini semesta berpihak padanya. Pada orang egois sepertinya yang tak tau diri memohon untuk dimaafkan setelah mematahkan hati.

Rayna: Oke, jam setengah 4 di cafe depan sekolah gue.

Mata Ibra membulat, memastikan penglihatannya benar. Cepat-cepat dia meraih ponselnya, mendekatkannya untuk melihat lebih jelas. Sebuah senyuman terbit di wajahnya, tak sadar bahwa ada seseorang mendekatinya dengan pandangan bingung.

"Woy!"

Di depan Ibra sudah berdiri Lia sembari membawa 2 gelas berisi jus jeruk. Cewek itu mengernyitkan dahi, menatap bingung perubahan ekspresi Ibra secara mendadak. Seingatnya pemuda itu hanya cemberut sejak sampai, tapi kenapa sekarang sudah tersenyum cerah? Bukan karena rumah Adel ada penghuninya kan?

"Lia! Lo harus tau!" Ibra menarik tangan Lia agar duduk di sebelahnya, ia lantas menunjukkan layar ponselnya. Menampilkan isi percakapannya dengan Rayna. "Akhirnya Rayna mau ketemu dan ngobrol sama gue."

"Oh, selamat deh. Akhirnya," ucap Lia memberikan selamat tersenyum tipis ke arah Ibra. Walau dia jadi meneguk jus jeruknya semakin banyak. "Mau gue temenin?"

"Nggak usah," sergah Ibra cepat masih dengan cengiran lebar di wajahnya. "Ini masalah gue sama dia, jadi harus gue aja yang ketemu dia. Lagian, lo emang nyaman ketemu sama orang yang udah...."

Ucapan Ibra sengaja ia gantungkan, tau bahwa Lia paham akan maksudnya. Dari sahabatnya yang lain, dia memang paling dekat dengan Lia. Itulah sebabnya dia berada di pihak gadis itu, mempercayai langsung Lia karena dia percaya bahwa gadis itu tidak akan pernah berbohong padanya.

Saat itu Ibra tak tau saja, Lia sudah memalingkan wajahnya kearah lain. Menyembunyikan ekspresi tak sukanya sekuat tenaga. Bahkan ketika dia sudah berhasil menyingkirkan Rayna dari dunia Ibra, tetap saja gadis itu yang jadi fokus utama Ibra. Dia juga takut, kalau apa yang selama ini ia sembunyikan akan diketahui Ibra. Membuat orang yang ia sukai menjauh darinya.

Kenapa, semesta tidak pernah berpihak pada kisah cintanya?

***

"Gi, udah liat MV nya Itzy?"

Cowok itu menggelengkan kepalanya, masih fokus pada ponselnya. Keduanya sedang duduk di dekat jendela cafe dengan ponsel Egi tergeletak di atas meja. Tak lupa video Twice- Cheer Up yang sedang di setel, memanfaatkan jasa free wifi yang ada di cafe ini.

Anam Cara [Republish] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang